After - 7
Yuhuuu! Update lagi nih ^^
Yok, vote dulu dan komen sebanyak-banyaknya🤗🤗🤗❤
#Playlist: Christian Bautista - The Way You Look At Me
•
•
"Bentar, bentar." Parcella kembali ke tempat foto keluarga di belakang sana, memerhatikan kembali rupa dari mantan istrinya Pexel. Ternyata memang Megan––istri dari bosnya–– Christian Palmer. "Waduh... beneran istri pemilik Avona's Heart. Sempit amat dunia gue."
Pexel sudah menyusul Parcella dan tertawa mendengar kalimat itu. Sambil berdiri di depan foto keluarga tersebut, Pexel memberitahu sesuatu. "Cerai dari saya, dia nikah sama Christian Palmer."
"Kok bisa cerai?" tanya Parcella spontan. Detik berikutnya dia buru-buru meralat, "Jangan dijawab. Abaikan aja."
Parcella bergerak cepat meninggalkan Pexel di belakang sana. Tidak mau sampai mendengar curhatan Pexel. Pokoknya dia tidak boleh menunjukkan kepedulian atau rasa penasaran.
"Opa, kamar saya di mana?" tanya Parcella setelah cukup jauh dengan suara setengah berteriak.
"Di lantai dua. Utama udah nulis nama kamu di depan pintu." Pexel memberitahu.
"Oke deh. Saya naik dulu!"
Setelah Parcella berlari masuk ke dalam lift rumah, Pexel kembali memerhatikan foto keluarga yang terpampang. Sebenarnya Pexel tidak mau memajang foto keluarga di lorong setelah pintu masuk, tapi mantan istrinya bersikukuh dan terpaksa Pexel letakkan di sana.
Mantan istrinya keturunan Inggris asli. Namanya Megan Johnson. Pexel bertemu dengan Megan saat mereka satu sekolah di SMA internasional. Di sanalah kisah cinta mereka bersemi. Setelah lulus sekolah, mereka diterima di universitas Oxford. Hanya saja mereka mengambil jurusan berbeda. Megan mengambil jurusan hukum, sedangkan Pexel mengambil jurusan arsitektur. Mereka tidak perlu memerlukan waktu lama untuk menikah. Pexel menikah dengan Megan saat umur masih sembilan belas tahun.
Jika dihitung-hitung sudah delapan belas tahun Pexel menduda. Membesarkan Utama dari umur sepuluh tahun sampai sekarang 28 tahun. Semua anaknya ikut dengan Pexel. Setelah dua bulan cerai, Megan menikah lagi dengan duda kaya raya, Christian Palmer. Mantan istrinya punya dua anak kembar laki-laki dan perempuan dari Christian yang umurnya masih tujuh belas tahun.
Pexel menduda cukup lama bukan karena sulit melupakan Megan. Ini karena Pexel tidak begitu peduli mengenai statusnya. Dia fokus membesarkan anak dan sampai akhirnya bertemu dengan Parcella. Mungkin ini saatnya mengubah statusnya.
"Opa!" teriak Parcella dari jauh.
Lamunan Pexel buyar dan digantikan dengan senyum senang begitu menyadari Parcella datang mendekat.
"Kenapa, Parcella?" tanyanya.
"Aku lupa kalo koper ketinggalan di kamar hotel Eugene. Boleh ambil dulu nggak? Semua baju ada di sana." Parcella baru ingat kalau dia meninggalkan koper miliknya di hotel tempat Eugene menginap.
"Biar sopir saya ambil. Coba kamu buka walk in closet kamar kamu. Mama kamu udah siapkan banyak baju di sana. Kalo nggak cocok, kamu bisa pakai baju putri saya. Ukurannya pas sama kamu."
"Anak Opa yang perempuan umur berapa ya? Prawara umur berapa?" tanya Parcella.
"Kertasia umur 27 tahun. Prawara dua puluh tahun."
"Yang perempuan namanya Kertas?"
"Kertasia," koreksi Pexel.
"Disingkat jadi Kertas. Ada-ada aja kasih nama." Parcella geleng-geleng kepala meledek. "Ya udah, mau naik lagi. Makasih udah dikasih tau, Opa."
Belum seberapa jauh, Parcella mendengar panggilan dari belakang. "Parcella?"
Parcella menoleh ke belakang. "Ya?"
