17. Kronologi
Di sebuah lapas di Samarinda, sudah kabur dua tahanan yang dipenjara. Mereka meninggalkan tiga rekannya yang memilih untuk mendekam padahal sudah memiliki banyak kesempatan untuk kabur. Melihat adanya kejanggalan pada mereka, kepolisian Samarinda berinisiatif untuk bertanya pada mereka.
Pak Kumis merupakan pria berusia 50 ke atas. Badannya kurus, wajahnya garang. Kumisnya melintang, rambutnya acak-acakan. Dia diinterogasi di dalam ruangan seluas tiga meter kubik.
"Apa kau tahu kenapa Andi kabur, Pak?" tanya interogator, secara pelan, tidak terdengar mengancam. Pak Kumis diam dengan tatapan kosong ke meja interogasi.
"Apakah kau memiliki informasi kenapa dia kabur?" Interogator menginginkan motif. Pak Kumis dan dua lainnya mungkin memiliki jawaban itu. Ia harap mendapat jawaban, yang meskipun tidak memuaskan hatinya, tetapi dapat membuatnya berpikir lebih lanjut mengenai kaburnya pengedar ganja itu.
Pak Kumis berangsur-angsur menegakkan kepala. Dia menatap orang-orang di depannya dengan tatapan tenang, nyaris seperti orang putus asa. "Seseorang akan mati lagi kali ini," ucapnya.
Tidak ada korelasi dengan pertanyaan interogator, jadi si penanya pun mengernyit bingung. "Apa maksud, Bapak?" Dan dengan tatapan kembali kosong, Pak Kumis menjawab, "Andi adalah seekor anak serigala. Jika dia kehilangan induknya, dia akan tersesat, dan jatuh ke sebuah sungai yang dalam."
Interogator semakin bingung. Ia meminum segelas air yang sudah disediakan di atas meja. Pak Kumis bukan tipe puitis. Pak Kumis di depannya seperti pria tua yang lain.
"Jawab saya, saya mohon, Pak."
Pak Kumis mendongak. Kali ini, tatapan yang dilayangkan menyiratkan penuh amarah. Dia bangkit dari duduknya dan menendang meja. Interogator dan polisi yang menjadi asisten di sampingnya kaget, kesakitan merasakan sisi meja yang mengenai dada dan paha mereka.
"MATILAH KALIAN! MATILAH AKU!" teriaknya. Pak Kumis berusaha melepaskan diri dari borgol besi di tangannya. Dia berlari dan menubruk pada polisi yang hendak menyergapnya. Satu berhasil jatuh, pria tua itu meraih pistol yang jatuh dari kantong si empunya.
Dia langsung mengarahkannya ke kepalanya. Baru saja akan menekan pelatuk, tangannya diraih dan pistolnya diambil. Pak Kumis kembali memberontak.
Ia berhasil melepaskan diri lagi dan mendapatkan pistol kembali, sebelum mengarahkan lagi ke kepalanya dan menekan pelatuk dengan gemetar. Kemudian, dor! Satu peluru berhasil melayang dan bersarang. Pak Kumis terbelalak merasakan sakit di mata kirinya. Dia menembak dirinya sendiri dan jatuh di tempat sebelum dinyatakan meninggal.
Pak Kumis bunuh diri.
Beberapa hari kemudian, Nathalia dipanggil. Dia wanita berumur 25 tahun yang dipenjara karena terbukti membantu Andi menculik banyak gadis muda untuk dijual dengan keuntungan sepihak. Wanita cantik dengan rambut bergelombangnya itu menatap interogator di depannya dengan tatapan kosong.
Interogatornya tidak sama dengan interogator Pak Kumis, jadi tidak ada yang tahu bahwa tatapan kosong tersebut adalah tatapan hendak bunuh diri. Nathalia dikenal sebagai tahanan perempuan pemberontak. Namun, di hari di mana ia ditanyai, dia tidak mengamuk atau berusaha kabur seperti sebelum-sebelumnya. Tak jauh berbeda dengan Pak Kumis, Nathalia tidak menjawab pertanyaan interogator.
"Apakah kau tahu sesuatu mengenai kaburnya Andi?"
"Andi menyukai anggota yang loyalitas, tidak tahu bahwa dirinya tak bisa bertanggung jawab. Namun, dia pria manis yang sudah memperbaiki hidupku dan Nathan. Betapa kami senang mengenalnya di separuh umur kami." Nathalia malah tersenyum. Interogator tentu saja bertanya-tanya kenapa jawabannya malah itu.
"Andi adalah seekor anak serigala yang terlihat sepele, tapi menakutkan. Jika pertumbuhannya tidak diawasi, dia bisa besar dan melukai hewan-hewan lain. Serigala adalah pemangsa, layaknya singa dan harimau." Nathalia bangkit dan menghampiri satu polisi yang menjaga pintu ruangan. Semua yang bersenjata sontak mengeluarkan pistolnya dan mengarahkan pada Nathalia. Jika wanita itu hendak memukul, mereka siap melayangkan peluru bius.
