A Set Of Wings
Aku berjalan di lorong gelap nan sunyi. Hening sekali hingga aku dapat mendengar tiap langkah kaki milikku. Hanya ditemani cahaya dari matahari senja, aku tetap melangkahkan kaki. Tak tahu ke arah mana kakiku melangkah. Ada sebuah bayangan hitam setinggi pundakku di depanku. Kuberhentikan langkahku. Masih kutatap bayangan di depanku yang kian lama kian terlihat jelas. Ia adalah gadis yang aku cintai. Aku tersenyum melihat dirinya yang berdiri di hadapanku. Wajahnya tetap menatapku datar seakan ia tidak bahagia saat melihatku. Jantungku berdetak menyakitkan.
"Kau... Apa kabar?" Sapaku dengan senyum lembut. Berusaha agar terlihat biasa saja di hadapannya. Ia masih menatapku datar.
Ku langkahkan kakiku mendekati dirinya hingga jarak kami hanya setengah meter. Begitu dekat. Bahkan aku dapat mendengar suara nafasnya yang lembut dan teratur. Matanya yang hitam indah menatap mataku datar. Hidungnya yang tetap sama mancungnya. Bibirnya yang terlihat lebih pucat tapi tetap menarik perhatianku. Bahkan rambut panjangnya yang membingkai wajahnya dengan sempurna. Rambut hitam yang terlihat lembut dan jatuh hingga sepunggungnya. Tubuhnya yang tetap saja pendek meninggalkan kesan imut padanya. Wajahnya yang tetap saja datar seperti biasanya. Aku mengagumi setiap inci dirinya.
Tangannya perlahan bergerak ke arah wajahku. Menyentuh pipiku lembut. Tanganku bergerak menyentuh tangannya. Menggenggam erat tangannya yang ada di pipiku. Dalam keheningan seperti ini, entah mengapa, aku merasa kalau kami berinteraksi. Semua perasaan miliknya seakan tersalurkan melalui tangannya yang menyentuh pipiku lembut. Dan aku berusaha untuk menyampaikan segalanya melewati mataku yang terus menatap mata bulatnya. Menyampaikan hati, perasaan, jiwa, kenangan. Segalanya.
Ia menarik tangannya tetapi gagal karena tanganku tetap menahan tangannya. Masih menginginkan tangannya yang lembut nan hangat. Ia menundukan wajahnya. Menatap lantai yang terlihat dingin dan datar. Tanganku yang tidak memegang tangannya mulai bergerak perlahan ke arah wajahnya. Menyusuri setiap lekuk wajahnya lalu mengangkat wajahnya agar menatapku. Air matanya tumpah. Ia terisak pelan dengan mata terpejam. Jantungku serasa berhenti berdetak saat menatapnya menangis seperti ini.
"Jangan menangis. Kumohon." Ucapku lembut berusaha menenangkannya. Ia hanya menggeleng sebagai jawabannya. Aku menghela nafas. Pasrah dengan keadaan dan situasi seperti ini. Tak membantah sedikitpun.
Beberapa menit, aku dan dia dalam posisi seperti ini. Ia masih terisak. Dan aku yang hanya diam seribu basa. Hingga akhirnya, ia berhenti menangis dan menatap wajahku. Ku seka airmatanya perlahan. Wajahnya yang tetap pucat terlihat sedikit memerah karena tangisannya tadi.
"Ada apa? Mengapa kau tiba-tiba menangis?" Tanyaku pelan. Takut membuatnya mengingat alasan ia menangis lalu menangis lagi. Tetapi ia hanya diam saja. Menatapku dengan matanya yang masih berkaca-kaca.
Perlahan, ia menutup matanya. Kututup mataku perlahan juga. Menikmati keheningan bersamanya. Dengan tangan lembut nan hangat miliknya di pipiku. Angin mulai berhembus pelan. Menerbangkan rambutnya dan rambutku bersama. Menari dengan mesra di bawah siraman sinar matahari senja.
Kubuka mataku perlahan. Sejenak, aku kebingungan menatap semua keluargaku, teman-temanku, guru-guruku berkumpul di hadapanku. Tangis sendu terdengar dari bibir mereka. Air mata mengalir deras di pipi mereka. Aku menatap mereka bingung karena sebelumnya, bukan ini pemandangan yang kulihat.
Aku berusaha bertanya tetapi tidak ada suara yang keluar dari mulutku. Aku mengernyit bingung lalu bangun dari tempat tidur. Lagi-lagi aku tidak bisa. Ada apa ini semua? Aku berusaha mengingat kejadian sebelum mataku tertutup. Aku bersama gadis yang kucintai sepenuh hati. Gadis itu sudah meninggal 3 tahun yang lalu. Aku tertawa miris dalam hati. Jadi yang tadi hanya mimpi saja.
Wahai kalian yang berada di ruangan ini, mengapa kalian tidak sadar kalau aku sudah sadarkan diri? Sesedih itukah kalian? Tanyaku dalam hati karena mulutku bungkam seribu basa. Tak mau mengikuti perintah dariku. Bahkan diriku tak mau mengikuti kemauanku. Menyedihkan sekali diriku.
"Maaf kan Mama ya, Nak. Mama sayang kamu. Mama mohon, kamu buka mata kamu sekarang. Jangan menakuti Mama seperti ini." Ucap seorang perempuan paruh baya yang biasa kupanggil Mama. Aku mengernyit bingung. Mama tidak sadar kalau aku sudah membuka mata ya? Ma, buka mata Mama. Lihat anakmu sedang melihat Mama sekarang. Aku sudah sadar Ma.