"Anak-anak saya pulang malam banget. Kakak-kakak kamu juga. Kita makan malam berdua di luar ya. Dandan seperlunya aja nggak usah terlalu cantik."
"Oh, oke." Hanya itu yang Parcella katakan.
Parcella tidak mau berdebat. Kalau memang mau makan malam ya sudah. Dia akan menganggap Pexel kakek tirinya dan mengabaikan soal malam tahun baru itu.
Di belakang sana Pexel tersenyum semringah memandangi kepergian Parcella.
👄👄👄
Parcella duduk menikmati santapan makan malam bersama Pexel. Mereka makan di pinggir jalan menikmati hidangan pecel lele. Parcella bersyukur karena dia hanya mengenakan kaus dan celana jeans. Kalau dandanannya heboh sedikit saja bisa diperhatikan orang-orang di sana.
Ini sudah piring kedua Parcella menikmati lele. Parcella tidak jaim sama sekali waktu dia minta nambah nasi dan lele. Urusan perut lebih penting karena perut Parcella mampu menampung banyak makanan. Tubuh boleh langsing tapi porsi makan Parcella banyak.
"Kok tau sih ada pecel lele seenak ini, Opa?" Parcella membuka obrolan setelah hanya fokus menyantap pecel lelenya.
"Utama yang kasih tau. Dia bilang ini tempat kencan pertama sama ibu kamu," jawab Pexel sambil mencuci tangannya dengan mangkuk berisi air yang disediakan di atas meja.
"Oh, rekomendasi Papa." Parcella manggut-manggut. "Mama nemu aja serbuk berlian. Ketemu di mana sih mereka? Opa tau nggak ceritanya?"
"Tau. Utama kerja di kejaksaan. Dia jaksa penuntut umum di pengadilan negeri Jakarta Pusat. Lusi nemenin temannya urus kasus apa gitu di sana. Saya lupa. Mereka papasan. Ini nggak cuma satu atau dua kali soalnya Lusi rutin ke sana. Akhirnya kenalan dan cocok," cerita Pexel secara singkat.
"Hidup Mama mirip sinetron aja. Tapi ini versi beruntung karena nemu serbuk berlian. Eh, bukan serbuk lagi tapi berlian. Papa Utama ganteng gitu. Mana pacaran empat tahun, kan? Hebat bisa bertahan," cerocos Parcella.
"Ganteng mana sama ayahnya?" Pexel menaik-turunkan alisnya menggoda Parcella.
Dalam hati Parcella berkata, lo nggak kalah ganteng. Hot banget lagi! Akan tetapi, jawaban yang keluar berbeda. "Gantengan Papa Utama."
"Utama boleh ganteng, tapi saya lebih menggoda. Kamu setuju, kan?"
Parcella mengangguk. Melihat Pexel tersenyum senang dan sadar akan tindakannya, Parcella buru-buru meralat, "Bukan, bukan, maksudnya Papa Utama lebih kelihatan menggoda."
"Anggukan pertama adalah jawaban jujur kamu. Makasih ya." Pexel terkekeh memandangi Parcella. "Oh, ya, saya dengar kamu jarang angkat telepon Mama kamu. Kenapa? Utama curhat kemarin. Mama kamu khawatir."
"Sibuk ngobrol sama Eugene dan hapenya aku silent." Parcella berbohong. Sebenarnya dia tidak mau kena ceramah ibu dan kakak-kakaknya jadi tidak angkat telepon.
"Sesibuk apa pun, luangin waktu kamu angkat telepon Mama kamu. Jangan sampai dia khawatir dan kepikiran. Kamu nggak tau seberapa khawatirnya orangtua kalo anaknya nggak angkat telepon. Soalnya saya begitu," ucap Pexel.
"Iya, iya, Opa. Lain kali aku angkat. Cerewet banget," gerutunya pelan.
Pexel dapat melihat kalau Parcella bukan sosok yang mudah ditaklukkan. Namun, dia akan berusaha untuk meluluhkan Parcella bagaimana pun caranya.
"Ayo, kita pulang." Pexel bangun dari tempat duduknya.
"Tapi saya masih laper." Parcella memasang wajah cemberut. "Boleh cari tempat makan lain nggak, Opa?"
Pexel mengangguk setuju. "Boleh, Parcella. Kita bisa keliling lagi cari tempat makan."