Interogator berdiri, menyuruhnya untuk kembali duduk di kursinya. "Duduk kembali, Nathalia!"
Nathalia tersenyum kepala polisi di depannya, meraih pistol di celananya, mengarahkannya ke kepala. Si polisi baru sadar Nathalia berhasil mendapatkan pistolnya. Ia baru akan merebutnya sebelum dor! Nathalia berhasil menembak dirinya sendiri tepat di pelipisnya.
Nathalia bunuh diri.
Dua rekan Andi sudah bunuh diri. Hal ini menimbulkan pertanyaan. Kenapa mereka melakukannya, kenapa jawaban mereka malah tidak sesuai dengan pertanyaan yang diajukan? Apa motif mereka melakukan bunuh diri itu?
Nathan pun dipanggil. Dia diinterogasi oleh dua orang interogator dari Pak Kumis dan Nathalia. Ia pun ditanyai mengenai kenapa dua rekannya yang lain memutuskan untuk bunuh diri. Mereka sudah lupa untuk menanyakan Andi yang kabur.
"Kami adalah orang-orang yang dikhianati. Malang sekali, sepertinya sudah ditakdirkan untuk mati dalam kesedihan." Lagi-lagi, jawaban yang tidak sesuai dengan pertanyaan. "Terkutuk kami yang tak dapat membunuhnya, terkutuk dia yang tidak segera membunuh kami untuk mengakhiri penderitaan."
Siapa sangka, Nathan ternyata membawa pistol sendiri ke ruangan interogasi, secara sembunyi-sembunyi. Nathan mengangkatnya, mengarahkannya ke kepala bagian kanannya. Lelaki itu perlahan mengucurkan air mata. "Terkutuk aku yang tak bisa hidup tanpa kakakku." Ia menangis sesenggukan. "Terkutuklah serigala kecil yang kejam itu," ucapnya, pelan.
Dan setelah itu, dor! Rekan terakhir Andi yang berada di dalam penjara menembak dirinya sendiri. Dua interogator di depannya kaget bukan main dan merasa bahwa jawaban orang-orang ini dan tindakan mereka bukanlah hal yang manusiawi.
Nathan bunuh diri.
Dua interogator itu segera berkonsultasi kepada detektif yang sedang ada di kepolisian, memaparkan semua yang dilihat, semua yang ditemukan. Mereka memutuskan untuk mengusutnya sampai malam. Terkumpul banyak hipotesis yang terjawab. Kematian tiga orang ini seperti ada yang mengganjal.
Andi, disebut oleh ketiga rekannya sebagai seekor serigala kecil. Serigala kecil yang kehilangan induknya. Dia berkeliaran di luar sana dan akan masuk ke dalam sungai yang dalam, artinya jebakan. Pak Kumis rasa polisi akan berusaha menjebak Andi yang kabur sehingga dia tertangkap dan kembali dimasukkan ke jeruji besi.
Namun, setelah dipikir-pikir, itu terlalu mudah. Andi merupakan buronan yang sekali kabur, susah ditangkap. Jika sebutan 'serigala kecil tersesat yang bakal masuk dalam sungai yang dalam' diperuntukkan untuk Andi, seperti kurang cocok, kecuali untuk Dandi.
Atau, ada sesuatu yang berbahaya yang juga mengintai Andi di luar penjara. Andi ingin menghadapi bahaya itu, tak mau lama-lama menunggu dan membiarkannya pudar begitu saja. Dia sedang menantang maut.
Kemudian, Andi diselidiki dengan kelompok pengedarnya yang disebut G.A.N.J.A. Mereka memiliki urusan dengan kelompok pengedar lain bernama S.A.B.U. Anggota-anggota S.A.B.U. sedang mendekam di lapas kelas 2 di Tenggarong.
Tidak ada historis yang menyebutkan bahwa Andi merupakan seorang pendendam, jadi detektif dan dua interogator itu tak tahu bahwa S.A.B.U. inilah bahaya yang ditantang Andi. Dia kabur dari penjara untuk memberikan pelajaran pada mereka.
Andi dan Dandi memiliki orang-orang kepercayaan di dalam lapas. Mereka menyamar sebagai sipir dan mendapatkan senjatanya masing-masing. Dengan topeng di wajah, mereka masuk ke penjara dan mencari sel di mana Jeffry dan yang lainnya sedang beristirahat. Andi di lapas lelaki, Dandi di lapas perempuan. Dandi bisa dengan cepat menghabisi rekan-rekan perempuan Jeffry yang terdiri atas Linda, Bu Rasih, dan Shinta. Andi butuh waktu untuk membunuh Albeta dan Pak Ari karena Pak Ari bisa mengimbangi kekuatannya. Mereka berkelahi, Pak Ari berusaha melindungi Albeta, sebelum tewas di tangannya.
