A Passionate Age Gap - 1

Halo, Guys...
Selamat Malam.

Aku bawa kabar gembira nih buat kalian yang setia mantengin kisah Rico dan Almira dalam judul A Passionate Age Gap.

Kisah mereka sudah tamat loh, dan bisa kalian baca full babnya di akun KK punyaku.

Atau, kalian bisa klik link di bawah ini untuk meluncur langsung ke ceritanya:

https://karyakarsa.com/Fielsya/a-passionate-age-gap-full-bab

Yuk, buruan baca lanjutan A Passionate Age Gap sekarang juga.

Terima kasih.

💥💥💥💥💥

Kumatikan mesin mobil setelah memastikan bahwa posisinya di garasi sudah pas dan tidak terlalu mepet dengan dua motor matic yang berjejer rapi di samping kiri, dan sebuah mobil jenis hatchback warna merah bermerk Toyota Yaris milik Reva, istriku, di sebelah kanannya.

Sambil menggulung lengan seragam cokelat kebanggaan keluarga, kutengok jam yang melingkar ganteng di pergelangan tangan. Jam itu masih menunjukkan pukul tujuh malam. Sedikit rasa heran terlintas dalam benak, karena tidak biasanya istriku itu sudah berada di rumah jam segini.

Sejak dua tahun lalu Reva memiliki kebiasaan baru, yaitu pergi nongkrong bersama rekan-rekan modelnya hingga menjelang tengah malam. Alasannya karena bosan, tidak ada yang bisa diajak bermain di rumah, atau tidak ada aktivitas berarti yang bisa dia lakukan.

Hal itu tidak pernah aku permasalahkan, karena memahami kondisinya yang mungkin sedikit banyaknya tertekan karena di usia pernikahan kami yang hampir sepuluh tahun, kami belum juga dikaruniai seorang anak. Bukan tanpa sebab, Reva mengalami penyumbatan saluran tuba yang menyebabkan terhalangnya proses pembuahan sel telur. Dokter sudah menyarankan agar kami melakukan terapi, atau operasi pemotongan salah satu saluran tuba karena kondisinya memang sudah kronis. Namun, Reva selalu menolak yang aku sendiri tidak pernah tahu apa alasan sebenarnya.

Aku keluar dari mobil, hendak masuk ke rumah. Di ambang pintu yang terbuat dari kayu jati cukup lebar, aku berpapasan dengan beberapa wanita dan seorang pria yang bisa kubilang sama gagahnya denganku. Postur tubuhnya begitu ideal, dengan otot-otot yang tercetak jelas di balik kemeja ketatnya.

"Mas, kami balik dulu ya. Jangan lupa, kapan-kapan Mas Rico yang main ke tempat kami. Jangan kerja mulu," sapa Nindya, salah satu sahabat Reva yang aku kenal cukup baik, sebelum akhirnya mereka berlalu dari hadapanku menuju sebuah mobil di depan gerbang yang baru saja datang.

Aku hanya tersenyum dan mengabaikan mereka yang terdengar tertawa lepas entah karena apa. Tercium aroma alkohol begitu menyengat ketika kaki ini melangkah ke ruang keluarga. Banyak sampah bekas makanan, puntung rokok, dan beberapa botol anggur merah dengan kualitas terbaik yang berserakan di ruangan itu.

Yang bisa kulakukan hanya menggelengkan kepala. Sudah berkali-kali aku menegur Reva agar tidak bertindak keterlaluan dengan mabuk-mabukan, tapi tak sekali pun dia menggubrisku. Pantas saja di antara para wanita yang kutemui tadi, salah satunya ada yang jalan sempoyongan seraya bergelayut manja di pundak pria asing itu. Rupanya mereka telah bersenang-senang di rumahku.

Bisa kupastikan, saat ini, Reva sedang tidak sadarkan diri di kamar kami. Niat untuk masuk ke kamar, kuurungkan. Rasanya akan makin lelah saat harus menghadapi Reva yang sedang mabuk. Apalagi, libidonya yang tinggi, sudah pasti akan memaksaku untuk melayani hasratnya. Bukan aku tidak mau, tapi dia selalu beradegan hot ketika mabuk, membuatku lepas kendali, layaknya seorang wanita penghibur yang sedang melayani kliennya. Sayangnya hal itu tak berlaku ketika istriku itu dalam keadaan sadar. Seolah hubungan ranjang itu hanya dilakukan karena terpaksa. Tak ada gairah, tak ada godaan, tak ada durasi panjang seperti ketika mabuk.

