11: Ancient Magic
"Bagaimana disana, Griff?"
"Berjalan dengan lancar. Kurasa Little Alice langsung sadar siapa aku di pandangan pertama. Insting anak itu hebat ya~!"
"Ingat. Jangan terlalu banyak bermain-main di sana. Mengerti?"
"Huh, kau sama tidak serunya dengan Rizzie! Terlalu serius~"
"..."
"Iya-iya~! Jangan diam saja, dong! Aku sudah dapat kepercayaan dari sebagian besar isi sekolah ini. Sihirmu benar-benar keren, ya! Padahal itu tidak berguna di pertarungan, haha!"
"Diam. Dan apa maksudmu dengan sebagian besar?"
"Ah, ya! Fio Evana, Relliana Morge, Enora Graymn, Seyra Mifraye, Aven Reffisa, dan Viel Grissam tidak begitu percaya denganku. Terutama 2 anak itu, Aven Reffisa dan Viel Grissam."
"...Anak itu mungkin menceritakannya pada mereka. Tidak mengherankan. Lalu guru-guru itu?"
"Entahlah~!"
"...Lanjutkan pengintaianmu. Rencana akan kita mulai tidak lama lagi."
"Baik~!"
A Second Chance for Life
•
•
•
A Fantasy Story
BY fallyndanella04
•
•
•
Enjoy!
Alice PoV
2 minggu penuh sudah berlalu semenjak kedatangan Griff. Tidak ada perubahan berarti yang terjadi selain aku yang sering merasakan hal yang tidak enak, terutama di sekitar Griff.
Hm.... Kalau dipikir-pikir lagi, aku penasaran dengan jenis sihir mereka.
Saat menculikku, lelaki berambut hitam dan bermata merah gelap --yang jika aku tidak salah ingat, Griff memanggilnya Rizzie-- menggunakan sihir kaku.
Sejujurnya, setelah aku pulang ke mansion, aku segera mencari tahu soal sihir itu. Tapi hasilnya tidak begitu memuaskan.
Sihir kaku adalah salah satu sihir kuno yang hampir tidak ada lagi yang menggunakannya. Sihir non-element dengan mantra yang rumit. Sihir tersebut dirasa tidak begitu berguna sehingga masyarakan perlahan-lahan melupakannya. Sihir kaku membuat targetnya tidak dapat bergerak.
Begitu penjelasan yang ada di buku. Tidak lebih, tidak kurang.
Selain soal sihir kaku, ada lagi yang membuatku penasaran.
Aku masih mengingat jelas awal kalimatnya, meski aku melupakan kalimat setelahnya. Rizzie berkata 'menurut penglihatan Drien'.
Sihir penglihatan.... Sihir macam apa itu? Sihir melihat masa depan? Entahlah. Aku tidak tahu. Di buku bahkan sama sekali tidak menulis apa pun soal sihir sejenis itu.
Hanya saja, sudah dapat dipastikan, kelompok Velnias memiliki kekuatan yang luar biasa. Aku tidak tahu kenapa mereka baru bergerak kembali 3 tahun yang lalu saat menculikku, dan setelah itu justru tidak melakukan apa pun lagi.
Tentu saja maksudku bukan mengharapkan mereka bergerak kembali, sungguh. Aku masih ingin hidup damai. Terima kasih.
Aku... Hanya sedikit curiga. Mereka punya kekuatan sebanyak itu, tapi mereka tidak melakukan apa pun. Apa mereka merencakan sesuatu?
Mungkin aku sedikit berpikir negatif. But I can't help it. Aku sedikit curiga dengan apa yang mungkin akan mereka lakukan.
Aku harap, aku memang hanya sedang berpikir negatif. Semoga tidak ada hal buruk yang terjadi.
(Meski aku tahu, kemungkinannya mendekati 0%. Apalagi dengan kehadiran Griff di akademi ini yang belum terlalu jelas tujuannya.)
°°°
Normal PoV
Ting tong teng
Bel jam istirahat sudah berbunyi. Sebagian murid seketika menghela nafas.
Wajah mereka yang terlihat lelah berubah menjadi lega ketika bel berbunyi.
Di dunia mana pun, sepertinya Matematika tetap bukanlah pelajaran favorit sebagian besar pelajar.
Alice merapikan buku pelajaran Matematikanya. Ia menatap kedua orang terdekatnya.
"Um, Aven, Viel. Apa kalian bisa makan siang tanpa diriku?" Tanya Alice.
Aven dan Viel --yang juga sedang membereskan buku mereka-- menoleh dengan terkejut. "Eh? Memangnya ada apa, Alice?" Mereka bertanya secara bersamaan.
"Ada yang ingin aku lakukan. Kalian bisa pergi ke kantin terlebih dahulu. Aku akan menyusul kalian nanti," jawab Alice.
Aven mengerutkan keningnya tidak senang. "Kalau begitu, kami akan menemanimu!" Ujarnya.