Andi menghampiri Albeta, menodongkan senjata, sudah siap untuk menembakkan amunisi sebelum dirinya ditarik kuat ke belakang dan bogem mentah melancar ke wajah. Andi oleng dengan Jeffry yang meraih jaketnya.
"Bajingan! Bajingan!" teriaknya, bergema di lapas sepi yang orang-orangnya sudah berlarian keluar untuk menyelamatkan diri. Andi berusaha menangkis serangannya, berhasil menusuk kakinya, dia segera kabur untuk bersembunyi. Jeffry tak menghiraukan rasa sakit, dia memeriksa Pak Ari, Albeta sudah lari mendahului. Andi sudah mengarahkan moncong senjata dari persembunyiannya. Saat Albeta terlihat, Andi menyeringai, Albeta-lah yang tertembak. Tiga peluru pun bersarang di badannya.
Jeffry yang kaget lekas mendekatinya dan berusaha membantunya. Andi mengendap-endap dan menghampiri mereka berdua. Albeta terbelalak, Jeffry melihat tatapannya. Dia akan menoleh ke belakang, Andi setengah berlari sambil melayangkan senapan. Duk! Senapan mengenai kepala dengan keras. Jeffry langsung terjatuh ke badan Albeta dan mengerang sejenak sebelum pingsan.
Albeta masih berusaha sadar. Dia berusaha membangunkan Jeffry.
Andi membuka topengnya. Albeta yang melihat pun terbelalak. Lampu lapas yang tadinya putih temaram, menjadi merah pertanda ada bahaya. Andi menyeringai di tengah-tengah cahaya merah di belakangnya. Dia kembali memasang topengnya dan meninggalkan Albeta yang perlahan melemah.
Andi sudah melayangkan tatap mengancam pada Albeta. Artinya, dia sengaja hanya melukai lelaki itu agar ia bisa menceritakan pada Jeffry bahwa Andi sudah kabur, dan ia mengincar mereka berdua.
Andi dan Dandi kabur, dibantu orang-orang yang mereka percaya. Mereka pun bersembunyi kembali dan mencari waktu yang tepat untuk mencelakakan Albeta. Satu-satunya cara agar Andi bisa meraih kontrol Jeffry secara penuh adalah dengan membunuh Albeta. Namun, bukan dia yang akan melakukannya, melainkan Dandi. Dandi pun Andi tekan, Dandi tak tahan. Dia memutuskan untuk pergi karena Andi berusaha menyalahgunakannya. Ia tidak mau menjadi peliharaannya.
Maka, Dandi pun menyuruh Ilham untuk mengecek kapan Albeta tidak dijenguk. Dandi pun ingin bertemu dengan Jeffry, tetapi dalam keadaan Albeta yang sudah mati, dan Jeffry melihatnya secara langsung. Jadi, dia memilih waktu pagi tepat saat Jeffry sedang berangkat ke rumah sakit.
Jeffry berhasil menemui Albeta, tetapi Albeta tidak terbunuh di tangan Dandi. Ia mendadak gemetar, tak bisa melanjutkan perbuatannya untuk memutus nadi lawannya. Dia ditahan, berhasil melepaskan diri, dan menodongkan pistol ke kepalanya. Saat itulah puzzle terakhir terungkap.
Kenapa Andi kabur dari penjara? Karena dia ingin menyakiti Jeffry. Ia ingin Jeffry tunduk di bawahnya. Satu-satunya cara agar lelaki itu mau adalah dengan membunuh semua rekannya yang dipenjara.
Puzzle terakhir itu, hanya Jeffry yang tahu. Aldi dan Albert tidak tahu. Jeffry memilih untuk tetap tutup mulut mengenai apa yang dikatakan Dandi. Ia masih tidak menyadari bahwa itulah hal yang menjadi jawaban kenapa empat orang G.A.N.J.A. bunuh diri, Nia diculik, dan Albeta disakiti. Aldi dan Albert pun tidak tahu kalau Jeffry memegang jawaban itu.
Malam ini, sipir menjenguk lapas, memastikan semua tahanan sudah masuk ke selnya masing-masing. Sipir kaget mengetahui bahwa Jeffry tak ada di selnya, jadi dia bertanya pada petugas lain. Mereka semua menggeleng tak tahu.
Mereka pun mengecek CCTV, terlihat Jeffry berhasil kabur entah bagaimana dan dilihat dari lokasi chip-nya, dia berada di area jembatan penyeberangan antara Tenggarong ke Tenggarong Seberang. Mereka terbelalak. Apa yang lelaki itu lakukan di sana?
Mereka segera melapor dan petugas khusus dikirim untuk menjemputnya. Entah sejak kapan anak itu berhasil keluar dan berjalan sejauh itu tanpa ketahuan.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top