9. One of "Them"
Beberapa minggu berlalu di akademi. Tidak banyak yang berubah selain para murid yang mulai mengenal seluruh guru di akademi.
Alice, Aven, dan Viel tetap menjadi murid-murid yang sangat dikenal. Bahkan mereka disebut Three Geniuses karena hasil tes mereka. Mereka juga memiliki nama panggilan sendiri.
Aven dikenal sebagai An Angel Boy. Hal itu karena perawakannya yang sangat imut untuk ukuran anak laki-laki. Alasan lain karena rambut dan kulitnya yang berwarna putih bersih. Ya, Aven bahkan berkulit lebih putih dibanding Alice.
Viel dikenal sebagai A Calming Fire. Sebenarnya alasannya sederhana, karena Viel memiliki sifat yang tenang meskipun memiliki elemen api. Hal itu disebabkan karena entah hanya kebetulan atau apa, orang yang memiliki elemen api memiliki sifat yang sedikit agresif atau penuh semangat. Contoh terdekat: Aven.
Alice dikenal sebagai A Mother. Meskipun nama itu terkesan payah, namun artinya tidak rendah. Nama itu diberikan karena Alice sangat peduli terhadap seluruh orang di akademi. Nama itu juga karena Alice memiliki senyum yang menenangkan, lembut, dan pandai memasak.
Banyak orang (terutama para murid kelas 1) yang mengatakan bahwa Alice ada sosok Mother figure yang sempurna.
A Second Chance for Life
•
•
•
A Fantasy Story
By fallyndanella04
•
•
•
Enjoy!
Alice PoV
Sudah hampir satu bulan kami mulai belajar di akademi. Hal-hal berjalan dengan sangat baik. Nilai-nilaiku, Aven, dan Viel sangat bagus. Kami juga tidak punya masalah di pelajaran sihir.
Hanya saja... Ada satu hal yang membuatku sedikit resah.
Aku, Aven, dan Viel diperlakukan bagaikan seorang model di tempat ini. Bahkan para senior dan guru sekalipun!
Aku tidak bilang kalau ini adalah hal yang sangat buruk--hanya saja, halo? Kami masih anak kelas 1 berumur 6 tahun! Bagaimana bisa kalian memperlakukan anak-anak seperti kami bagaikan sebuah perhiasan?
Karena kami anak bangsawan? Hell! Bahkan di sini ada putra mahkota negara Amare, dan ia tidak diperlakukan seperti ini!
"Alice~ kau melamun~!" Suara Aven tiba-tiba muncul. Viel berdiri di samping Aven. Mereka berdua mengenakan kaos putih dan celana panjang hitam.
"Aven? Viel? Pakaian kalian?" Balasku bingung.
"Sebentar lagi pelajaran sihir di lapangan, Alice. Sepertinya kau melamun terlalu dalam. Anak-anak perempuan lainnya sedang bersiap-siap, lho." Viel menjawabku.
Dan saat itulah aku baru sadar keadaan kelas sekarang sepi.
"Gah! Aku baru sadar! Maaf, Aven! Viel! Aku ganti pakaian terlebih dahulu!" Jeritku pelan dan langsung berlari ke ruamg ganti.
"Kami tunggu di lapangan, Alice!" Samar-samar aku mendengar seruan Aven.
Beberapa lama kemudian, aku yang sudah berganti baju segera pergi menuju ke lapangan.
Namun, seorang pria dewasa menangkap perhatianku. Atau lebih tepatnya, mata emas pria tersebut. Ia berdiri di samping Miss Relliana. Ia terlihat berumur 20 tahun ke atas, namun senyumnya terasa kekanakan.
Siapa dia? Guru barukah? Mata emas itu indah sekali. Sekilas seperti milik Miss Relliana, namun warna mata Miss Relliana lebih gelap seperti coklat.
"Kudengar, di sini ada 3 murid kelas 1 yang terkenal jenius, ya?" Pria itu bertanya. Hah? Jangan bilang itu kami?
"Oh! Maksudmu, Alice Reffisa, Aven Reffisa, dan Viel Grissam, ya?" Miss Relliana menyebut nama kami.
Apa, jadi sekarang orang luar pun ada tahu soal kita? Memangnya--
Eh...?
Tunggu. Barusan tadi itu... Apa?
Apa tadi mata emas itu sekilas terlihat berkilat berbahaya? Auranya... Juga terasa familiar tadi... Tapi aku tidak ingat... Uh.
"Ahaha! Ya, mereka! Hal-hal tentang mereka lumayan sering dibicarakan di gedung ini! Jadi aku penasaran!" Pria itu menjawab sambil tertawa.
Kilatan itu hilang... Apakah yang tadi itu hanya perasaanku saja?
°°°
Normal PoV
Sebelum kedua orang tersebut menyadari keberadaannya, Alice memutuskan untuk segera pergi.
Namun, Alice tetap tidak bisa menghilangkan perasaan tidak nyaman dalam hatinya saat melihat pria bermata emas tersebut.
