#8: A Perfect Clues

Belum sempat Chester dan Cheryl menjawab pertanyaanku barusan, tiba-tiba aku mendapat 'serangan' yang mengagetkan, dan bikin panik.

Ya, sekumpulan besar sesuatu 'menghajar' memori ingatanku. Kenapa aku pakai kata menghajar itu, karena mereka menyerbu masuk ke dalam kepalaku bagaikan terjangan banjir bandang saja. Eh, aku jadi lupa kalau sudah tidak mempunyai kepala alias tubuh fisik manusia lagi.

"Apa yang telah kau perbuat tadi, Cheryl?" tanyaku berteriak histeris. "Sekarang memoriku mendadak dibanjiri banyak informasi!"

Kulihat Chester beranjak dari duduknya. Otomatis Cheryl terbangun dari pangkuan kembarannya itu.

"Apa yang terjadi padamu, Sobat?" tanya Chester yang tertarik akan masalah diriku. Pemuda ini memang selalu terlihat penuh minat.

Cheryl malah diam tanpa kata. Ekspresi tenangnya membuatku jadi marah. Kenapa dia tidak mau langsung bertanggung jawab atas apa yang telah terjadi padaku ini?

"Sialan kau, Cheryl! Kau tidak mau bertanggung jawab atas penuhnya memoriku sekarang! Aku hampir kewalahan menghadapi semua ini!"

"Hei Stevan, jaga bicaramu!" Chester menegurku dengan keras. "Cheryl juga tidak mau peristiwa tadi terjadi padanya. Dia cuma tidak bisa mengendalikan bakat alami miliknya sendiri."

"Bakat indigo maksudmu, Ches?" tanyaku telak. "Terima kasih sudah tidak bilang sejak awal kalau kalian punya bakat indigo," sindirku mantap.

"Kau bisa melihat kemampuan indigo?" rupanya Chester meragukan diriku.

"Hei! Secara fisik, aku ini cuma seonggok otak dengan pikirannya yang dimanfaatkan untuk sistem komputerisasi rumah. Tentu saja aku bisa menangkap gelombang energi dari semua bakat indigo yang sedang berlangsung."

"Jadi siapa saja penghuni rumah ini yang punya bakat indigo juga?" tak kusangka Chester melontarkan pertanyaan yang cerdas itu -- logikanya sungguh luar biasa. Sebelum aku sempat menjawab, dikeluarkannya sekali lagi jurus bertanya, "Apa kau malah jadi ingat kapan dirimu mulai..."

"Bisakah kalian hilangkan kebiasaan buruk untuk menjawab pertanyaan dariku sebelumnya, baru kemudian menanyakan hal lain?" tanyaku dengan nada tinggi, karena mulai merasa kesal. Pasangan kembar ini sungguh menjengkelkan.

"Tak kusangka sekarang kau bisa bersikap keras juga, Stevan. Beda dengan dirimu yang dulu sewaktu kita masih sekolah," sekalinya menjawab, mulut Cheryl malah mengeluarkan kata-kata yang bisa membuat dirimu jadi naik pitam.

"Kenapa kau biarkan saja Chester berbicara denganku sejak tadi, Cher?!" hardikku dengan suara sangat keras. Lalu bisa kudengar cukup jelas suara detak jantung mereka berdua.

"Tak kusangka sekarang kau pandai mempermainkan orang dalam sikap diammu, Cher," sindirku telak padanya. Tak kupedulikan bagaimana reaksi Chester nantinya.

"Baguslah kalau kau sudah mengenal seorang Cheryl Cherlone. Selamat untukmu, Christevan!"

"Selamat juga untukmu Cheryl Cherlone karena aku akan memberitahukan hal terpenting dari masa lalu kita. Kau bakal menyesal mendengarnya," aku merasa sekaranglah saat pembalasan sakit hatiku selama sekian tahun ini yang tepat.

"Sobat, bisa kita tidak keluar dari topik utama dulu?" Chester sialan malah memotong setelah kalimat keduaku selesai. "Bukankah tadi kau ingin tahu bakat indigonya Cheryl yang menyebabkan memorimu jadi penuh?"

"Cukup, Chester! Dia sudah membuat dirinya tidak layak untuk mengetahui bakat indigo kita," kata Cheryl dengan tegas pada saudaranya.

"Maafkan aku, Cher. Untuk kali ini, aku harus sependapat dengannya. Bakat indigo milikmu yang membuat memorinya jadi penuh. Dan sejak tadi kau diam saja -- benar juga pemikirannya -- seolah kau ini mau lepas dari tanggung jawab, dan bersikap tidak sportif pada kami berdua."

Mendengar respon yang cukup panjang itu, aku jadi salut pada Chester.