Viel mengangguk setuju. "Dalam keadaan seperti ini, ada baiknya tidak berjalan sendirian, Alice," nasihatnya.
Kali ini, giliran Alice yang memasang ekspresi terkejut. "Eh? Kalian tidak perlu repot-repot, Aven, Viel. Sungguh." Alice membalas Aven sambil menggelengkan kepala dan melambaikan tangannya.
Viel ikut membuka suara. "Tidak apa-apa. Kami tidak mungkin merasa direpotkan olehmu, Alice." Ia tersenyum lembut. Aven mengangguk semangat.
"Tapi...." Mata Aven berubah menjadi puppy-eyes. Jenis mata yang merupakan kelemahan Alice. "...Baiklah. Terima kasih, ya."
Aven dan Viel tersenyum senang. "Tidak perlu berterima kasih, Alice!" Ujar mereka bersamaan kembali.
°°°
"Alice, memangnya kau mau ke mana?" Viel bertanya ketika mereka bertiga sedang berjalan.
"Perpustakaan," jawab Alice.
Aven terlihat bingung. "Perpustakaan? Di sini ada?" Tanyanya.
Alice tertawa kecil. "Tentu saja ada, Aven. Amare Academy bukanlah akademi dasar terbaik tanpa memiliki apa-apa."
"Heeh. Memangnya apa yang ingin Alice cari di perpustakaan?" Aven bertanya lagi.
"Soal itu--" Perkataan Alice terhenti ketika matanya menangkap seseorang yang tidak ingin ia lihat sama sekali di akademi ini.
Aven dan Viel menatap bingung. Mereka bertambah bingung ketika Alice menarik mereka sedikit untuk bersembunyi di balik lorong.
Tak lama setelah Alice menarik kedua temannya, Griff dan salah satu guru yang merupakan wali kelas 5-B melewati mereka. Beruntungnya, Griff terlihat sedang asyik mengobrol dengan guru tersebut dan mungkin ia tidak melihat Alice tadi.
Tak lama setelah Griff melewati mereka, Alice menghela nafas lega. Ia tidak sadar kalau ia menahan nafas saat Griff melewati mereka tadi.
Viel mengintip sedikit ke arah yang dilewati Griff tadi. "Aman. Ia sudah tidak terlihat. Mungkin ia berbelok di lorong depan itu."
Aven memasang wajah waspada. "Sejauh ini, perilakunya masih belum aneh, jika kita mengecualikan saat ia berbicara sendiri kadang-kadang," ujar Aven.
"Begitulah. Tapi lebih baik kita tetap waspada di sekitarnya." Alice memberi peringatan yang dibalas dengan anggukan oleh kedua anak laki-laki di dekatnya.
"Lebih baik kita cepat ke perpustakaan." Alice menggenggam tangan saudara kembar dan sahabatnya, lalu segera berjalan kembali.
Alice, Aven, dan Viel melanjutkan perjalanan mereka menuju perpustakaan.
Namun, di sisi lain...
Terdapat keberadaan seorang pria dewasa berambut pirang dengan mata berwarna emas mengintip mereka. Sosok yang seharusnya sudah pergi, jika itu yang dikatakan Viel.
Griff mengulas senyum lebar. Ia beranjak meninggalkan ketiga anak tersebut sambil bersenandung kecil.
'Rasanya tidak sabar sampai rencana dimulai~!'
°°°
Skip Time
In front of Library
Tidak sampai 5 menit setelah peristiwa Griff yang melewati mereka, Alice dan yang lainnya sudah sampai di depan pintu perpustakaan.
Saat membuka pintu, mereka bertiga sama sekali tidak menduga akan melihat sosok yang pernah mereka temui.
"Oh, selamat siang! Kalian anak kelas 1 tahun ini, ya?" Frena menyapa mereka dari meja pengawas perpustakaan.
Frena Will, siswi kelas 6. Ia adalah sosok yang membantu calon murid kelas 1 yang terluka saat tes masuk sihir dan mengantar mereka ke ruang kesehatan.
Frena adalah seorang penyihir yang fokus di penyembuhan. Salah satu murid paling jenius di Amare Academy saat ini. Ia berambut kecoklatan yang bergelombang dengan bola mata berwarna ungu.
"Wah, anak-anak kelas 1 tahun ini benar-benar rajin, ya! Kalian sering memasuki perpustakaan. Sejak dulu yang banyak memasuki perpustakaan hanya kelas 4 sampai kelas 6." Frena tersenyum.
Perkataan itu menarik perhatian ketiganya. "Ada anak kelas 1 yang lain?" Tanya Viel.
Frena mengangguk. "Ya. Kalau aku tidak salah ingat, Marie Willdown dari kelas 1-A, Vast Belora dari kelas 1-D, dan masih ada lagi. Tetapi yang paling sering Marie dan Vast."
'Marie... Ah, yang menantangku/Alice waktu itu,' pikir ketiganya kompak.
"Apa ada buku yang kalian cari?" Frena bertanya.
