ANOK Mau Lagi

Peringatan!
Pada bab ini kalian (mungkin) akan memaki, mengumpat, berkata kasar, dan mengirim santet online kepada salah satu tokoh. Harap sediakan air minum supaya tidak kehausan setelah membaca. Terimakasih. Salam sehat dan seksiiih🤪

Orangtua diizinkan melihat-lihat lukisan yang ada sementara seluruh murid dikumpulkan di kelas Nursery One yang letaknya paling dekat ruang gym. Bergandengan tangan dengan Sandra menuju kelas N1, Kimmy melupakan sejenak kesepiannya. Murid-murid latihan menyanyikan lagu 'You're not Alone' yang akan menjadi persembahan terakhir acara lelang amal. Kimmy berdiri di deretan ketiga, deret pertama untuk kelas Pre-Nursery, deret kedua untuk kelas Nursery One, deret keempat dan kelimat untuk kelas yang lebih besar. Semua bernyanyi dan bergerak mengikuti arahan guru-guru di depan mereka. Suasana menjadi heboh saat Sherly, guru dari kelas PN berbicara.

"Remember, friends. You will sing and move your body to your friends in orphanage. We talked about them before, they need your help to be happy. Do you wanna see their smile?" Kata Sherly membangkitkan semangat murid-murid.

"Yes!" Seru semua murid. Bahkan murid paling kecil ikut bersorak, entah mereka paham atau tidak.

"Then sing with your bright smile. Move your body and be happy on stage. Okay?"

"YES!!"

Penampilan murid-murid di atas panggung sangat memukau penonton. Walau ada satu-dua kekacauan akibat beberapa murid diam saja dan bergerak tidak beraturan, pertunjukan tetap dinilai sukses.

Selepas acara, orangtua menuju meja resepsionis untuk membayarkan lukisan milik anak mereka. Beberapa ada yang asyik menyantap makanan yang disajikan. Murid-murid bergerombol bermain di kelas yang dibuka, beberapa kelas yang tidak difungsikan dikunci. Arsee membawakan lukisan-lukisan murid yang akan dibeli ke meja resepsionis. Kimmy di ujung koridor, memperhatikan gerak-geriknya.

"What's happen, Kim?" Arsee mensejajarkan tinggi badannya dan Kimmy.

"My painting," lirih Kimmy menunjuk satu-satunya lukisan yang tertinggal di atas meja.

Arsee bertugas menyiapkan lukisan yang sudah dibayar orangtua, dan dia hapal lukisan Kimmy belum dibeli siapapun. Seharian ini, Kimmy juga tidak dicari oleh siapapun yang mengaku pendampingnya. Pak Yadi, sopir Papa Kimmy, pun tidak ada. Malang sekali murid satu ini.

"Mungkin nanti lukisan kamu akan dibeli orang," kata Arsee berusaha menyemangati. Kimmy menolak perkataan Arsee, dia memilih duduk di pojokan, celah antara dinding dan meja. Menekuk lututnya dan diam. Arsee mendongakan kepalanya, menghalau cairan apapun yang ingin keluar dari matanya. Sampai satu suara memanggilnya.

"Arsee!" Sandra berjalan tergopoh. Keringat bermunculan di keningnya.

"Kenapa, kak?"

"Liat Kimkim?"

"Oh, Kimkim. Tuh di pojokan." Mendengar namanya disebut, Kimmy mendongakan kepalanya. Matanya mengerjap sarat akan kesedihan yang dirasa dalam dirinya. Namun kerut pada dahi Sandra membuatnya tambah terluka.

"Dia kenapa?" Bisik Sandra pada Arsee yang masih bisa ditangkap Kimmy.

"Nggak ada yang ambil lukisan dia." Kimmy membenamkan wajahnya di antara kedua pahanya. Tidak ada yang dia inginkan kecuali pulang.

"Kimkim, makan puding yuk sama Miss Sandra," ajak Sandra sudah berjongkok di hadapan Kimmy.

Kimkim menatap Sandra datar lalu bertanya, "Lukisanku jelek ya?"

