Kisah Julia 3
"Video ini pasti editan," kilah Anton. Ia merebut remote dari tangan Julia dan mematikannya.
"Ini ulah orang yang gak suka dengan aku, dia cari orang yang mirip aku dan Asti lalu dibuatlah video itu. Ada yang ngirim ya? Jangan percaya, Mah!" Anton melempar remote ke atas sofa.
Julia tersenyum sinis mendengar tutur kata suaminya. "Video itu direkam di ruang kerjamu, aku menyuruh orang memasang kamera tersembunyi." Julia berkata datar.
Wajah Anton pucat mendengar penuturan istrinya. "I ... itu karena aku ... khilaf, ya khilaf."
"Aku punya video-video lainnya, kamu berkali-kali melakukannya. Itu bukan khilaf, Pah." Julia berkata tegas.
"Aku ... aku jenuh di kantor." Anton membuat alasan.
"Jenuh kau bilang?! Aku istrimu, kapan pun kamu mau aku pasti melayani. Aku gak pernah menolak. Setiap melakukannya kamu juga selalu puas. Dan sekretarismu itu sudah bersuami, kalian memang pasangan yang pas. Tukang selingkuh!" tunjuk Julia pada suaminya yang terlihat tak tenang.
"Mama jangan asal bicara!"
"Lalu sebutan apalagi yang pantas untuk kalian selain itu, hah! Aku sudah mengirim video ini pada suaminya Asti, biar dia tahu istrinya pezina."
"Rumah tangga dia bisa berantakan, Mah."
"Lalu bagaimana dengan rumah tangga kita? Apa Papa mikir ke situ pas melakukan hubungan terlarang dengan Asti? Nggak kan!"
Anton hanya menunduk tak sanggup berkata-kata di hadapan istrinya. Tangannya mengepal.
"Aku sudah menghubungi bagian HRD perusahaan agar Asti dipecat dan diganti dengan sekretaris yang baru."
"Mama gak punya hak memecat karyawan,"
"Tentu aku punya, sebagian saham perusahaan milik ayah dan ayah sudah memberiku izin melakukannya."
"Kamu ... bilang ke ayah soal Asti?" Anton khawatir istrinya melapor pada ayahnya. Perusahaan tempat ia memimpin milik sang ayah yang kini dikelola olehnya.
"Saat ini ayah belum tahu tentang perselingkuhanmu, tapi kalau kau melakukan lagi aku pastikan ayah akan lebih memilih menantunya daripada anaknya sendiri."
Julia meninggalkan suaminya dengan rasa geram luar biasa. Ia masuk ke dalam kamar lalu menguncinya dan menangis.
Sakit
Marah
Benci
***
Semenjak Asti berhenti dari pekerjaannya hidup Julia terasa lebih tenang. Suaminya juga selalu tepat waktu saat pulang dan lebih perhatian padanya dan anak-anak mereka.
Julia menatap foto pernikahan mereka yang menggantung di dinding kamarnya. Setahun sudah sejak suaminya ketahuan selingkuh dan kini tak ada kabar berita apa pun yang mengindikasikan suaminya selingkuh. Dalam hati Julia berdoa agar hidupnya tetap tenang seperti ini.
"Mikirin apa Ma, diem gitu?" tanya Anton sambil mencium pipi istrinya.
"Aku sedang merenung dan bersyukur hidup kita sekarang tenang dan bahagia."
"Merenungnya jangan kelamaan, kita kan mau ke restoran pizza. Sudah janji sama anak-anak."
"Owh iya, aku ambil tas dulu."
"Papa, liat anak-anak dulu ya udah siap apa belum."
"Iya."
***
Kedua anak Julia tampak senang, mereka makan pizza pesanan mereka dengan lahap sambil sesekali bercanda.
Gawai Anton berbunyi nyaring. "Pa, ada telpon tuh." kata Julia menyela Anton yang sedang menyuapi putra bungsu mereka.
Anton menaruh potongan pizza yang ada di tangan lalu mengambil gawainya yang ada di saku celana.
Begitu melihat layar gawai, Anton terlihat tegang. "Kenapa, Pa?" tanya Julia.
"Aku terima telpon dulu," Anton berdiri lalu menjauh dari meja menuju ke area samping resto yang sepi yang sepi pengunjung.
Julia menyadari perubahan ekspresi suaminya. Ia curiga, instingnya sebagai istri mengatakan ada hal yang tidak beres.
"Kids, tunggu di sini sebentar ya. Mama mau ke toilet."
"Iya, Ma. Jangan lama-lama," pesan si sulung yang baru saja memasuki jenjang sekolah dasar.
"Cuma sebentar kok. Mama kebelet pipis." Julia beralasan.
Julia melangkah ke arah tempat suaminya menerima telpon. Ia berdiri tak jauh dari posisi suaminya. Bersembunyi di balik pepohonan penghias restoran.
"... aku segera ke sana, kamu di rumah sakit mana, Sayang?" tanya Anton pada lawan bicaranya di telpon.
Sayang? Apa Mas Anton punya selingkuhan lagi?
"Sabar ya, aku pasti segera datang. Aku sayang kamu dan anak kita."
Mendengar kalimat suaminya, jantung Julia bergemuruh. Ia mengepalkan tangannya kuat-kuat.
Aku harus kuat! Harus kuat! Demi anak-anakku.
Julia merapalkan kalimat itu berkali-kali itu di dalam hati.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top