After - 6

Yuhuuuu update lagi😘😘😘

Yokkk vote dulu baru komen sebanyak-banyaknya😘🤗❤

Pexel terkekeh seraya mengusap kepala Parcella. "Kamu kaget banget. Padahal ini baru pemanasan."

"Kaget lah. Gimana nggak kaget kalo tiba-tiba ditanyain begitu. Mana hubungan kita bukan cuma sebatas orang asing. Jadi jangan nanya yang nggak-nggak," cerocos Parcella. Masih belum puas karena ada rasa penasaran yang muncul, dia melanjutkan, "Itu apa maksud pemanasan?"

"Saya baru lihat kamu cerewet seperti ini. Kelihatan lucu dan manis."

"Ini bukan saatnya ngegombal ya. Aku serius. Apa maksud pemanasan tadi?" cecar Parcella tak sabar.

Pexel menarik senyum lebih dulu sebelum akhirnya menjawab, "Ini pemanasan sebelum bilang di depan Utama dan Lusi."

"HAAAAAAH?! JANGAN BELAJAR GILA YA!" pekik Parcella tidak santai. Dia sampai bangun dari tempat duduknya mendengar ucapan Pexel.

"Kenapa?" Pexel masih tetap mempertahankan senyumnya. "Saya merasa nyaman. Seandainya kamu keberatan, nggak apa-apa. Masih ada banyak waktu untuk kita saling mengenal. Kamu, kan, menginap di rumah saya jadinya kita bisa menghabiskan waktu bersama."

"Nggak, nggak, ini udah salah." Parcella menggeleng dengan maksud menolak. "Aku nggak berminat serius sama sekali. Pokoknya kejadian malam tahun baru itu cukup sebatas itu. Lagian aku udah bilang, anggap aja kita nggak pernah ketemu."

"Mana bisa saya ngelupain malam indah itu begitu aja. Ya, mungkin kamu yang terbiasa gonta-ganti pacar bisa dengan mudahnya melupakan. Tapi saya nggak. Saya tertarik dan ingin mengenal kamu lebih jauh," ucap Pexel. Nada bicaranya terdengar serius.

Parcella hendak membalas, tapi ada sosok yang muncul dan mengganggu perdebatan kecil mereka. Mau tidak mau Parcella menahan bibirnya untuk melanjutkan nanti.

"Om, udah nunggu lama ya?"

Pexel melihat sosok itu dan tersenyum semakin lebar. Sambil berdiri dari tempat duduknya, Pexel menepuk pundak laki-laki itu. "Akhirnya keponakan kesayangan Om datang juga."

"Om bisa aja." Laki-laki itu terkekeh. Kemudian, pandangannya beralih pada Parcella. "Itu bukannya anaknya Kak Lusi?"

"Iya, betul."

Parcella bingung. Siapa laki-laki itu? Dia baru tahu Pexel punya keponakan. Namun, dia tidak kaget saat melihat keponakan Pexel tidak kalah rupawan dari anak-anaknya Pexel dan Pexel sendiri.

"Parcella, perkenalkan. Ini keponakan Opa namanya Taroben Wirawan. Mungkin aja kamu belum kenal." Pexel menepuk pundak Taro di sampingnya. "Taro ini sepupunya Utama."

Parcella menyambut uluran tangan Taro. Sepertinya dia tidak sempat melihat keseluruhan keluarga Wirawan karena panik melihat Pexel.

Setelah jabatan dirasa cukup dan telah menyebutkan nama masing-masing, mereka melepaskan jabatan tangan.

"Mila nggak diajak?" tanya Pexel pada Taro.

"Mila lagi main sama teman-temannya, Om," jawab Taro.

Di tengah perbincangan Om dan keponakan itu, Parcella tiba-tiba bergumam secara spontan. "Namanya lucu amat kayak rasa boba yang suka gue beli. Mirip juga sama chiki yang sering gue makan."

Pexel tertawa pelan mendengarnya. Sementara Taro tidak mengatakan apa-apa selain ikut tertawa. Parcella baru sadar kalau suaranya terlalu lantang. Demi mengusir rasa malu, Parcella nyengir.

"Oh, ya, gimana Prawara di kampus? Nakal nggak dia?" tanya Pexel, memulai kembali obrolan yang sempat terhenti.