Sandra tidak langsung menjawab. Pertanyaan sederhana Kimmy jelas tidak sesederhana maknanya. Sandra butuh jeda memikirkan jawaban tepat. Dia mengangkat badan Kimmy yang dibalas bayi gemuk itu dengan mengalungkan lengan ke lehernya. Dia membawa si balita ke meja tempat lukisan caterpillar biru dan matahari jingga berada. "Miss pikir lukisan Kimkim sangat indah. Boleh Miss Sandra beli lukisan kamu?"

"Boleh miss," sahut Kimmy cepat. Dia tidak tahu yang semestinya membeli lukisan murid adalah orangtua murid tersebut. Yang dia tahu, dia bisa bersorak bahagia seperti Luth dan Revi saat lukisan mereka dibeli orangtua mereka. Kepalanya mengangguk berkali-kali sarat kebahagiaan.

"Terima kasih. Ini pasti lukisan yang cantik untuk dipajang di ruang tamu rumah Miss Sandra," puji Sandra tulus. Bagaimanapun dia melihat usaha muridnya ini membuat goresan lukisan kekanakan tersebut.

"MissSan suka lukisan aku?"

"Sure. Why not? Ini lukisan yang indah."

Saking bahagianya, Kimmy menghadiahi Sandra satu kecupan di pipi. Hal yang dia pelajari saat Lizzie senang, Dinan bangga, dan Ana puas pada dirinya. Saat ini Kimmy merasakan ketiganya; senang, bangga, dan puas pada Sandra.

"Thank you," bisik Kimmy. Dia menyusupkan wajahnya pada kerah seragam Sandra, terlalu bahagia hingga ingin melompat, berlari, dan berteriak. Tapi dia tidak ingin Sandra marah dan batal membeli lukisannya. Jadi yang bisa dia lakukan adalah memeluk Sandra, menyandarkan kepalanya dengan pikiran berbunga-bunga. Apalagi elusan Sandra di punggungnya. Kimmy merasa sangat baik.

***

"You know papa, Miss San buy my caterpillar," kata Kimmy masih dengan seragamnya. Mulutnya tidak henti mengunyah cokelat hadiah Dinan saat menjemput papanya di kantor.

"Your caterpillar?" Dinan tidak benar-benar memperhatikan ucapan Kimmy. Dia masih menekuni laptop pada pangkuannya.

"Yes, my caterpillar dibuat dari blue color, orange color, green color, so many color," cerita Kimmy bersemangat. Dinan hanya berdehem dan melanjutkan gerakan jemarinya pada tuts keyboard. Tidak sama sekali melirik Kimmy. "On the auction, Daddy Luth pay our class painting. Luth say Daddy Luth pay five million. What is million?"

Million?

Dinan menoleh pada Kimmy yang menunggu jawabannya. "Million itu nominal angka. Kenapa ada auction di sekolah Kimmy?"

"Miss said we sell painting then the orphanage happy," kata Kimmy menirukan bagaimana guru-guru di sekolah menjelaskan pentingnya acara amal yang mereka buat.

Detik itu, Dinan tahu, dia melupakan sesuatu. Sesuatu yang mungkin penting bagi puterinya. Yadi menatapnya melalui spion tengah tepat ketika mobil berhenti di lampu merah. Tatapan mata Yadi makin menguatkan tebakan Dinan.

"Surat undangannya ada di mana, Yad?" Tanya Dinan lemah akan jubelan rasa bersalah pada Kimmy.

"Di selipan kursi, pak."

Dinan menutup laptopnya. Tangannya terulur untuk menjangkau kertas berwarna biru yang ada di sandaran kursi dekat dirinya duduk. Undangan yang terlipat rapi masih berbungkus plastik bening. Dinan tertawa miris. Dia membuka dan membaca detail isi undangan.

Kesadarannya terkumpul. Lukisan Kimmy dibeli guru kelasnya. Sekarang dia merasakan perasaan bersalah sudah membuat anaknya sendiri tampak butuh dikasihani.

Bego!

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top