ANOK 23

ANoK 23 dalam;
Pertemuan Tidak Sengaja

Sandra menghindari Dinan. Itu makin jelas ketika dia pulang, Sandra pergi tanpa pamit bertatap muka dengannya.

"Papa ada cellphone," kata Kimmy. Tangannya mengangkat ponsel Dinan yang menampilkan pesan masuk.

Dinan mendekati Kimmy yang duduk di atas kasur, mengobrak-abrik isi dalam tas kerjanya. Apalagi yang Kimmy cari kecuali oleh-oleh. Dinan sudah melepas kemejanya, menyisakan kaos dalam dan celana dasar. Dia menerima ponsel itu dan membuka pesan aplikasi.

Bayu:
Hi, punya waktu? Malam ini di SHY Rooftop.

Dinan mengernyit membayangkan dirinya diajak ke situ. Bayu jelas bukan mengajaknya makan malam santai berdua, yang ada mereka malah tampak sebagai pasangan kencan. Tebakannya Bayu ingin mengajaknya minum.

Me:
Ok. Jam 10 malam ini.

Matanya melirik Kimmy yang menemukan permen Fox dari saku depan tas. Menggunakan gigi, Kimmy berusaha membuka bungkus permen itu. Bungkus permen Fox cukup dibuka pelintiran ujungnya. Melihat Kimmy yang berupaya mendapatkan sesuatu, dia teringat omongan Sandra semalam. Mungkin dia perlu belajar dari Ana yang memberikan keleluasaan bagi Kimmy mengeksplorasi. Sementara dia terlalu banyak khawatir. Orangtua memang kebanyakan begitu, berupaya memproteksi anak dari kecelakaan yang mana berpotensi mengurangi ruang gerak dan perkembangan mental si kecil.

"Kim, bagaimana kalau malam ini Om Novan menemani kamu?"

"Om Novan tidak keeja?"

Membayangkan Kimmy ditambah Novan, sepasang alis Dinan sudah menukik tajam. Bukan pilihan yang dia mau. Kalau kepepet, memang Novan pilihan paling mudah. Murni dan Yadi memiliki keluarga yang menunggu mereka di rumah. Sandra, perempuan itu sudah kabur sejak tadi. Selama dia pergi, perlu ada seseorang yang menjaga Kimmy. Jadi, dia kembali menempelkan ponselnya untuk menghubungi Novan.

***

SHY malam ini lumayan ramai walau masih banyak meja-meja kosong. Dinan berjalan menuju meja bar, Bayu sudah duduk di sana menikmati minumannya.

"Lychee martini," kata Bayu sambil mengangkat gelasnya. Dinan menggeleng. "Mojito as always," canda Bayu yang hapal cocktail kesukaan Dinan.

Kedua bahu Dinan mengendik. Mojito rasanya paling sesuai di lidah Dinan, lagipula cocktail bukan favoritnya. Oke, dia lumayan sering minum semasa kuliah. Tapi itu dulu, masa-masa itu sudah dia lewat sejak lulus kuliah. Setelah Kimmy lahir, Dinan nyaris tidak pernah lagi minum kecuali pada acara kantor. Satu-dua sip dari flute of champagne atau wine.

"Mau ngomong apa?" Tanya Dinan sembari menunggu pesanannya dibuat.

Bayu menggoyangkan gelasnya yang tinggal sisa setengah. Tidak punya selera sama sekali menghabiskan beberapa teguk isi gelasnya. "Viana, dia mau mengambil hak asuh Kimmy," kata Bayu.

"She signed the agreement." Mood Dinan drop mengetahui keinginan mantan istrinya itu.

"Gue udah bilang tapi dia masih berkeras dengan keinginannya. Jadi gue minta dia ikut keluarganya liburan ke Eropa duluan sementara gue menyelesaikan kerja gue." Bayu menyisir rambutnya gemas.

Bartender menyerahkan mojito kepada Dinan. Sekarang dia ikut-ikutan Bayu, hilang selera minum. Nama Selviana masih punya dampak pada stabilitas emosinya, bukan soal cinta. Lebih pada masalah hak asuh Kimmy.

"Kasih tau dia, jangan memulai sesuatu yang nggak bisa dia selesaikan."

"Ya, gue juga mikir begitu. Orangtuanya masih belum bisa percaya Viana. Kami udah usaha membuktikan kami punya fondasi dalam berumah tangga. Orangtuanya terus mengatur dan Viana makin sering merengek soal Kimmy," kata Bayu. Wajah frustasinya mengarah pada Dinan. "Apapun yang mau Viana lakukan untuk mengambil Kimmy, pastikan you won over her. Jangan tambahkan Kimmy dalam kekacauan kami."

Kedua tangan Dinan bersedekap di dada, matanya mengintrogasi kejujuran pada gestur Bayu. Kali ini, dia percaya Bayu mengatakan kejujuran. Selviana keras kepala dan keluarganya jauh lebih keras. Memasukan Kimmy dalam lingkaran mereka hanya akan merunyamkan situasi.

"Ingatkan Viana soal agreement yang dia buat saat kami cerai. Dia yang menandatanganinya sendiri tanpa paksaan, dia pula yang harus menepati janjinya," tegas Dinan.

"I'll try my best. Gue cuma mau kasih lo warning soal Viana."