Time Skip
"Kepada seluruh murid Amare Academy, diharapkan untuk segera berkumpul di ruangan perkumpulan. Sekali lagi, kepada seluruh murid Amare Academy, diharapkan untuk segera berkumpul di ruangan perkumpulan."
Pemberitahuan tersebut terdengar tidak lama setelah pelajaran sihir Alice dan yang lainnya di lapangan selesai.
Sekarang adalah waktu dimana pelajaran selesai dan para murid bebas melakukan apa pun. Karena itu beberapa murid ada yang mengerang.
"Heh...? Ada pemberitahuan seperti apa, ya?" Gumam Aven.
Viel mengangguk setuju. "Yah, lebih baik kita langsung berangkat saja. Sebelum ruangannya ramai."
Sesampainya di ruangan perkumpulan, mereka bertiga dapat melihat para guru yang berbaris rapi di panggung ruangan. Tubuh Alice menegang saat melihat pria bermata emas yang tadi.
"Hm? Guru baru, ya?" Tanya Aven.
"Mungkin saja. Menurutmu, Alice?" Viel dan Aven menoleh ke arah Alice.
"Alice?"
Tubuh Alice tersentak saat Aven dan Viel memanggilnya bersamaan. "A-ah, ya?"
Aven menatap cemas saudari kembarnya. "Alice, apa kau baik-baik saja? Wajahmu pucat dan terlihat... Tegang."
Viel mengangguk, menyetujui perkataan Aven. "Ya. Jika kau sakit, lebih baik kita mengantarmu ke ruang kesehatan," usulnya.
Alice tersenyum. "Tidak. Aku tidak apa-apa, kok. Hanya... Sedikit kedinginan," jawab Alice.
"Begitu...?" Aven menatap curiga Alice, namun memutuskan untuk membiarkannya, untuk sekarang.
"Test. Selamat siang, para murid-murid Amare Academy! Relliana Morge bicara di sini! Maaf memgganggu waktu yang seharusnya menjadi istirahat selesai sekolah kalian, ya!" Relliana berkata riang.
"R-Relliana... Lebih baik segera jelaskan saja tujuannya... Murid-murid pasti ingin beristirahat...." Sebagian besar murid menyetujui perkataan Fio dalam hati.
"Huh, dasar lemah---" beberapa murid sweatdrop mendengarnya. "Yah, baiklah. Murid-murid, kita punya guru baru tahun ini! Nah, Griff, silakan perkenalkan dirimu."
Pria bermata emas yang dipanggil 'Griff' tersebut mengambil mic dan mengangguk.
"Selamat siang, semuanya! Namaku Griff Vernclift. Aku akan menjadi guru baru di Amare Academy! Kuharap kita dapat menjalin hubungan yang baik, ya!"
Saat Griff berbicara, saat itulah tubuh Alice kembali menegang karena merasakan aura itu lagi. Namun saat ini terasa lebih kuat.
Saat mata emas Griff mengarah ke arah mata merah Alice langsung, tubuhnya membeku. Ia ingat. Ia sangat ingat aura berbahaya dan senyum sinis di wajah pria tersebut.
Aura dan senyum yang sama seperti orang yang menculiknya... 3 tahun yang lalu.
Pandangan Alice menggelap saat itu juga.
"ALICE!?"
°°°
"Anak sekecil ini? Kau yakin?" Sebuah suara kekanakan masuk ke gendang telinga Alice kecil yang saat itu baru berumur 3 tahun.
"Ya. Menurut penglihatan Drien, memang dia yang ia maksud." Sebuah suara lain yang terkesan dingin membalas suara kekanakan itu.
Alice kecil membuka matanya. Tubuhnya terasa sangat berat. Ia hampir tidak bisa menggerakkan seluruh tubuhnya. Bahkan membuka mulut terasa sangat sulit baginya.
"Hm? Oh, dia bangun! Selamat siang, gadis kecil~!"
Hal pertama yang Alice lihat adalah sosok seorang pria dengan rambut pirang dan mata berwarna emas mengkilap. Jika situasinya tidak seperti sekarang, Alice pasti sudah mengagumi mata emas tersebut.
Alice mengerahkan tenaganya hanya untuk sekedar duduk.
"Di...mana? Si...apa?" Alice meringis dengan betapa lemah suaranya terdengar.
Pria bermata emas tersebut menatapnya kagum. Ia berbalik dan menatap pria lain yang berada di belakangnya. Seorang pria berambut hitam dengan mata merah gelap.
"Hei, hei! Gadis kecil ini hebat sekali! Padahal sudah diberi sihir kaku milikmu, tapi ia masih bisa bergerak dan berbicara! Atau~ kau yang semakin lemah, Rizzie?" Tanyanya sambil tertawa.
"Jangan lakukan hal yang tidak perlu, Griff." Suara pria yang diketahui bernama 'Rizzie' tersebut terdengar lebih dingin dari yang tadi. Mungkin ia kesal.
Tubuh Alice bergetar. Siapa mereka? Di mana ia? Terakhir kali yang ia ingat, ia sedang bermain bersama Aven, dan tiba-tiba banyak orang berjubah yang datang dan mengambilnya.
Alice tersadar seketika.