Alice mendekati meja pengawas. "S-soal itu, um... Apa ada buku mengenai sihir kuno?" Tanyanya.
Frena menatap Alice dengan sedikit terkejut. Tak berselang lama kemudian, ia tersenyum lebar dan beranjak ke salah satu rak di dekat meja pengawas.
"Seleramu sangat menarik, ya! Nama kalian siapa?" Frena bertanya sambil menengok ke arah mereka sembari tangannya mengambil sebuah buku.
"Namaku Alice Reffisa. Salam kenal."
Aven tersenyum. "Aku saudara kembar Alice, Aven Reffisa! Salam kenal!"
Viel membungkuk kecil. "Viel Grissam, sahabat mereka. Salam kenal."
Frena mengambil buku yang tidak begitu besar dan beranjak mendekati Alice kembali. "Salam kenal, Alice, Aven, Viel! Namaku Frena Will, walau mungkin kalian masih ingat. Ini bukumu, Alice. Kau dapat mengembalikannya kapan saja selama tidak sampai 2 minggu."
Alice mengambil buku tersebut tanpa kesulitan (karena Frena menjulurkan tangannya ke arah Alice). "Terima kasih!" Ujarnya sambil tersenyum lebar.
Setelah mereka ke luar dari perpustakaan (tidak lupa memberi salam perpisahan untuk Frena), Aven membuka suara.
"Kenapa kau bisa penasaran mengenai sihir kuno, Alice?" Tanya Aven penasaran.
Ekspresi Alice berubah serius. Ia menggenggam buku dengan judul bertuliskan "About Ancient Magic".
"Ada sesuatu yang ingin aku cari tahu mengenai sihir-sihir kuno ini."
°°°
Skip Time
08.00 p.m
Night Time
Alice memasang wajah tidak puas. Buku ini memang lebih lengkap membicarakan soal sihir kuno, tetapi tidak terlalu banyak membantu.
"Dari ekspresimu... Sepertinya buku itu tidak memuaskan, ya, Alice?" Aven tiba-tiba muncul dan bertanya.
"Ah, Aven." Alice menoleh dengan sedikit terkejut. "Begitulah."
"Kau tidak perlu memaksakan dirimu, Alice. Katakan saja apa yang ingin kau tahu, aku juga akan membantumu." Aven berkata seperti seraya memeluk Alice manja.
"Rasanya sangat menyakitkan saat kau berusaha menanggung semuanya sendirian." Aven berbisik kecil di sela-sela pelukannya.
Alice merasa sedikit bersalah. Ia membalas pelukan Aven.
"Aven benar." Viel memasuki kamar asramanya sambil membawa 3 gelas sekaligus berisi teh hangat. "Aku juga akan membantumu jika kau kesulitan. Cukup katakan saja."
Alice mendongak ke arah Viel. Tak lama kemudian, Alice menunduk.
"Sebenarnya, sihir kuno itu adalah sihir yang digunakan kelompok Velnias. Aku tidak tahu apa benar-benar mereka semua menggunakannya, tapi setidaknya ada beberapa yang menguasak sihir itu. Aku ingin mencari tahu mengenai sihir itu. Aku ingin tahu apakah ada cara untuk mempelajarinya atau tidak. Setidaknya, aku ingin mengetahui apakah ada cara untuk melawan sihir itu."
Viel berpikir. "Hm... sihir kuno, ya? Sepertinya aku bisa menanyakan itu pada Orangtuaku lewat surat."
Aven mengangguk. "Kita dapat bertanya ke Orangtuaku dan Alice juga. Bicara soal itu, kita sama sekali belum mengirim surat ke mereka, Alice!"
Alice mengerjapkan matanya. Ia baru ingat. "Ah--benar juga!"
Melihat Aven dan Viel yang mediskusikan masalahnya, Alice tertegun.
"Aven... Viel...."
Aven melepas pelukannya dan Viel menaruh 3 gelas tersebut di meja. "Ya?" Jawab keduanya.
"Terima kasih."
Mereka berdua tersenyum. "Alice, sudah kami bilang, kau tidak perlu berterima kasih! Itu hal yang wajar, kan?"
Alice tersenyum dan mengangguk kecil.
'Tidak. Aku benar-benar berterima kasih pada kalian.'
'Aven, Viel, serta Ayah dan Ibu.... Kalian telah memberi pengaruh besar terhadap hidupku.'
°°°
Words: 1618
Chapter ini finish!! Akhirnya!! (Rasa-rasanya kata 'akhirnya' akan menjadi kata wajib setiap aku selesai mengetik chapter baru).
Rasanya tidak sabar untuk menulis bagian kemunculan kelompok velnias lagi! Selain Griff dan orang yang berkomunikasi dengannya, tentu saja~
Kurasa itu tidak akan lama lagi~
Baiklah! See you in the chapter 12!
Thank you for reading this chapter!
If you like this, you can appreciated me with like and comment!
Thank you!
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top