"Yessss!" Parcella bangun dengan cepat. Wajahnya berubah cerah. "Let's goooo, Opa!"
Pexel membayar makanan lebih dahulu, baru setelah itu masuk ke dalam mobil bersama Parcella. Tanpa ditemani sopir pribadi, mereka hanya berdua saja di dalam mobil.
Mereka berhenti di salah satu restoran yang menyediakan Drive Thru. Pexel membelikan makanan lain untuk Parcella karena belum kenyang. Selain makanan, Parcella minta dibelikan es krim dan kentang juga.
Makanan yang dipesan harus ditunggu selama dua puluh menit dikarenakan belum matang sehingga Pexel memarkir mobilnya di tempat khusus menunggu makanan dari pembelian Drive Thru yang masih lama.
Sambil menunggu, Parcella melahap kentang gorengnya. Mengunyah dan mengunyah tanpa memedulikan Pexel di sebelahnya. Dia mulai melirik Pexel dari ekor mata, mengamati apa yang sedang dilakukan Pexel. Rupanya sedang membalas pesan.
"Mau kentang, Opa?" tawar Parcella akhirnya.
Pexel menjawab, "Nggak. Saya udah kenyang."
"Oh, kenyang bales chat juga sih, ya."
Pexel menunjukkan layar ponselnya kepada Parcella. "Papa kamu nanya. Katanya gimana Parcella. Pergi clubbing atau nggak. Ini chat dia sebelum flight tadi pagi, baru sempat saya balas sekarang."
Parcella mengamati tulisan yang terpampang di layar ponsel Pexel. Pesan dari Utama sudah seperti ayah kandungnya.
Utama: Pa, tolong jaga anak-anak ya. Kata Lusi pastiin Parcella nggak pergi clubbing.
Pexel: Iya, tenang. Jangan pusingin anak-anak. Ini Za, Zi, Zu dan Ze ada acara sama teman-temannya dan pulang malam. Kalo Parcella aman. Anaknya baik dan penurut. Dia nggak pergi clubbing kok.
"Apa-apaan bilang baik dan penurut. Nanti Mama demo," protes Parcella.
"Kenapa Mama kamu demo?"
"Ya, soalnya dia taunya aku nggak penurut. Bisa-bisa ngira aku kesambet sesuatu karena mau nurut."
Pexel tertawa. Parcella mendengkus. "Lain kali jangan dikasih embel-embel penurut. Mama bisa syok bacanya. Lagian nggak usah dibales sih, Opa. Mereka, kan, lagi bulan madu. Mau menghasilkan dedek bayi."
"Kamu nggak masalah punya adik bedanya 28 tahun?" tanya Pexel.
"Nggak. Aku mau punya adik. Kalo punya adik, Mama ada kerjaan jadi nggak perlu mikirin aku atau khawatirin aku," jawab Parcella.
"Saya penasaran. Kenapa Mama kamu lebih peduli dan memikirkan kamu ketimbang kakak-kakak kamu. Apa dulu ada masalah?"
Parcella mengedikkan bahu. Dia kembali melahap kentang goreng, lalu bertanya, "Beneran nggak mau kentang goreng, Opa? Jangan nangis kalo nggak kebagian."
Pexel melihat Parcella sebentar. Diapit bibirnya yang seksi itu, ada kentang yang belum dilahap––baru dimasukkan setengahnya. Dengan gerak cepat, Pexel menggigit kentang yang ada di bibir Parcella. Saat menarik diri, Pexel tersenyum. Sementara Parcella tampak kaget karena tindakannya.
"Saya udah cicipin kentangnya," kata Pexel.
"Astaga... kakek satu ini... nggak sekalian bibirnya dilahap juga. Bener-bener kelakuan..." Parcella menahan diri untuk tidak mengumpat. Takut dosa kalau dia mengatakan macam-macam sama yang lebih tua.
"Ini kode hm?"
"Nggak. Dasar mesum!" Parcella memalingkan wajahnya ke samping. Kemudian, dia mengambil kentang goreng dan melahapnya lagi.
Pexel dibuat gemas sendiri. Tanpa permisi, Pexel menarik wajah Parcella dan mengecup bibirnya. Parcella terbelalak. Namun, tidak menunjukkan tanda-tanda menolak.
