24. Interesting Fellow & Gioia Academy
Perjalanan dari negara Amare menuju negara Giustizia membutuhkan waktu kurang lebih 5 jam.
Seluruh anak-anak menghabiskan waktunya dengan berbagai macam kegiatan. Ada yang tidur, ada yang membaca, ada yang makan, dan lain-lain.
Namun, untuk sebagian besar anak-anak bangsawan, mereka tidak menghabiskan waktu mereka sendiri-sendiri.
Ya, mereka berjalan-jalan untuk membuat koneksi dengan keluarga bangsawan lainnya. Terutama untuk keluarga bangsawan di bawah Marquess.
Berbeda dengan anak-anak dari keluarga rakyat biasa, anak-anak dari keluarga bangsawan sudah dididik sejak kecil untuk membentuk hubungan yang baik dengan anak dari keluarga bangsawan lainnya. Terutama dengan yang hierarki-nya lebih tinggi.
Tentu saja, sebagai anggota keluarga bangsawan Duke, Alice, Aven, dan Viel merupakan calon target tetap.
A Second Chance for Life
.
.
.
A Fantasy Story
BY fallyndanella04
.
.
.
Enjoy!
Alice PoV
Ketika kami sedang mengobrol dengan santai, seorang anak perempuan dan wanita dewasa mendatangi kami.
Ah, sepertinya aku mengingat anak perempuan ini.
"Selamat pagi, Nona Alice, Tuan Aven, dan Tuan Viel. Apa kabar kalian?" Gadis dengan rambut biru muda yang tergerai panjang dan memiliki manik mata senada dengan rambutnya, menyapa kami bertiga. Senyum manis terpasang di wajahnya.
Dia adalah putri kedua dari keluarga bangsawan Viscount, keluarga Arietta. Namanya Forie Arietta.
Di sisinya.... Mungkin maid pribadinya?
Aku melirik Aven. Wajahnya terlihat bingung. Salahnya sendiri malas memeriksa buku itu. Meskipun aku sering membahasnya bila ada wajah yang baru, tapi sepertinya dia tidak ingat.
Di sisi lain, Viel terlihat sadar akan identitas gadis ini juga. Namun ia tetap menutup mulutnya, tampak tidak ingin berbicara.
Aku segera mengarahkan mataku pada Nona Forie dan memasang senyum. "Selamat pagi, Nona Forie. Saya baik-baik saja. Kita tidak pernah bercakap langsung seperti ini, kurasa? Apa kabar anda?" Balasku.
Uhk... Aku tidak terbiasa bercakap-cakap dengan bahasa sopan seperti ini. Ayah dan Ibu memang mengajari kami, tapi kami jarang mempraktikkannya!
Dan panggilan nona-tuan ini! Aku tidak suka! Seandainya hal-hal bisa sama saja seperti saat di akademi dasar dimana murid-murid tetap saling memanggil nama langsung...!
.... Yah... Tapi memang seperti inilah kehidupan di antara lingkungan para bangsawan.
Di akademi dasar memang lebih santai, tapi memasuki akademi menengah, segalanya berubah menjadi lebih kaku. Anak-anak bangsawan otomatis akan dipanggil dengan embel-embel tuan dan nona.
"Saya juga baik-baik saja. Benar. Ini pertama kalinya saya bertemu dan berbicara dengan anda bertiga. Kita berada di akademi dasar yang berbeda. Saya berasal dari Compassione Academy," balasnya. "Berita mengenai Nona Alice, Tuan Aven, dan Tuan Viel menyebar bahkan sampai Compassione Academy yang memiliki jarak terjauh dari Amare Academy. Selamat karena telah menempati peringkat 3 besar."
Meskipun suaramu sangat tenang, aku bisa melihat kilauan di matamu, lho, Nona Forie....
Sepertinya Nona Forie bukan bangsawan yang buruk. Ia terlihat tulus dalam ucapannya dan tidak terlihat mendatangi kami hanya untuk membuat koneksi. Sebenarnya, ia terlihat cukup polos.
Setelah bercakap beberapa saat, Nona Forie pun izin pergi. Aku mengiyakan dan melambaikan tanganku.
Setelah Nona Forie pergi, aku langsung menghadap ke arah Aven dan Viel. "Kenapa kalian diam saja, sih? Hanya aku saja yang berbicara."
