31. Gagal
Gadis itu menunduk dalam duduknya, ia terdengar meringis. Bibirnya gemetar merasakan rasa tertusuk di sekujur tubuhnya. Andi di depannya, berdiri, dengan sebuah alat penyetrum di tangannya.
Pria itu teringat saat dia mengancam Nia tiga tahun yang lalu. Andi tidak benar-benar menyetrumnya saat itu karena gadis itu penurut. Namun, kali ini berbeda. Gadis itu adalah pembangkang.
Inilah hasil pemberontakannya yang sia-sia: disetrum sampai tak berdaya. Nia berusaha untuk tetap sadar dan membuka matanya meskipun sensasi menusuk dari listrik yang baru saja mengenai kulit lengan berusaha membuatnya pingsan.
Rambutnya tiba-tiba dicekal dan ditarik ke belakang. Nia mengerang kesakitan. Dengan lebam dan luka kering di wajahnya, ia menatap sinis Andi di depannya.
"Kau mati malam ini," kata Andi. "Kupastikan semuanya berakhir hari ini."
Nia muak. Ia mengumpulkan ludah di dalam mulutnya, lalu mengeluarkannya. "Bangsat kau," lirih gadis itu, serak. "Kau akan dapat balasan yang lebih menyakitkan daripada ini."
Ludahnya tepat mengenai wajah Andi. Andi perlahan membuka matanya, menyeka liur di wajahnya, lalu menatap datar, tetapi rahangnya mengatup rapat dan mukanya memerah. Ia langsung menyalakan alat setrumnya lagi.
Nia terbelalak dan langsung berteriak. Andi langsung menyetrumnya sampai gadis itu pucat dan tertunduk tak berdaya karena pingsan. Nia tidak bisa lagi menoleransi sengatan itu lagi.
Andi kembali menyeka wajahnya dan mengelap ludah dengan lengan bajunya. Ia menoleh ke jendela kaca di sampingnya di mana hari sudah menjelang tengah malam.
Dia memalingkan kepala pada Nia, lalu menggulirkan mata ke rekan-rekannya yang sudah siap di ujung ruangan. Sedetik kemudian, Andi menganggut. Saatnya mereka beraksi.
Sementara itu, Aldi, Albert, Jeffry, disertai anak-anak buah Albert, sudah sampai di Pelabuhan Semayang. Mereka bersembunyi di sebuah kargo kosong tak berisi. Mereka memutuskan untuk berbagi tim dan bersembunyi secara acak. "Fokus ke air! Jangan biarkan Andi menjatuhkan Nia tanpa sepengetahuan kita!" Albert berbicara lewat earphone yang tersambung ke rekan-rekannya yang lain. Tidak ada sahutan. Albert anggap mereka sudah paham.
Jam menunjukkan pukul setengah 12. Belum ada tanda-tanda Andi akan datang. "Aldi, kau di mana?" tanya Albert.
"Kiri pelabuhan. Dekat dermaga," jawab Aldi. Pria itu bersama Wio dan beberapa orang lainnya.
"Bilang pada Wio untuk tidak bertingkah macam-macam." Albert menoleh pada Jeffry "Ini pesan Jeffry. Mereka memancing Wio. Jangan sampai pancingan itu berhasil."
Rasanya dari tadi Jeffry bilang bahwa ini adalah pancingan Andi untuk Wio. Kenapa Andi ingin mengumpannya?
Menyingkirkan semua pertanyaan itu, Aldi menoleh kepada Wio yang masih memperhatikan dermaga. Ia siap siaga memberitahu jika ada yang janggal.
"Akan kusampaikan." Aldi menepuk bahu Wio. "Hei, nanti jangan bertingkah sok pahlawan saat Andi terlihat. Biarkan rekan-rekan Albert yang mengurusnya. Kau terima bersih saja."
Wio memalingkan muka padanya. "Aku tahu."
Aldi menengok jam tangan. Sebentar lagi tengah malam. Jeffry dan Wio bilang semuanya akan terjadi di tengah malam. Sementara ada waktu, Aldi memeriksa amunisi di pistolnya dan memastikan pisau lipat sudah siap di kantong celananya.
Jam pun menunjukkan pukul 12 tepat. Pergantian hari. Tidak ada sesuatu yang terjadi.
Aldi, Wio, dan yang lain mengernyit. Suasana sepi, tak terdengar kedatangan Andi. Apakah mereka tahu ada pengintai di sini dan memilih untuk mengeksekusi Nia di sisi lain pelabuhan?
Baru saja hendak keluar dari persembunyian, mereka mendapati ada suara perahu mesin yang perlahan mendekat. Semua orang diam untuk mendengarkan lebih lanjut.
Aldi yang pertama kali mengambil tindakan. Ia keluar dari persembunyian dan melangkah pelan ke tepi pelabuhan. Ia mengintip dan mencari di mana asal suara perahu mesin itu. Dia menyipitkan mata mendapati ada sebuah speedboat di mana orang-orangnya berusaha menjatuhkan sebuah peti ke dalam air. Sepertinya inilah rencana yang dimaksud.
