Orang-orang yang Jatuh dari Langit - Rosyid H. Dimas
Judul : Orang-orang yang Jatuh dari Langit
Penulis : Rosyid H. Dimas
Koran/Tanggal: Solo Pos, 5 Agustus 2018
Cuplikan:
Dunia sedang gempar. Di seluruh negara di penjuru bumi berjatuhan orang-orang dari langit. Koran-koran lokal, nasional, dan internasional setiap hari memuat peristiwa itu—terpampang di halaman muka dengan foto sensor seorang lelaki telanjang yang telungkup di atas tanah yang menganga dan berasap. Di internet, peristiwa itu menjadi trending topic dengan hastag #orangorangyangjatuhdarilangit.
Kesan pembacaan
Dari paragraf pertamanya saja saya langsung tertarik. Apalagi judulnya juga menggigit. Ada apakah dengan orang-orang yang jatuh dari langit? Siapa mereka? Kenapa jatuh? Apakah di langit sana ada pemukiman lain atau cuma keisengan Tuhan yang ingin mempermainkan hamba-Nya?
Di cerpen koran, apa pun bisa terjadi. Begitu pun di cerpen ini, yang diceritakan orang-orang (semuanya pria) jatuh dari langit tanpa luka sedikit pun dan menghasilkan kawah selebar lima meter di tempat pendaratannya. Awal mulanya di Los Angles. Kemudian menyebar ke kota-kota besar seperti Jerman, Itali, Mesir, Inggris, Jepang, hingga negara-negara berkembang yang sibuk membahas kasus korupsi dan reklamasi pulau.
Cuaca yang makin tidak menentu dibuat lebih tidak menentu dengan kejatuhan orang-orang.
Yang menarik dari cerpen ini adalah idenya, kenapa dan mengapa? Hal tersebut layak ditelusuri sebagai permainan imajinasi antara pembaca dan pengarangnya. Namun, di pertengahan cerita, sudut pandang orang ketiga serba tahu tersebut berganti ke sudut pandang orang ketiga terbatas antara Dzikrun, Zuha, dan Samo.
Why oh why, ini dari Mesir kok ke Dzikrun? Setelah membahas kota-kota besar, penulis banting sudut pandang ke warung kopi di samping perlintasan kereta api di kota Jakarta. Rasanya jomplang. Kebantingnya terasa sekali. Kayak dihantam kenyataan hidup, eh.
Padahal, bila sudut pandang itu tetap utuh sampai ke pembahasan kenapa dan mengapa orang-orang itu jatuh dari langit, pasti bagus. Jadi, dari sebuah kasus besar, meruncing ke kasus kecil. Dengan perkiraan-perkiraan yang mungkin bakal mewakili kepelikan hidup dalam pentas yang singkat.
Di warung kopi pun, perihal orang-orang yang jatuh dari langit ini tidak mendapat penyelesaian. Selesai berspekulasi, apakah mereka alien atau malaikat. Pembaca tidak disuguhkan jawaban pasti. Malah, Zuha buru-buru mengusir pelanggan terakhirnya karena ada kencan di losmen. Ketika masalah itu benar-benar jatuh di hadapan mereka, ketiga orang itu cuma berjalan cepat dan pura-pura tidak tahu.
Mungkin penulis cerpen ini ingin mempresentasikan ketidakpedulian warga kita yang kerap kali bacot dulu, bertindak belakangan. Ngomonginnya paling cepat, tetapi untuk benar-benar beraksi tidak mau sama sekali. Jika memang itu niat penulis, rasanya ide orang-orang yang jatuh dari langit itu terlalu 'wah'. Seperti coba memberi semua pernak-pernik, hiasan, dan bungkus terbaik demi satu ide sederhana yang sebenarnya bisa dipertunjukkan lewat adegan lain yang lebih merakyat.
Kembali lagi, semua itu cuma spekulasi. Apa maksud dan tujuan penulis, hanya dia dan Tuhan yang tahu jawabannya.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top