"Kelihatannya nggak, Om. Saya jarang ketemu Prawara di kampus." Taro meletakkan tas golf miliknya.

"Kamu lihatnya Mila terus sih ya," ledek Pexel.

Taro menggeleng. "Beneran jarang lihat Prawara, Om. Bukan karena lihatin Mila doang kok."

Pexel menepuk pundak Taro berulang kali. "Bercanda kok. Om tau jadwal dia beda sama kamu. Ayo, kita mulai permainannya."

Parcella bingung sendiri mendengar nama Prawara. Siapa Prawara? Setelah mencoba mengingat-ingat, dia tahu dari ibunya kalau Utama punya dua adik. Adik Utama ada perempuan dan laki-laki. Mungkin Prawara salah satunya. Parcella tidak mau bertanya karena takut dikira ingin tahu kehidupan Pexel.

"Kita main berdua aja, Om? Nggak ajak Parcella sekalian?" tanya Taro sambil melihat Parcella yang tengah duduk sendirian.

"Kamu mau ikutan, Parcella?" ajak Pexel.

Parcella menggeleng. "Thank you, Opa. Saya tim hore aja. Selamat bersenang-senang."

"Ya udah, kita mulai permainannya, Taro. Dia nggak mau ikutan." Pexel memberi kode pada Taro untuk mulai bermain.

Di kala Taro tengah sibuk fokus dengan bola golf, maka Pexel berjalan mendekati Parcella. Setelah berada di depannya, Pexel membisikkan sesuatu yang membuat mata Parcella melotot.

"Kalo saya menang lawan Taro, kita harus kencan."

Parcella menggigit bibir bawahnya gemas. "What the fudge?! Malah main ngeluyur aja!"

Parcella tidak sempat melayangkan protes karena Pexel sudah meninggalkannya. Pria itu mulai fokus memukul bola kecil dan ternyata masuk ke dalam lubang yang dituju.

Parcella melongo. Pexel kelihatan jago dalam bermain golf. Pantas tadi bicara seenaknya.

"Dasar kakek-kakek! Ngeselin banget!" gerutunya sebal.

👄👄👄

Di dalam rumah tingkat tiga yang mewahnya tidak terhitung, Parcella mengamati lorong. Di sepanjang lorong masuk setelah pintu utama, ada foto yang terpajang rapi dan estetik. Parcella terpaksa ikut pulang dengan Pexel dan setuju menginap di rumahnya mengingat ibunya sangat cerewet. Parcella takut diceramahi ibunya.

Selain pulang ke rumah Pexel, ada hal mengesalkan yang membuat Parcella ingin memukul dinding berulang kali. Pexel menang dalam pertandingan golf melawan Taro. Rasanya Parcella ingin menyumpahi Taro karena dengan mudahnya dikalahkan Pexel. Meski Pexel menang, Parcella sudah menolak kencan. Entah Pexel akan mendengarkannya atau tidak karena tidak ada tanggapan.

Selama mengedarkan pandangan, Parcella sempat berhenti beberapa kali untuk mengamati foto keluarga yang terpampang. Contohnya sekarang. Parcella berhenti di depan foto keluarga Pexel bersama ketiga anaknya dan seorang wanita.

"Mukanya familier. Gue pernah lihat wanita ini di mana ya?" Parcella bermonolog sendiri, bertanya-tanya kapan tepatnya dia pernah melihat wanita di dalam foto.

Selain sosok wanita itu, Parcella juga memuji ketampanan Pexel. Wajahnya awet muda. "Mukanya Pexel nggak berubah sama sekali. Nelen obat apa sampai mukanya gini-gini aja?" tanyanya cukup keras.

"Saya nggak nelen apa-apa. Keluarga saya mukanya awet muda semua." Pexel menjawab setelah berdiri di samping Parcella.

"Percaya diri banget," cibir Parcella.

"Kenapa sih, Cucu? Sewot mulu." Pexel berdiri sedikit ke samping sambil memandangi Parcella. "Opa salah apa sampai Parcella sewot mulu?"

"Banyak. Salah Opa segunung!" balas Parcella diselipi dengkusan kecil.

"Papa!" Panggilan yang cukup kencang menggema di lorong dan berhasil menginterupsi pembicaraan yang berlangsung.

"Kamu udah pulang jam segini? Tumben." Pexel menepuk pundak putra bungsunya.

