24. Bos (2)

"Bos adalah orang besar di negeri ini. Dia yang memegang seluruh urusan narkotika di sini. Tiga kelompok yang ia ciptakan itu--alias kita, itu baru bagian kecilnya. Kalian akan kaget saat tahu banyak kelompok pengedar lain yang ada di Indonesia."

Jeffry mengerutkan dahi. Wio terkejut. Dia tak tahu bahwa kelompok-kelompok seperti S.A.B.U., G.A.N.J.A., dan A.R.A.K. dibuat oleh seseorang, bukan terbuat sendiri.

"Oh, ya!" Jeffry lagi-lagi menggebrak meja. "Kana memang tidak menceritakan tentang Bos, tapi aku ingat dia pernah berkata bahwa ada orang besar di balik tindakannya selama ini."

Phoska dan Wio mendengarkan dengan seksama.

"Setelah Kana meninggal, aku yang menggantikannya, memimpin S.A.B.U. Kurasa sejak itu konfliknya terjadi." Jeffry mengelus dagunya. "Konflik antara aku dan Andi."

Jeffry kembali ke masa lalu saat dirinya mendadak diajak bertemu oleh seseorang di Balikpapan. Dia membawa Albeta dan Linda di perjalanannya. Linda belum pernah ke kota. Sisanya tinggal di Sentra.

Mereka di kota hanya satu hari. Jeffry dan lainnya berangkat jam 2 pagi. Dia sampai ke Balikpapan sekitar jam 11 siang.

Jeffry dan mobilnya melaju ke tempat yang dituju. Albeta yang mengarahkan sambil memegangi ponsel di mana peta digital tergambar di sana.

Mereka datang di tempat tujuan, sebuah hotel. Seseorang bersetelan lengkap menekan sesuatu di telinganya, lalu menghampiri mobil Jeffry yang berhenti--Jeffry dan yang lain tengah terkesima karena itu kali pertama mereka diajak bertemu di hotel. Albeta bahkan memastikan apakah mereka tidak salah alamat.

Orang bersetelan itu mengetuk kaca supir. Jeffry segera menurunkan kacanya. "Ada apa?"

"Kau Kana, bukan?" tanya orang itu.

Jeffry mengernyit. Dia langsung menggeleng. "Dia sudah meninggal. Aku yang menggantikannya ke sini," jawabnya.

Pria muda dengan kacamata hitam itu tampak kaget sebelum menunduk. "Saya turut berduka." Dia menekan airpods di telinganya, mengabari apa yang sudah ia dapatkan.

"Ya sudah, parkirkan mobilmu. Kemudian, ikut saya menemui Bos," perintahnya. Jeffry mengangguk, sempat ragu, tetapi dia memarkirkan mobilnya. Mereka turun dari sana. Sambil menggendong sebuah tas berisikan barang-barang penting, mereka mengikuti orang bersetelan tadi dan masuk ke dalam hotel.

Mereka segera menuju lift, orang bersetelan itu menekan angka 10. Jeffry, Albeta, dan Linda tak berniat mengajak pria itu bicara. Linda pun hanya menarik-narik baju Albeta sambil menunjuk CCTV. "Apakah itu yang dinamakan kamera pengawas?" tanyanya.

"Ya, itu yang dinamakan kamera pengawas, atau CCTV," jawab Albeta, sambil tersenyum. Linda mengangguk-angguk.

Lift pun berhenti. Mereka keluar dari sana, berjalan di lorong yang sepi. Mereka berjalan lurus ke pintu di depan. "Ini adalah ruang pertemuan kalian." Mereka pun berhenti tepat di depan pintu itu.

"Satu hal yang harus kalian perhatikan." Orang bersetelan itu mengecek jam tangan. "Jaga sikap kalian. Kalian menemui banyak orang penting di dalam sana."

"Sebenarnya pertemuan apa ini?" tanya Albeta. Ia baru menyadari bahwa pertemuan itu terlihat tertutup dan cuma orang tertentu yang bisa menghadirinya.

"Kau akan tahu setelah masuk ke ruangan." Orang itu berhenti mengecek jam tangannya. "Bos akan datang sebentar lagi." Dia berbalik dan memegang gagang pintu. Ia pun membuka benda tersebut dan terlihatlah sebuah ruang pertemuan yang terdiri dari tiga meja besar panjang membentuk huruf U dengan panggung di tengahnya. Kursi-kursi sudah ditata di meja tersebut.