"Tidak sportif katamu?!" Cheryl kembali terlihat emosional, namun lebih tampak arogan untuk kali ini -- menurutku.

"Kalau kau tidak betah bersama kami di sini, silakan kau putuskan saja sesuai kondisi perasaanmu," sungguh luar biasa si Chester ini menghadapi sosok kembaran perempuannya yang memang hampir selalu sulit diantisipasi.

"Dasar laki-laki memang makhluk menyebalkan!"

Dalam sekejap, Chester sudah berjarak sangat dekat dengan Cheryl. Kombinasi kedua jari tangannya beraksi menyentil bibir tipis itu. Selain kaget, si pemilik bibir juga terlihat merasa takut dan miris.

"Sudah kuperingatkan kau untuk tidak lagi bawa-bawa jender," ucap Chester dengan kalem, tajam, dan sedingin es kutub.

Air mengalir dari kelopak mata Cheryl. Dalam tangisan kecil tanpa suara, dia meminta maaf atas luapan emosinya.

"Kontrol emosimu, Cher. Kendalikan egomu juga dan bersikaplah sportif, maka kau akan dihargai," nasihat Chester yang kuduga sudah kesekian kalinya terlontar.

"Sobat, kami punya bakat indigo yang berbeda," ujarnya padaku. "Aku ini pembaca pikiran, sehingga sewaktu kami datang tadi, aku berkeliling untuk mencari keberadaan seseorang dengan cara menangkap aktivitas otaknya. Di sisi lain, Cheryl punya bakat clairvoyance yang memampukan dirinya melihat masa lalu, masa kini di tempat lain, dan masa depan. Seringkali kesadarannya juga hadir dalam lingkup ketika sebuah masa itu terjadi. Stevan, apa kau jadi sudah bisa mengerti fenomena yang juga menimpa dirimu tadi?"

Aku jadi paham. "Berarti aku terseret ke masa lampau terjadinya suatu peristiwa yang diungkap dari buku album kenangan itu. Benar begitu, Ches?"

"Tepat sekali, Sobatku yang pintar," jawab Chester padaku dengan nada bangga.

"Selama di masa lalu tadi, dia berada di dalam kepalaku--," sahut Cheryl menimpali. "--itulah yang membuatku tidak nyaman, Ches. Bukankah kau sudah mengenalku dengan dekat?"

"Jadi kau dendam padaku karena aku ada di dalam pikiranmu itu tadi, Cher?" tanyaku menebak. Aku menjadi sosok yang perasa setelah mendengar kata-kata sahutannya tadi.

"Aku cuma merasa tidak nyaman saja, Stevan. Tolong jangan diartikan lain," kali ini barulah dia bersikap sportif. "Dan ingat, tadi kau masih berhutang padaku untuk mengatakan sesuatu dari masa lalumu untuk membuat diriku menyesal."

"Cher, bisakah kesampingkan dulu hal-hal pribadi?" tegur saudaranya.

"Baiklah, tapi sekarang topik apa yang mau kita bahas?"

"Tentu saja pencarian Mama Lynn -- tujuan utama serta misi kita di sini. Sekarang, kita tidak perlu repot lagi mencari dan mengumpulkan berbagai petunjuk untuk menemukan sesuatu, yang biasanya tersebar secara acak."

"Apa maksudmu, Ches?" pertanyaannya mewakili juga kebingunganku dalam usaha membaca jalan pikiran Chester.

"Kini semua petunjuknya sudah terkumpul di dalam suatu wadah yang memang ditakdirkan untuk menjadi tempatnya berada. Prosesnya justru terjadi berkat kejadian clairvoyance punyamu tadi yang turut membawa dirinya ikut serta ke masa lalu. Sosok Christevan saat inilah yang disebut sebagai a perfect clues."

☆☆☆☆☆

Notes:
A Perfect Clues = sepaket petunjuk yang sempurna.
*sepaket di sini --> se'sosok' sistem.
*karena didahului kata "paket" maka kata "petunjuk" bermakna ganda/bentuk jamak --> clues (English; plural)

Apa ada hal-hal menarik baru lagi yang kamu dapatkan di chapter ketiga bertema Clue ini?
Kalau ada, silakan tuliskan aja di sini 👇

Ada sesuatu jugakah yang bisa kamu pelajari dari APC sampai sejauh ini?
Kalau memang ada, silakan share di sini 👇

Ada yang sudah bisa menduga akan membahas apa/siapa tema 'petunjuk' chapter keempatClue dari APC ini?

Untuk memudahkan melanjutkan membacanya, silakan:

1.Jika bisa, buka aja dari link berikut:
https://tinlit.com/read-story/4326/17777

2.Jika tidak, carilah promosi Chapter 9 APC di wall akun wp saya di tgl. 1 Februari 2020 pk.14.10

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top