"Mau pergi lagi, Pa. Ini ganti baju doang," jawab laki-laki itu.

"Pantes. Eh, iya, kasih salam dulu. Ini anaknya Lusi." Pexel menunjuk Parcella dengan santai.

"Oh, ini anak terakhirnya Kak Lusi ya?" tebak laki-laki itu.

"Iya, betul. Namanya Parcella." Pexel memberitahu.

Parcella mengernyit. Kalau ibunya dipanggil 'Kak' lantas dia dipanggil apa? Kakak juga? Sungguh aneh. Iya, Parcella merasa aneh karena ibunya dipanggil 'Kak' sama keluarga ayah tirinya.

"Halo, Kak Parcella. Saya Prawara Sadajiwa Wirawan, tapi panggil aja Prawara. Saya adik bungsunya Kak Utama. Salam kenal." Prawara memperkenalkan diri setelah mengulurkan tangan.

Parcella akhirnya tahu kalau laki-laki itu anak bungsu Pexel. Berapa kira-kira umurnya mengingat masih kuliah? Pikiran Parcella dipenuhi berbagai macam pertanyaan, terutama umur kedua anak Pexel yang lain. Ini berarti Prawara adalah adik ipar ibunya.

"Salam kenal juga. Saya Parcella, anak bungsunya Mama Lusi," balas Parcella seadanya sambil menyambut uluran tangan itu.

Setelah dirasa cukup, jabatan tangan mereka terlepas. Mereka saling melempar senyum setelah berkenalan singkat.

"Oh, ya, Pa. Mama mau main setelah Kak Utama pulang bulan madu." Prawara memberitahu.

"Sendiri? Atau, sama suaminya?" tanya Pexel.

Parcella mengikuti keduanya dari belakang. Dia menguping sekaligus memandangi tubuh tinggi mereka berdua. Kalau gen keluarganya bagus-bagus pasti begini. Batinnya.

"Katanya sendirian. Tapi belum nanya lagi sih, Pa," jawab Prawara.

"Ya udah bebas. Mau sendiri atau sama suaminya, Papa nggak masalah."

"Tapi kalo ngajak suaminya, Papa risih nggak?"

"Risih kenapa?" tanya Pexel.

Prawara mengedikkan bahu dan menjawab, "Ya, nggak tau. Takut Papa nggak suka ada suaminya."

Pexel tertawa sambil mengacak-acak rambut Prawara. "Masa nggak suka. Papa santai aja. Justru senang kalo mau ngajak suaminya."

Parcella dilanda rasa penasaran yang semakin tinggi. Kenapa Pexel bercerai dari istrinya? Itu satu-satunya yang muncul saat ini.

Terlalu memikirkan banyak hal, Parcella sampai tidak sadar Pexel berhenti. Akibatnya Parcella menabrak punggung Pexel cukup keras.

"Aduh!" ringisnya pelan.

"Kamu mikirin apa sampai nggak sadar saya berhenti?" tanya Pexel.

Parcella menggeleng. Bahkan dia tidak tahu Prawara sudah menghilang dari sana. Seperti sebelumnya hanya menyisakan mereka berdua.

"Mikirin mantan istri saya?" canda Pexel.

"Ngapain. Kurang kerjaan," elak Parcella.

"Kirain kamu mikirin karena kamu kenal."

Parcella mengangkat sebelah alisnya. "Kenal?" ulangnya.

"Kamu yakin nggak kenal?"

"Wajahnya familier tapi lupa lihat di mana." Parcella mencoba mengingat, tapi tetap tidak ingat.

Pexel terkekeh sebentar sebelum akhirnya menjawab, "Dia istrinya yang punya Avona's Heart."

"Oh, istrinya yang punya Avona's Heart." Sadar akan kalimatnya, pupil mata Parcella melebar. "Eh, what?! Istrinya yang punya Avona's Heart?" Parcella baru memekik kaget.

"Iya. Mantan istri saya adalah istri dari bos kamu."

👄👄👄

Jangan lupa vote dan komen kalian😘😘😘🤗❤

Follow IG & Twitter: anothermissjo

Jangan lupa baca cerita Eugene - A Night Before You lyanchan ya😍❤❤

Ini Mama Lusi dan Papa Utama wkwk😍😍😍


Ini Mama Lusi😍😍😍

Ini Papa Utama😍😍😍

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top