Mereka bukan hanya tidak berbicara, bahkan memperhatikan pembicaraan kami pun tidak! Nona Forie pasti merasa ia mengganggu, jadi dia meminta izin pergi dengan canggung.
"Hm.... Aku tidak pandai berbicara dengan orang asing...." Viel mengalihkan pandangannya.
Aku menatapnya tajam. "Tidak pandai bicara dengan orang asing? Hmm? Siapa, ya, yang mengajak aku dan Aven bicara terlebih dahulu sebelum saling kenal?"
Viel mengeluarkan batuk kecil. "Itu 6 tahun yang lalu." Ia menjawab dengan sangat cepat dan tanpa jeda.
Aven menelengkan kepalanya. "... Siapa, sih, dia?"
"Nona Forie dari keluarga bangsawan Arietta." Viel yang membalas. "Aven tidak ingat seperti biasa, ya?"
"Aven, lain kali kalau ada bangsawan yang mengajakmu bicara, sebaiknya kau tidak bilang 'siapa kau' terang-terangan ke orang itu, ya...," ujarku cemas.
Bagaimana kalau bangsawan yang Aven temui itu tidak sebaik Nona Forie!? Bisa-bisa kita membuat musuh! Walaupun punya musuh pun tidak terlalu berpengaruh dengan kehidupan kami [apalagi karena kami bangsawan di tingkat tertinggi setelah keluarga kerajaan], tapi aku ingin benar-benar memastikan hidup damai tanpa masalah sama sekali!
°°°
Normal PoV
Drien yang sedari tadi hanya diam saja pun membuka suara. "Jadi bangsawan itu benar-benar merepotkan, ya...."
Alice menoleh. "Sebenarnya, sih, lingkaran bangsawan tidak seburuk itu. Tapi memang, jika dibandingkan dengan lingkaran keluarga biasa, kita lebih kaku dan persaingan lebih terlihat."
"Apalagi jika pendidikan dari Orangtua kurang, akan ada anak bangsawan yang arogan. Tidak berlebihan, tentu saja. Tidak ada yang mau mencoreng nama baik keluarga --apalagi keluarga bangsawan-- kecuali orang bodoh."
'Tapi setiap generasi pasti ada saja yang bodoh seperti itu, sih.'
Viel bersenandung. "Nona Forie adalah contoh bangsawan yang baik. Selain itu, keluarga Arietta memang terkenal dengan kebaikan hati mereka."
Keluarga bangsawan Viscount Arietta, salah satu bangsawan paling terkenal di negara Amare. Keluarga mereka berada tidak jauh di perbatasan antara negara Amare dan negara Affetto.
Keluarga Arietta terkenal dengan kemurahan hati mereka dengan penduduk sekitar. Mereka adalah salah satu keluarga bangsawan paling disenangi di Amare.
Keluarga Arietta memiliki tiga orang anak, dua perempuan dan satu laki-laki.
Yang tertua, anak laki-laki mereka, Ferio Arietta. Putri pertama, Fiore Arietta, dan putri kedua, Forie Arietta.
Ya, pasangan suami-istri keluarga Arietta punya selera nama yang kurang kreatif. Semuanya mengakui hal itu. Bahkan ketiga anak mereka -selaku korban penamaan- juga mengakui itu.
Ketika Alice membaca nama mereka, ia sendiri pun juga speechless seketika.
Alice, Aven, Viel, dan Drien hanya bercakap-cakap satu sama lain dan tidak terlalu memedulikan sekitar mereka. Hal itu membuat beberapa anak bangsawan yang ingin menghampiri mereka, menjadi ragu-ragu.
Kenyataannya, selain Forie, anak-anak lainnya tidak ada yang berani mendekati mereka.
Posisi bangsawan mereka adalah satu hal, tapi yang paling membuat mereka ragu adalah betapa dekatnya Alice, Aven, dan Viel. Hal itu membuat anak-anak yang lain merasa akan mengganggu percakapan mereka yang penuh harmoni.
Ketika kebanyakan masih berpikir untuk mendekati atau tidak, seorang anak laki-laki mendahului semuanya.
"Selamat pagi, Nona Alice, Tuan Aven, Tuan Viel!" Sapa anak laki-laki tersebut dengan ceria.
Manik matanya yang heterochrome dengan kuning dan ungu menatap penuh kilauan, mirip seperti Forie, tapi lebih berkilau lagi. Rambut merahnya terlihat mencolok sehingga wajahnya terkesan sangat 'berwarna'.