Aven! Apakah Aven baik-baik saja? Ia masih ingat saat salah satu dari orang berjubah tersebut menyerang Aven, dan Alice melindunginya dari serangan sihir tersebut. Karena itu Alice lengah dan dihajar. Ia pingsan dan berhasil diculik.
Pria bermata emas bernama Griff itu menyadari tubuh Alice yang bergetar dan bola matanya yang memancarkan ketakutan.
Griff tersenyum sinis di hadapannya. Aura kekanakan yang tadi ia pancarkan berubah menjadi mengerikan. Kedua telapak tangan Alice mengepal dan ia berkeringat dingin.
"Ya ampun, kau tidak perlu takut, gadis kecil. Tenang saja, kami tidak akan melakukan banyak hal padamu. Tidak sekarang~!"
Nafas Alice terengah-engah. Matanya dengan panik melihat ke sekelilingnya. Ia menyadari di mana dia. Ruang kesehatan.
Perlahan dan tanpa disadari, ia memelankan nafasnya.
"Alice!?" Suara panik menyentakkan tubuhnya. Alice segera menoleh dan langsung berubah lega saat ia melihat saudara kembarnya, Aven, dan temannya, Viel.
Alice membuka mulutnya untuk memanggil Aven dan Viel, namun suaranya tidak bisa ke luar.
"Alice? Ah, apa tenggorokanmu terasa kering? Aku akan mengambilkan minuman dulu!" Viel segera ke luar dari ruang kesehatan.
Aven menatap Alice dengan cemas. Nafas yang tersengal-sengal. Mata yang sekilas memancarkan kepanikan. Tubuh yang bergetar. Keringat dingin yang banyak.
"Alice...? A-apa kau... Baik-baik saja?" Aven bertanya dengan penuh keraguan sebelum mengutuk dirinya sendiri.
Dengan keadaan seperti itu, Alice tidak mungkin baik-baik saja!
Alice memaksa senyuman lembut dan mengangguk. Tenggorokannya terasa sangat kering sampai ia tidak bisa mengeluarkan suara sama sekali.
Aven terdiam sejenak sebelum kedua lengannya dengan cepat memeluk Alice erat.
"A-aku sangat cemas." Alice dapat merasakan bahunya perlahan-lahan basah. "K-kau tiba-tiba pingsan. Itu membuatku teringat kejadian s-saat 'itu'."
Alice membeku, namun itu tidak lama sebelum Alice membalas pelukannya.
Tubuh Alice bergetar. Hal itu sudah memberitahu Aven secara tidak langsung bahwa Alice tidak baik-baik saja.
Aven membiarkan air matanya mengalir. Ia mengeratkan pelukannya.
"Tidak akan kubiarkan kejadian saat itu terjadi lagi, Alice. Aku tidak akan membiarkanmu melindungiku terus-terusan. Aku... Juga akan melindungimu. Aku bersumpah atas diriku sendiri, aku akan melindungimu."
Alice mengangguk. "Ya...," ia membalas dengan suara yang sangat pelan dan serak. Namun, Aven mendengarnya dengan jelas.
°°°
Skip
Night Time
"Griff Vernclift... Salah satu dari kelompok Velnias?" Aven bertanya tidak percaya, tetapi ia berusaha menekan suaranya agar tidak membangunkan Viel yang tidur di ranjang tingkat atas.
Suasana sangat gelap. Saat ini sudah jam 10 malam. Jam di mana seharusnya hampir semua murid sudah tidur.
Alice mengangguk pelan. Ia kembali berkeringat dingin saat mengingat cara Griff memandangnya saat ia mengenalkan dirinya di panggung tadi.
"Ini mungkin sulit dipercaya.... Tapi aku mengingat aura dan senyum sinisnya.... Mata emasnya pun juga sangat familiar. Tidak mungkin aku salah ingat," balas Alice.
Alice memeluk tubuhnya sendiri. "Aven.... A-aku... Aku takut.... Akan ada hal buruk terjadi.... Baik untukku, untukmu, untuk Viel, ataupun untuk semua murid dan guru di sini.... Aku tahu semua orang di sini kuat... Tapi...."
Aven mendekati ranjang Alice dan memeluknya kembali. "Alice, seperti yang kubilang tadi, aku akan melindungimu. Aku juga akan melindungi Viel dan semuanya yang ada di sini. Karena itu.... Tidak perlu takut," ujarnya menenangkan.
Alice tersenyum tipis dan mengangguk. "Ya... Kau benar. Aku juga akan melindungimu, melindungi Viel, dan melindungi semua yang ada di sini."
Selepas itu, sepasang kembar tersebut memutuskan untuk mengistirahatkan diri mereka. Tanpa menyadari bahwa sesosok anak laki-laki yang mereka duga sudah tidur, sebenarnya mendengarkan percakapan mereka dalam diam.
°°°
Chapter 9 selesai! Akhirnya!!
Kurasa sebentar lagi yang seru akan terjadi. Sudah lama sekali tidak update. Jadi merasa bersalah.
Akhir kata, thank you for reading this chapter!
See you again in the chapter 10!
If you like this story, you can appreciated me with like and comment!
Words: 1785
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top