Jeffry, Albeta, dan Linda terkesima. Mereka memandangi lampu mewah yang tergantung di atas panggung. Mereka berjalan ke kursi sesuai petunjuk pria bersetelan tadi. Mereka duduk di sisi kanan meja, menghadap ke meja seberang di mana Jeffry segera memandang dingin. "Andi," gumamnya.

Jeffry dan dua temannya pun duduk di kursi yang sudah disediakan.

Andi di meja seberang tengah bersama dengan Nathan dan Pak Kumis. Andi memandang sinis Jeffry, Nathan dan Pak Kumis hanya mengernyit. "Bos, kenapa Anda menatap begitu ke anak-anak Kana itu?"

"Aku punya saingan baru," jawab Andi. "Membunuh Kana ternyata tidak cukup untuk membuat mereka tunduk."

Pak Kumis dan Nathan saling pandang. Musuh Andi adalah musuh mereka juga. Jadi, mereka pun melayangkan tatap kurang mengenakkan pada anggota S.A.B.U.

Jeffry saat itu belum mengenal Albert dan Phoska yang duduk tepat di depan panggung. Mereka dan satu rekannya cuma memandangi Andi dan Jeffry yang saling bertukar benci lewat mata. Albert mau mengajak Jeffry bicara agar dia punya atensi lain selain anggota G.A.N.J.A., tetapi, ia mengurungkan.

Beberapa saat kemudian, Bos yang dimaksud datang. Bos tiga kelompok pengedar di Kalimantan Timur.

Linda langsung menyeletuk. "Itu yang mau menemui kita?" Dia menunjuk ke arah laptop yang segera disambungkan ke proyektor yang terletak di tengah-tengah meja berbentuk U mereka. "Sejak kapan laptop punya nyawa?"

"Stt!" Albeta langsung mendiamkannya. Pertanyaan konyolnya itu terdengar oleh semua yang ada di ruangan itu. Albeta merasa malu karena Linda bercerocos mengenai hal yang bukan-bukan.

Layar proyektor diulur. Sebuah gambar terlihat. "Wallpaper laptopnya gambar kucing!" seru Linda, bertepuk tangan, senang. Para anggota A.R.A.K. sempat terkekeh geli. Anggota G.A.N.J.A. cuma menatap dingin.

Gambar di layar proyektor mulai berubah. Sebuah panggilan video tersambung pada seseorang lewat komputer itu.

Suara laptop dinyaringkan. Terdengar suara statis sejenak di pengeras suara yang terletak di pojok kanan-kiri panggung. Sementara suara laptop masih diatur agar bisa terdengar jelas di pengeras suara, pria bersetelan lain--bukan yang tadi--membagikan tiga headset wireless dengan mikrofon kecil di telinga kanannya. Jeffry, Andi, dan Albert memakai benda tersebut.

Benda itu sudah diatur cuma untuk berbicara, bukan mendengar. Pengeras suaralah yang bertugas melakukan itu.

"Sudah?" Sebuah suara serak berwibawa terdengar. Laptop berhasil menyambungkan suara dari panggilan video di laptop ke pengeras suara.

"Sudah, Bos." Terdengar suara Andi menyahut. Seseorang yang cuma ditampakkan badannya. Dia sedang berpakaian tuksedo, ada dasi kupu-kupu di lehernya. Wajahnya tak nampak, cuma sampai dagu, dagunya ditumbuhi sedikit bulu. Urat-urat tangan di punggung tangan terlihat, menambah kesan arogan dalam penampilannya.

Jeffry berhenti bercerita. "Kurasa itulah yang kausebut Bos," katanya sambil menatap Phoska. Phoska mengangguk. Ia membenarkan bahwa itulah Bos.

Jeffry kembali bercerocos.

"Kulihat semuanya hadir sesuai yang kuinginkan. Bagus." Dia bertepuk tangan sejenak. "Apa kabar kalian, Andi, Kana, dan Albert?"

"Kana sudah meninggal." Jeffry langsung mengoreksi. "Aku Jeffry, anak buah yang menggantikannya."

"Hem? Kana meninggal?" tanya Bos, terkesan santai. "Aku turut berduka kalau begitu." Para anggota S.A.B.U. hanya diam, tak tahu bagaimana mau menanggapi.

"Baiklah, aku mengumpulkan kalian semua karena aku merasa ada ketidakseimbangan yang terjadi antara kalian bertiga. S.A.B.U., G.A.N.J.A., dan A.R.A.K." Bos pun mulai membicarakan maksudnya mengundang tiga kelompok itu. "Kurasa A.R.A.K. yang memulainya."