Suara kaki terdengar diantara suara tangis sendu. Hingga akhirnya suara itu berhenti. Gadis yang kucintai sedang berdiri di sebelah kiri ranjang. Menepuk pundak Mama pelan lalu menatapku. Matanya memancarkan kehangatan. Ia tersenyum lembut padaku. Tubuhku menghangat seketika karena senyumya. Ia mengulurkan tangannya padaku.
"Ayo, sudah saatnya kita pergi." Ucapnya lembut. Aku mengernyit bingung tetapi mencoba menggerakan tanganku. Tanganku bergerak perlahan. Meraih tangannya yang lentik dan cukup mungil dibanding dengan tanganku.
Ia menarik tanganku lembut. Tubuhku bergerak perlahan mengikuti tarikannya. Bangun dan duduk di ranjang. Airmataku tiba-tiba tumpah tetapi tubuhku bergerak untuk bangkit berdiri dan berjalan mengikuti gadis di hadapanku. Berjalan perlahan sambil bercengkerama bahagia. 3 tahun selama aku menceritakan banyak hal yang terjadi tanpanya di pusaranya. Dan ia menimpali seakan ia ada di kejadian itu.
****
Dan bunyi memekakan telinga terdengar semua yang hadir di ruangan terkejut dan menangis meraung-raung. Sang Mama tercinta jatuh pingsan tak menerima kenyataan pahit begitu saja. Suaminya segera memeluk tubuh yang jatuh terkulai karena pingsan. Membelai punggung istrinya lembut. Berusaha memberikan kekuatan agar istrinya tegar. Ketegaran yang dibutuhkan juga olehnya, Suami sekaligus Papa yang ditinggalkan anak semata wayang.
Melihat tubuh temannya yang sudah tidak memiliki nyawa, satu-persatu tangis dari semua remaja mulai pecah menjadi histeris. Teman-teman seperjuangan yang ditinggalkan tersenyum getir dan memeluk remaja perempuan terdekat yang menangis histeris. Menepuk pundak gadis di pelukannya agar gadis tersebut tenang.
Satu hal yang mereka lakukan dalam hatinya. Berusaha mengikhlaskan yang pulang. Berdoa agar yang pulang dapat diterima dengan baik. Agar yang berpulang selalu berbahagia di sana. Agar yang berpulang selalu ada di hati masing-masing dengan segala ciri khas dan kebaikannya. Tanpa ada cela dan kekurangan yang tertinggal di hati. Semua dendam, iri, dan dengki sudah hilang entah kemana sejak kemarin. Sejak yang berpulang dikabarkan koma di rumah sakit.
"Ia terlalu muda untuk pergi. Terlalu baik untuk meninggalkan kita. Terlalu sempurna untuk kita yang banyak kekurangannya." Teman seperjuangan dari kecil berkata pelan. Ia menghembuskan nafasnya dengan berat. Seberat hatinya berusaha mengikhlaskan kepergian 'Malaikat Tanpa Sayap' yang sudah pergi beberapa menit lalu. Semua yang hadir diam saja tetapi dalam hati mereka, mereka setuju dengan pernyataan tersebut.
****
Adriansyah Putra Pratama. Lelaki tinggi semapai yang akhirnya pergi meninggalkan semua orang. Pergi ke alam lain yang lebih baik. Siapa yang menyangka kalau lelaki periang nan baik hati itu akan pergi secepat ini? Lelaki tersebut bahkan meninggalkan mereka karena kebaikan. Ya, lelaki itu meninggal akibat tabrak lari dari pemabuk saat ia hendak membantu anak kecil menyebrang.
Setelah tabrak lari yang menyebabkan dirinya terluka parah hingga tubuhnya kehilangan banyak darah. Dan anak kecil yang dibantunya menangis histeris melihat tubuh sekarat tersebut. Anak kecil yang masih terlalu polos itu ketakutan melihat darah. Untungnya, anak tersebut tidak terluka karena Adriansyah atau Anca ini segera memeluk tubuh mungilnya agar tak terluka sedikitpun.
Warga sekitar segera merubung. Beberapa orang terlihat menelpon rumah sakit, polisi, dan keluarga Anca dengan panik. Ambulance segera melesat ke arah Anca yang sedang terbaring lemah di jalan. Mobil ambulance akhirnya tiba, warga perlahan membuka jalan untuk petugas medis. Para petugas medis segera mengangkut tubuh Anca masuk ke dalam mobil. Setelah para petugas medis masuk ke dalam mobil, mobil segera melaju membelah keramaian jalan raya malam itu.
Selama 2 hari, keluarga Anca menunggu agar Anca tersadar. Teman-teman serta guru Anca datang dan pulang silih berganti. Hanya 1 orang yang berdiam di ruangan rumah sakit tempat Anca dirawat. Teman Anca dari Anca kecil. Teman seperjuangan yang berlari melewati lika-liku hidup bersama Anca. Bahkan hingga Anca pergi, 'Teman Seperjuangannya' menatap getir tubuh kaku Anca. Senyumnya yang terlihat sangat getir serta matanya yang bengkak akibat tidak tidur sama sekali demi menunggu Anca sadar.
Adriansyah Putra Pratama. Lelaki yang sedang berjalan dengan gadis yang ia cintai. Menyusuri jalan yang akan berujung pada pertemuan dengan Sang Penguasa. Lelaki yang juga berjalan meninggalkan semua orang yang ia kenal. Meninggalkan mereka semua dan berjalan ke dunia yang lain dari dunia mereka.
Malaikat tanpa sayap yang dikirim ke bumi. Lelaki yang akan kembali ke tempatnya lagi. Surga. Dan ia akan memiliki sepasang sayap di punggungnya.
****
Cerita sederhana ini ditulis sebagai hadiah ulangtahun untuk seseorang yang sudah aku anggap sebagai adek sendiri. You're an angel without wings :)
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top