"Thanks."

Mata Bayu membelalak ke arah belakang bahu Dinan. Wajahnya berubah tegang dan pias. Dinan merasakan keganjilan itu, dia sudah akan menoleh ke belakang. Tapi desisan Bayu menghalanginya.

"Kamu," desis Bayu pilu. Dinan melihat jelas kesakitan tiba-tiba pada mata Bayu.

"Cowok brengsek," ketus perempuan di belakangnya.

Badan Dinan memutar, betapa terkejut Dinan menemukan Sandra di belakangnya. Mata mereka saling membesar, mendapati satu sama lain dalam posisi tidak tepat. Bayu sudah berdiri dari duduknya. Genangan pada mata Sandra menarik kesadaran Dinan, dengan cepat ditariknya Sandra menuju keluar lounge.

Dia membuka pintu penumpang depan, meminta Sandra masuk. Badannya memutari depan sedannya dan masuk ke kursi pengemudi. Tidak ada yang mereka katakan sepanjang jalan. Sandra hanya melamun, kepalanya bersandar pada jendela samping tanpa gairah hidup. Dinan sendiri buntu, tidak mau bicara, hanya mengikuti ingatannya akan rute rumah wali kelas anaknya. Setengah jam berkendara, sedan Dinan sampai di depan pagar rumah Sandra.

"Sudah sampai," kata Dinan, memecah keheningan di antara mereka.

Kepala Sandra terangkat, sesaat mengalami disorientasi lingkungan. Menatap kanan-kiri, berusaha mengenali di mana dia berada. Depan rumahnya.

"Terima kasih, mas," ucap Sandra canggung.

Dinan hanya mengangguk. Matanya terus membuntuti Sandra yang turun dari mobilnya lalu masuk ke dalam rumah. Pikirannya menjelajah pada setiap kemungkinan, hingga tiba pada kemungkinan terburuk.

Perlakuan sebrengsek apa Bayu ke Sandra?

Ponselnya berdering. Nama penelepon membuat Dinan tambah jengkel. Telunjuknya menggeser ikon telepon hijau malas-malasan.

"DINAN!" Kecemprengan Ana menyambut telinga Dinan.

"Ya?" Maunya Dinan cepat-cepat mengakhiri telepon Ana tapi teror yang Ana perbuat kemudian hari bakal lebih merepotkan.

"Kata Novan, lo lagi deketin gurunya Kimmy ya? Beneran?"

Kepalanya makin pusing. Novan lagi menyebar kabar belum pasti pada cewek ember. "Bukan urusan lo, An."

"Ya, urusan gue lah. Gue wajib tau latar belakang cewek ini. Siapa mantan-mantannya, gimana orangtuanya, keluarganya, jangan sampe abang gue tolol gue dapat cewek bego. Tolol tambah bego, nggak boleh terulang," semprot Ana.

Hanya Ana, yang selalu membuat Dinan memutar mata sebal dan jengah. Punya satu saudari, rasanya lebih susah dari memelihara selusin kambing. "Terima kasih atas perhatian anda, Dek Ana. Sekarang gue butuh istirahat. Bye!" Panggilan selesai.

Dinan terdiam. Ocehan Ana mengiang di kepalanya. Latar belakang. Karena ocehan Ana yang belum terbukti asal ceplos atau tersaring, Dinan berpikir ulang soal tawarannya menjadikan Sandra sebagai ibu Kimmy.

Dalam satu jam, sedannya sudah kembali masuk parkiran apartemen. Novan masih di ruang tengah, menyambutnya santai.

"Mas, lo bisa cari tau seseorang lewat Velia," serbu Dinan begitu duduk di sebelah Novan.

Novan yang tengah menikmati mi instan dan games of throne sampai tersedak. "Nggak ada angin, nggak ada hujan, asal nyuruh aja. Buat apa?"

"Buat calon istri gue," jawab Dinan mantap.

Novan tidak suka sikap tiba-tiba serius Dinan. Dia mengernyit dan menimang-nimang permintaan adiknya. "Mau cari tau dulu atau mau jujur cerita ke gue?" Tawar Novan yang tahu ada maksud di balik punggung Dinan.

"Detailnya setelah lo cari tau. Tanyakan semua yang Velia tau soal Miss Sandra, bahkan kehidupan personalnya."

"Miss Sandra? Cewek?"

"Ya."

"Yang ada Velia nuduh gue macam-macam."

"Atau gue balik ke US malam ini juga," ancam Dinan.

"Fine, bro. Gue tanyain. Sebagai gantinya, detail cerita ya." Telunjuk Novan mengacung mengancam balik Dinan.

"Yup!"

Semalaman, Novan menghabiskan waktu mengintrogasi Velia soal Sandra. Entah dengan alasan apa, yang dibutuhkan Dinan hanya pengetahuan soal perempuan itu. Titik. Sebagai gantinya, Dinan menceritakan soal kejadian semalam waktu dia menawarkan posisi ibu Kimmy dan seharian ini Sandra menghindarinya.

Pagi hari, keputusan bulat dibuatnya. Berbekal ponsel, Dinan mengetik pesan singkat ke nomor Sandra.

Me:
San, saya boleh bertemu kamu? Ada yg harus kita bicarakan.

###

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top