"Sejak kapan- Pak!"
Dor!
Aldi merasakan paha belakangnya panas dan ia langsung terduduk kesakitan. Andi sudah ada di belakangnya, entah kapan. Ia menurunkan pistol, menendang Aldi dan mendorongnya memakai kaki. Aldi berteriak memanggil bantuan lewat earphone-nya sebelum menghantam laut. Albert dan yang lain yang mendengarnya segera pergi ke tepi pelabuhan. Setelah sampai di sana, mereka menemukan Andi berdiri sambil mengisap rokok. Albert, Jeffry, dan yang lain berhenti dan jaga jarak dengannya karena pria itu membawa senjata api.
Wio sudah ada di belakang Andi, terduduk di tepi dermaga sambil mencari Aldi. Ia meneriaki Aldi di bawah. "PAK!" Lelaki itu sudah menyiapkan diri untuk terjun guna menyelamatkannya.
Albert terbelalak. Wio keluar dari persembunyiannya. Andi berada tak jauh di depannya.
"Wio, jangan!" Lelaki itu tiba-tiba terjun ke bawah untuk menyelamatkan Aldi. Ia masuk ke dalam air, menarik Aldi ke daratan pasir yang ada di bawah pelabuhan.
Pria itu meringis merasakan air garam masuk ke lukanya. Wio berusaha tidak memedulikan bau air laut yang bercampur dengan darah. Setelah berada di daratan, lelaki itu langsung berusaha menghentikan pendarahan di kaki Aldi.
Jeffry berlari ke pinggir pelabuhan untuk mengecek kondisi. Andi baru akan membidiknya sebelum Albert melancarkan peluru.
Albert menatap mengancam. Andi menghembuskan asap rokoknya, lalu terkekeh. "Keluar!" suruhnya di walkie-talkie. Dalam beberapa detik, mereka sudah dikepung oleh rekan-rekan G.A.N.J.A. Albert baru sadar kalau ia dan yang lain sudah keluar dari persembunyiannya. Albert berdecak kesal.
Jeffry menjatuhkan diri ke dalam air untuk membantu Wio untuk menepikan Aldi yang kesakitan. Namun, saat dia sudah berada di dalam air, Wio sudah tidak ada dan Aldi sudah selamat di tepi. "JEFF, WIO DI DALAM AIR, BERUSAHA MENYELAMATKAN NIA!" teriak Aldi dengan sisa kekuatannya. Jeffry terbelalak. Ia langsung menenggelamkan diri dan mulai berenang semakin dalam untuk mencari Wio.
Saat tengah berenang mencari keberadaannya, yang dicari tiba-tiba muncul dari bawah Jeffry, membuat dua lelaki itu kaget. Wio langsung mengisyaratkan tangannya untuk ke atas. Ia tampak kehabisan napas. Jeffry ikut dengannya dan Wio langsung mengambil napas setelah sampai di atas permukaan. "Nia! Bantu aku mengangkat Nia!"
Jeffry terbelalak sesaat sebelum mengangguk. Mereka kembali menenggelamkan diri.
Mereka berdua menyelam semakin dalam dan Jeffry dapat melihat ada sebuah boks berukuran medium perlahan jatuh ke bawah. Lelaki itu sempat berpikir boks apa itu, sebelum dia menyadari rencana Andi. Boks itu berisikan Nia!
Mereka sampai di dua sisi boks dan bersama-sama mengangkatnya sambil memacu kaki agar mereka dapat kembali ke permukaan. Jeffry dan Wio mengerahkan semua tenaganya karena boks itu berat, seperti ada sesuatu yang tersimpan di dalamnya. Jeffry bahkan nyaris kehabisan napas karena kelelahan, tetapi ia memaksakan dirinya.
Perjuangan mereka membuahkan hasil. Boks belum terlalu tenggelam ke laut, mereka masih bisa mengangkatnya. Wio dan Jeffry langsung mendorongnya ke daratan.
Aldi sudah mengikat lukanya dengan kaos yang dipakai, pria itu kini bertelanjang dada. Melihat Wio dan Jeffry mendekat dengan sebuah boks yang berusaha dibawa membuat Aldi terbelalak dan berusaha bangkit untuk membantu mereka.
Setelah sampai di permukaan, tanpa menunggu lama, mereka bertiga berusaha membuka tutup boks. Terpasang gembok, tetapi gemboknya tidak dikunci.
Yang berikutnya terjadi membuat Wio pucat dan panik luar biasa. Ia membuka boks tersebut, menemukan tubuh seorang gadis. Air sudah mengisi boks, sebagian kepalanya muncul ke permukaan. Dia tak bergerak. Tangannya yang ikut muncul ke permukaan air pun sudah memutih.