Sebagai lelaki normal yang begitu mencintai istri, tentunya aku sangat berharap adanya gairah yang setara ketika pergumulan itu terjadi dalam keadaan sadar. Sama-sama menikmati sentuhan, dan hentakan masing-masing. Entah sejak kapan dia berubah, yang jelas, hubungan ranjang kami sudah tak seharmonis seperti beberapa tahun lalu.

Aku memutuskan untuk membersihkan diri di kamar tamu. Beruntung, ruangan ini tak tersentuh oleh para pemabuk itu, atau aku akan merasa pusing karena bau alkohol yang cukup menusuk indra penciuman.

Setelah melepas semua pakaian dinas harian, aku bergegas masuk ke kamar mandi dengan keadaan yang sudah tanpa sehelai benang pun. Di bawah guyuran shower, aku berkhayal, seorang wanita berada di hadapanku. Membelai lembut rambut, tengkuk, hingga adik kecilku ini. Entah siapa yang aku bayangkan, yang jelas dia bukan Reva. Sejak aku merasakan perubahannya, gairah ini tak lagi sama untuknya. Jujur saja, akhir-akhir ini pun, aku juga selalu membayangkan wanita lain ketika tubuhku tengah menyatu dengan Reva, untuk mencari kepuasan seksualku sendiri.

Di tengah aktivitasku yang sedang berusaha kembali menidurkan "adik kecilku", terdengar suara ponsel. Dengan cepat aku membasuh kepala dan wajahku, memastikan otakku kembali bersih untuk berbicara dengan orang yang sudah beberapa kali mencoba meneleponku.

"Astaga, sabar dong. Lagian siapa sih, ganggu fantasi orang aja," gerutuku sambil terburu-buru mengambil handuk yang ada di lemari kecil depan kamar mandi. Kulilitkan dengan cepat handuk tersebut ke bagian bawah perut, dan meraih ponsel yang sebelumnya sudah tergeletak di atas kasur. Rupanya panggilan video, dan tertera jelas di layar ponsel nama penelepon, "Gadis Nakal."

"Ih, lama banget sih, angkat telfonnya? Sibuk banget ya?" Dasar bocah, nggak pakai salam, nggak nanya kabar, malah ngomel. "Oh my God! Jadi Kakak lagi mandi? Auh, seksinya. Eh ngomong-ngomong, jangan bilang kalau Kakak lagi .... Ya ampun, kalian lagi staycation? Kok nggak ngajak sih? Second honeymoon ya?"

Ya salam, belum juga sempat jawab pertanyaan pertama, ini malah nyerocos lebih banyak lagi. Aku mengibaskan rambut yang masih basah sambil memerhatikan wajah yang ternyata tampak masih muda walaupun usia sudah lewat dari kepala tiga. Dadaku juga cukup bidang, dengan bulu-bulu yang tumbuh hampir menutupi dada bagian tengah. Pantas saja banyak wanita yang masih berusaha mendekatiku. Rupanya aku memang masih terlihat gagah.

"Bisa nggak kebiasaanmu yang cerewet itu dikurangi? Kakak jadi bingung mau jawab pertanyaanmu yang mana?" jawabku seraya tetap memerhatikan penampilanku. Kapan lagi bisa narsis di depan perempuan selain istriku?

"Yaelah gitu aja bingung. Tinggal jawab aja sih, kenapa lama angkat telfon? Lagi buatin aku ponakan di kamar mandi sambil staycation?" Si Gadis Nakal mengulangi pertanyaannya.

"Nggak juga. Aku lagi di kamar tamu ...."

"What? Kamar tamu? Ngapain Kakak mandi di sana? Kamar mandi Kakak rusak? Terus mana tuh sainganku?" tanyanya menggebu-gebu.

Ya Tuhan, kalau saja gadis ini ada di sini, dan bukan adikku, pasti akan kusumpal mulutnya dengan bibirku sendiri. Bagaimana bisa ada wanita secerewet ini? Untungnya Reva tak sebawel dia, atau aku mungkin tidak akan betah lama-lama ada di dekatnya.

"Berisik banget sih, Al? Lagian saingan apa coba? Jangan ngaco deh!" tegurku yang sepertinya paham apa kalimat apa yang akan dia lontarkan selanjutnya.

"Ya saingan, dia kan yang udah rebut perhatian Kakak dari aku. Semenjak Kakak nikah, udah nggak pernah lagi ngajakin aku staycation atau sekadar nge-mall bareng." Wajah gadis ini seketika berubah. Bibirnya maju hampir lima senti dengan wajah mendadak sendu dan mata menunjukkan binar kesedihan.

"Kamu kangen Kakak, atau jangan-jangan sebenarnya kamu udah lama naksir Kakak dan cemburu sama Reva? Iya?" tanyaku penuh selidik.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top