Alice segera memasang senyum sopannya kembali. Otaknya langsung bergerak cepat untuk mengingat siapa anak laki-laki ini. "Selamat pagi, Tuan Grith. Apa kabar?"
Putra sekaligus anak pertama dari keluarga bangsawan Marquess, keluarga Laffole, Grith Laffole.
"Aku baik-baik saja! Hei, kabar mengenai kalian juga sampai ke akademi dasarku, Dolcezza Academy! Aku sangat mengagumi kalian, terutama Tuan Viel!" Grith menyerocos dengan riang.
Alice sempat sedikit terkejut saat mendengar bahasa Grith yang cukup... Informal. Setidaknya terhitung cukup informal untuk berbicara dengan anak bangsawan yang belum kenal dekat.
Aven yang ada di sampingnya juga sama terkejutnya. Bahkan dirinya yang juga sebenarnya payah dalam masalah etika dalam lingkungan bangsawan pun tidak akan berbicara sesantai itu.
Di sisi lain, Viel juga terkejut, namun ia lebih terkejut lagi ketika Grith menghampirinya dan mengungkapkan kekagumannya.
"Tuan Viel, kudengar dari rumor yang beredar, kau ingin menjadi Scientist? Kau juga mendapat nilai sempurna di pelajaran dasar penciptaan?" Tanya Grith dengan mata berkilau. Viel sedikit canggung saat melihat tatapan matanya.
Di belakang Grith, pria yang nampaknya merupakan pengawal Grith tampak menghela nafas lelah dengan pelan, namun ia tak melakukan apa pun. Sepertinya ia sudah terbiasa.
"Ah.... Ya, begitulah." Viel menjawab dengan canggung.
"Aku mengagumimu karena aku juga ingin menjadi seorang Scientist, lho!" Grith tersenyum lebar.
Maaf, pasangan kembar Reffisa sulit membayangkan anak laki-laki seceria Grith menjadi Scientist yang punya image seseorang yang tenang.
Bukan hanya Alice dan Aven, anak-anak lain yang ikut mencuri dengar juga tampak sedikit skeptis.
Namun, Viel berbeda. Alih-alih terkejut, mata Viel yang awalnya tampak canggung, justru berubah menjadi berkilauan seperti Grith.
Tanpa Alice, Aven, dan Drien sadari, Viel sudah mengobrol dengan semangat bersama Grith.
°°°
40 minutes later...
"Eh-em!"
Pria pengawal di belakang Grith mengeluarkan batuk kecil. Saat itu, Grith langsung sadar seketika dan mulai panik sendiri.
"W-woah, aku minta maaf telah mengabaikan kalian! Aku terlalu tenggelam dalam pembicaraan. Aku minta maaf, Nona Alice, Tuan Aven!" Serunya dengan panik.
Viel yang juga baru tersadar sudah menunduk dengan wajah memerah karena malu. Kesan kalem yang selalu ia tampilkan selama 6 tahun di akademi dasar tampak menghilang tanpa jejak saat berbicara dengan Grith.
Aven segera menenangkan Grith. "Tidak apa-apa, kok, Tuan Grith! Ini bukan masalah!"
"Ahaha...." Grith tertawa canggung. "Um, kalau begitu, aku akan permisi dulu sekarang. Tuan Viel, kita bisa melanjutkan percakapan kita lagi lain kali! Aku mengharapkan sisa waktu perjalanan yang menyenangkan untuk Tuan Viel, Tuan Aven, dan Nona Alice!"
Viel yang sudah mendapatkan kembali ketenangannya hanya mengangguk dengan wajah kalem. Alice dan Aven mengucapkan sampai jumpa lagi pada Grith.
°°°
"... Alice..."
"Alice.... Bangun!"
Manik merah milik Alice terbuka perlahan. Ia sedang tertidur dengan kepalanya yang bertopang pada Drien yang duduk di sampingnya.
Alice menguap kecil dan meregangkan tubuhnya dengan pelan. Ia melihat sekelilingnya. Tidak sedikit murid-murid yang juga tertidur seperti Alice.
Perjalanan selama 5 jam di dalam kapal terbang tentu saja membuat sebagian besar murid mengantuk.
Suasana di dalam kapal terbang yang awalnya cukup ramai, kini terkesan sangat sunyi dengan hanya beberapa suara saja yang terdengar.