Wio buru-buru mengeluarkannya. Gadis itu memakai sebuah kaos dan celana pendek sepaha. Wio sempat terkesiap melihat banyak luka di tangan dan kakinya. Rasanya hendak menangis, tetapi ia menahannya. Wio membaringkan Nia di atas pasir yang basah, naik ke atasnya dan mulai menekan-nekan badannya.
Nia sudah terlalu banyak menghirup air. Ia sedang tak sadarkan diri, mungkin tengah meregang nyawa akibat kehabisan oksigen.
Wio menekan-nekan dadanya. Jeffry melepas ikatan tambang di tangan Nia dan memeriksa nadi tangannya, kemudian melebarkan mata karena tidak terasa denyutan.
Aldi memperhatikan Nia. Ia hanya bisa diam dan terbelalak. Akhirnya mereka menemukan gadis itu, tetapi dalam keadaan penuh luka, sudah kehabisan oksigen karena ditenggelamkan di air. Andi sudah kurang ajar. Seharusnya tadi mereka menjaga pelabuhan, bukan hanya bersembunyi di kargo. Bersembunyi di kargo menghalangi mereka untuk mencegah Nia ditenggelamkan.
"Nia! Bangunlah!" teriak Wio. Ia masih berusaha menekan dada gadis kesayangannya itu. Butir air laut jatuh dari rambutnya, mengenai wajah pucat Nia. Wajah itu membiru karena luka pukul. Bibirnya pucat. Wio berhenti menekan dadanya dan memberikan napas buatan. Ia harap itu barhasil, tetapi tidak. Lelaki itu kembali menekan-nekan dadanya.
Selagi ia berusaha menyelamatkan Nia, terdengar banyak letupan senjata di pelabuhan. Earphone Aldi terjatuh entah ke mana, padahal ia ingin menanyakan apa yang sedang terjadi.
Jeffry merinding. Andi berhasil memancing mereka untuk keluar dari persembunyiannya dan mengepung mereka, padahal katanya itu tidak masuk ke rencananya.
"Uhuk!" Nia terbatuk. Sedikit demi sedikit, air laut keluar dari mulutnya. Wio turun dari badannya, Nia memiringkan diri. Gadis itu memegangi dadanya, terbatuk keras berusaha mengeluarkan segala air dari paru-paru. Setelah berhenti batuk, ia perlahan membuka mata. Wio langsung merangkulnya. "Wi," panggil Nia, lirih. Wio rasanya hendak menangis haru karena akhirnya dia berhasil menyelamatkan Nia.
"Hei, kalian!" Wio, Jeffry, dan Aldi segera mendongak, melihat ke atas. Ada seseorang menengok ke arah mereka dari tepi pelabuhan. "Apakah itu Nia?" teriaknya lagi.
"Ya!" sahut Jeffry. "Kirim bantuan! Nia sedang kedinginan! Dia butuh medis sekarang juga."
Orang itu pergi dan tak lama kemudian, sebuah perahu mesin milik nelayan setempat datang menjemput mereka. Wio dan Jeffry mengangkat Nia untuk diamankan ke atas perahu yang sudah dihuni oleh satu nelayan dan beberapa petugas kepolisian. Setelah mengamankan Nia, Wio membantu Aldi untuk naik sebelum ia dan Jeffry menyusul.
Tak disangka, kepolisian Balikpapan mengetahui ada keributan di Pelabuhan Semayang. Entah siapa yang melapor, tetapi mereka segera memprosesnya terlebih ada Nia yang terlibat. Mereka langsung menuju ke lokasi dan melihat pertarungan hidup dan mati antara A.R.A.K. dan G.A.N.J.A.
Anggota G.A.N.J.A. langsung kabur menghindari tangkapan. Andi hilang bagai ditelan bumi. A.R.A.K. memilih bertahan dan membantu rekan mereka yang terluka. Mereka langsung dibawa ke kantor kepolisian untuk diinterogasi.
Salah satu dari mereka mendengar ada teriakan di bawah pelabuhan, jadi dia berinisiatif melihatnya. Ia terkejut kala menatap ada empat orang, tiga laki-laki, satu perempuan. Mereka sepertinya butuh bantuan. Namun, orang itu berteriak terlebih dahulu, menanyakan apakah itu Nia atau bukan. Setelah mendapatkan jawaban yang diinginkan, dia langsung menyuruh rekan-rekannya untuk perahu untuk menjemput gadis dan tiga orang lainnya.
Setelah Nia sampai di pinggir pantai, ia langsung diangkat dan dibawa ke dalam ambulans. Kepolisian Balikpapan menghela napas lega saat mengetahui gadis itu masih hidup. Namun, mereka tak percaya bahwa selama hilang, gadis itu disakiti sedemikian parahnya.
Andi gagal melancarkan aksinya. Wio, Jeffry, dan Aldi menghela napas lega.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top