Bibir mereka bertemu lebih dalam. Kentang goreng yang belum dikunyah pun menjadi permainan nakal ciuman mereka kali ini. Pexel mengambil alih kentang goreng dari mulut Parcella menggunakan lidahnya. Hal yang sama dilakukan Parcella seolah tidak ingin memberi kesempatan kentang goreng dilahap Pexel. Permainan mereka berakhir setelah Pexel menarik diri––berhasil mengambil kentang gorengnya.
Meski permainan mereka berakhir, tapi ada permainan lain yang menyapa. Kali ini Parcella mencium bibir Pexel. Lebih ganas dan penuh hasrat. Pexel tidak menolak. Bahkan Parcella sampai berpindah posisi, duduk di pangkuan Pexel. Bibir mereka terus bertaut.
Tok! Tok!
Mereka terlonjak kaget begitu mendengar ketukan pada kaca mobil. Dikarenakan posisi yang sulit diubah dalam waktu singkat, Pexel terpaksa menurunkan kaca jendelanya dan membiarkan Parcella tetap duduk di atas pangkuannya.
Salah satu pegawai membawakan makanan pesanan mereka. Pexel dapat menangkap wajah kaget sang pegawai sesaat menyadari posisi Parcella. Namun, pegawai itu tidak mau ikut campur dan segera pergi setelah memberikan makanan.
Setelah pegawai itu menghilang dari pandangan dan kaca jendela mobil dinaikkan, mereka berdua memalingkan wajah sebentar. Salah tingkah. Mereka tidak pernah menyangka satu ciuman saja bisa memicu sisi liar mereka.
"Uhm... saya mau makan dulu, Opa." Parcella mengambil alih makanan pesanannya dan kembali ke tempat duduknya.
"Selamat makan, Parcella," ucap Pexel.
Parcella cuma berdeham dan fokus melahap ayam dan nasi pesanannya. Suasana di mobil mendadak sunyi dan terasa semakin membingungkan.
"Parcella?" Pexel memecah keheningan. Memanggil dengan nada yang lembut.
"Ya, Opa?" Parcella menoleh sedikit sambil tetap mengunyah ayam.
"Besok saya pergi ke Bali. Mau ada urusan bisnis. Kamu mau ikut?" ajak Pexel. Sebelum dijawab, dia menambahkan, "Seharian ini saya udah banyak ngucapin kalimat yang-kata-kamu 'gila'. Tapi saya mau bilang kalimat gila lainnya. Saya mau ngajak kamu kencan seandainya mau ikut."
Parcella tersedak ayam. Bunyi 'uhuk!' terdengar berulang kali sampai tenggorokkannya sakit. Parcella sampai harus meneguk soda sampai setengah.
"Maaf, Parcella." Pexel menggaruk tengkuk lehernya merasa bersalah. "Kamu nggak perlu jawab seandainya nggak mau."
Mobil yang dikemudikan Pexel mulai melaju meninggalkan restoran cepat saji. Suasana masih tenang-tenang saja. Tidak ada obrolan. Hanya ada suara kulit ayam crispy yang dikunyah Parcella.
Parcella curi-curi pandang melirik Pexel sambil mengunyah ayamnya. Kalau dipikir lagi, dia tidak menolak ketika Pexel menciumnya. Kalau pergi ke Bali rasanya tidak ada yang salah. Namun, dia memikirkan soal kencan. Seandainya dia kencan, lalu Pexel semakin tertarik, bagaimana nanti dengan ibunya? Parcella tidak mau menambah kerumitan dalam hidupnya yang sudah rumit.
"Soal pergi ke Bali, aku mau ikut," kata Parcella akhirnya.
Wajah Pexel berubah secerah mentari. Ada senyum manis yang terlihat jelas di wajah rupawannya.
"Tapi kita nggak perlu kencan. I mean, gimana ya... uhm... intinya bukan kencan. Jangan salah mengartikan," tambahnya.
Pexel mengusap kepala Parcella sambil tersenyum lebar. "Oke, kita nggak perlu kencan. Makasih kamu mau ikut."
Parcella memalingkan wajahnya ke arah lain. Pipinya pasti bersemu merah.
👄👄👄
Jangan lupa vote dan komen kalian🤗🤗🤗❤
Jangan lupa dukung cerita A Night Before You punya Kak Lyan lyanchan juga ya❤🤗🤗🤗
Follow IG & Twitter: anothermissjo
Bonus foto Babeh Pexel dan Parcella😍😍😍
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top