Segelas air disodorkan di depan Alice. Ia menoleh dan melihat Drien. "Un... Terima kasih, Drien." Alice mengangguk dan mengambil gelas air tersebut.
Alice menoleh ke arah suara yang tadi membangunkannya. Viel.
"Aven juga tertidur sejak tadi?" Tanya Alice pelan saat melihat adik kembarnya yang juga tertidur dengan kepala bersender pada Viel.
Viel mengangguk. "Tidak lama setelah kau tertidur, Aven juga mengantuk," jawabnya.
Alice melihat ke luar jendela. Dengan matanya yang masih sedikit mengantuk, ia bisa melihat samar-samar gedung besar Gioia Academy dan gedung Armonia Academy di depannya.
Saat itulah, suara pengumuman kembali terdengar.
"Selamat pagi, para calon murid Gioa Academy sekalian! Sekitar 10 menit lagi, kapal terbang akan mendarat di halaman Gioa Academy. Harap siapkan barang-barang kalian agar tidak ada yang tertinggal di dalam kapal!"
Dengan suara pengumuman yang keras seperti itu, sebagian besar murid mulai terbangun. Aven tidak menjadi salah satunya.
Selama 6 tahun di akademi dasar, satu-satunya keadaan dimana Aven bisa bangun tanpa dibangunkan Alice atau Viel hanyalah ketika alarm tanda ada yang menyerang akademi saat kelas 1 itu berbunyi, itu pun karena alarm tersebut memang dirancang agar berbunyi sekencang mungkin.
Karena itu, setiap pagi, Aven selalu menjadi yang terakhir untuk bangun. Bila Alice atau Viel tidak membangunkannya, ia hanya akan terbangun saat siang hari, dimana sinar matahari bersinar paling terang menembus tirai jendela.
Alice tertawa kecil dan mulai menggoyangkan bahu Aven.
"Aven.... Ayo bangun!"
Yang aneh adalah, suara pengumuman kencang tidak dapat membangunkan Aven, tapi volume suara normal dari Alice dan Viel dapat membangunkannya dalam sekejap.
Tentu saja, mendengar suara Alice, mata Aven langsung terbuka secara perlahan.
Ia menguap sambil menutup mulutnya dengan tangan. Drien dengan cepat memberikan segelas air juga kepada Aven.
Aven menerimanya dengan mata yang masih setengah tertutup. "Ehm... Terima kasih...."
"Tuan Aven. Sadar. Jangan mengantuk, nanti airnya tumpah," ujar Drien melihat tangan Aven yang sudah seperti jelly saking loyo-nya.
"Iyaaa...." Aven membalas. Ia menggosok mata dengan lengannya, berusaha menghilangkan kantuk.
"Kita sudah sampai Gioa Academy, ya?" Tanya Aven ketika ia menengok ke luar jendela.
"Um. Karena itu kita harus mempersiapkan koper kita."
°°°
10 menit berlalu, dan seluruh murid sudah berbaris seperti saat akan memasuki kapal terbang.
"Pintu akan dibuka sekarang. Berjuanglah dengan tes masuk kalian, para calon murid Gioa Academy!"
Tepat setelah itu, pintu besar kapal terbang terbuka dan seluruh anak-anak berjalan ke luar dengan tertib.
Hampir seluruh murid memperlihatkan rasa semangat dalam diri mereka.
Alice tersenyum. "Aku tidak akan bisa berhenti kagum dengan betapa mewahnya gedung akademi."
Di sisi lain, Drien terlihat tidak bisa berkata apa-apa. ".... Ini akademi?" Tanyanya dengan tidak percaya.
Gedung besar milik Gioa Academy berdiri tepat di depan mereka.
°°°
Words: 1942
Bonus FunFact:
Nama negara dan akademi kuambil dari bahasa Italia.
Amare: Cinta / Love
Giustizia: Keadilan / Justice
Umanita: Kemanusiaan / Humanity
Semplicita: Kesederhanaan / Simplicity
Affetto: Afeksi / Affection
Gioia: Kegembiraan / Joy
Armonia: Harmoni / Harmony
Compassione: Kasih Sayang / Compassion
Dolcezza: Kelembutan / Gentleness
Mungkin ini adalah update paling cepat yang pernah kubuat di book ini selain saat prolog sampai chapter 3 lol 🤣
Chapter kedua dari arc 2 selesai~
So... See you in next chapter!
Akhir kata... Thank you for reading!
If you like this chapter, you can appreciated me with like or comment!
See you!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top