Jeffry menoleh ke anggota A.R.A.K., mereka memasang wajah sendu. Terlihat hendak membela diri seakan bukan mereka yang memulai, tetapi memilih diam dan mengangguk agar masalah cepat selesai. "Maafkan kami, Bos," ucap Albert. Pria tambun dengan mata kirinya yang ditutupi kasa itu menunduk dengan wanita di sebelahnya--Phoska--yang terbelalak tak suka atasannya mengaku bersalah untuk kesalahan yang tidak ia lakukan.

Seakan melihat tatapan Phoska, Bos pun bertanya. "Apa ada sesuatu yang salah, Phoska?"

Phoska langsung menoleh gelagapan ke layar proyektor. Albert menyikut lengannya, mengisyaratkan agar dia menggeleng saja. Phoska mau tak mau menuruti perintahnya. Jeffry memicingkan mata. Ada yang tidak beres ada kelompok yang dipimpin dua orang itu.

"Saya sangat beruntung bisa mengungkap kejahatan mereka pada Anda." Suara Andi terdengar. Dia menyombongkan diri. Jeffry menoleh ke arahnya dan menemukan anggota G.A.N.J.A. tersenyum licik. Memang ada yang tidak beres.

"Aku sangat berterima kasih akan usahamu, Andi," sahut Bos. "Sangat menyenangkan mengetahui bahwa ada pengaduan yang dapat membuat A.R.A.K. bisa menjadi lebih baik lagi. Sebagai tanda terima kasih, G.A.N.J.A. mendapatkan setengah penghasilan A.R.A.K." Andi tersenyum senang.

Jeffry melebarkan mata. Penghasilan. Ini ada hubungannya dengan Kana.

"Aku tidak setuju!" Jeffry langsung menyanggah. "Apa yang A.R.A.K. lakukan sampai-sampai kau mengadukan mereka, Andi?" tanyanya dengan pandang selidik.

Anggota A.R.A.K. mendongak, Andi mendengkus. "Penipuan," jawabnya. "Jika dibiarkan terus-menerus, dampaknya langsung kepada Bos, bukan kepada mereka. Jadi, aku melindungi Bos dari semua hal yang merugikan akibat ulah mereka." Dia kembali menyeringai.

"Tidak." Ganti Phoska yang menyanggah. "Kami tidak melakukan apa-apa. Kami dijebak oleh sekelompok orang di luar sana sampai-sampai kami tak tahu sudah melakukan penipuan," belanya. "Dan kalian adalah kelompok pertama yang kami curigai, Andi." Phoska menatap bengis. Andi mendengkus tak suka.

"Oh, ada kekeliruan pengaduan?" tanya Bos.

Albert menenangkan Phoska. Dia melepas headset-nya, berbicara pada wanita itu. "Diamlah. Kita bisa dibunuh kalau begini."

"Tapi, Albert-"

"Phoska, ini demi A.R.A.K. Aku tak mau mereka dibunuh, kumohon," pinta Albert, memegang tangan Phoska, memelas. Phoska terdiam. Matanya terlihat berkaca-kaca. Ia menggeleng tak mau, tetapi Albert menyakinkan bahwa menyerah saat itu adalah keputusan terbaik.

"Tidak, tidak ada yang keliru. Saya yang keliru," kata Phoska kemudian. "Maaf, Bos."

Bos terdengar lelah. "Perilaku kalian yang meragukan itu membuatku jadi lebih memercayai G.A.N.J.A. untuk memegang penghasilan kalian. Baiklah, keputusanku telak! Tidak ada yang dapat memrotesnya lagi."

"Aku protes."

Jeffry lagi-lagi menyanggah. A.R.A.K. dibuat terbelalak, Andi langsung melotot, mengancamnya untuk segera tutup mulut.

"Bos, kau pasti kenal dengan ayah angkatku, Kana. Pemimpin G.A.N.J.A. itu, aku dengar sendiri dia ingin memakai cara curang. Ia ingin S.A.B.U. berhenti bekerja untukmu, tapi untuk dia semata." Jeffry pun mengadukan apa yang dulu pernah ia dengar dari Kana. Andi kaget. Jeffry mengingatnya.

"Benarkah itu, Andi? Kau meminta mereka tunduk tanpa izin terlebih dahulu padaku?" tanya Bos.

Andi menoleh gugup ke layar proyektor, lalu menggeleng patah. "Untuk apa aku izin, Bos? Mereka memang sudah tak layak bekerja untukmu. Kau juga 'kan yang bilang bahwa G.A.N.J.A. sudah menjadi kelompok pengedar nomor satu di Kalimantan Timur? Jadi, kami bebas menentukan apakah kelompok lain bisa bekerjasama dengan kami atau tidak," elaknya.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top