After - 4
Yuhuu update lagi😍😍😍
Yok, vote dan komen sebanyak-banyaknyaaaa🤗🤗
•
•
Parcella menyusul Eugene di hotel tempatnya menginap. Dia menekan bel pintu kamar hotel dengan tidak sabar dan terkesan bar-bar. Setelah pintu dibuka, Parcella menerobos masuk dan duduk di bibir ranjang.
Parcella menekuk wajahnya begitu tiba di kamar hotel yang ditempati Eugene. Tak ada basa-basi, Parcella mengacak rambutnya frustrasi dan mengoceh. "Ya, Tuhan! Masa gue tidur sama mertua nyokap gue sendiri sih? Aduh... gimana ini? Mau ditaruh mana muka gue sekarang? Gue harus apa dong, Eugene? Gue kabur ke sini karena nggak mau ketemu sama Pexel. Duh, dunia sempit banget!"
Eugene yang sedang memandu Parcella masuk ke dalam kamar hotel dan duduk di atas ranjang pun menaikkan sebelah alisnya. "Hah? Wait, wait aku belum konek deh, tidur sama mertua nyokap gue sendiri itu maksudnya apa? Lalu kamu kabur karena Pak Pexel?" ulang Eugene sambil mencoba menganalisis perkataan Parcella. "Jadi yang ada di pelaminan tadi... itu benar-benar Pak Pexel? Kukira hanya orang yang mirip dengan Pak Pexel. Astaga, Cella!"
"Itu beneran Pexel! Astaga... itu bos lo yang waktu itu kenalan di resto. God..." Parcella mengacak rambutnya lebih keras. "Gue mau bahas ini tadi, tapi lo menghilang. Lo balik duluan?"
Eugene membuang nafas sekuat tenaga, seperti sedang ditimpa permasalahan berat dalam hidup. "Aku... kabur setelah melihat Pak Airlangga dari jauh. Ternyata kita berdua bertemu mereka."
Kali ini Parcella memekik. "Eh?! Ada Pak Airlangga? Kok gue nggak lihat?" Sebelum dijawab sepupunya, dia melanjutkan, "Terus kenapa lo kabur? Lo ada buat kesalahan apa?"
"Aku tidur dengan Pak Airlangga, dan... sepertinya itu kesalahan terbesar dalam hidupku," Eugene menatap Parcella dengan tatapan putus asa, "dia sudah punya anak. Umur dua belas tahun. Benar-benar bertolak belakang dengan prinsipku selama ini. Lalu... kamu sendiri bagaimana?"
"HAAAAAH?!" Kali ini pekikan Parcella semakin kencang. Mencoba tenang, Parcella mengambil napas dan mengembuskan perlahan. "Oke, gue kaget bukan soal tidur itu. Gue kaget Pak Airlangga punya anak. Gue pikir dia belum laku di umurnya yang udah tua itu. Duh, kalo gue udah pasti mau pulang ke New York aja. Gue nggak mau lama-lama di sini."
"Aku juga mengira jika Pak Airlangga itu hiddengems, sekalipun aku gak pernah membayangkan akan berhubungan dengan duda." Sekali lagi Eugene menghembuskan napas kuat. Ia menatap Parcella tepat pada mata sepupunya itu yang terlihat sama frustasi dengan dirinya, dan sepertinya kalimat ini akan semakin membuat sepupunya berteriak frustasi, "Sebenarnya, setelah kami bermalam bersama, Pak AIrlangga mengajakku untuk membawa hubungan ini lebih serius sehingga dia memutuskan untuk memberi tahuku jika dia punya anak."
Eugene meraih telapak tangan Parcella ke dalam genggamannya, "Aku tidak bisa menyangka jika diriku adalah kamu... kamu tertarik dengan Pak Pexel? Yang sekarang tiba-tiba menjadi kakekmu?"
"Ngajak lo serius? Secepat itu? Wow!" Parcella melotot tidak percaya akan cerita sepupunya. "Sialnya iya, gue sedikit tertarik sama Pexel. Tapi lo tau sendiri buat gue ons itu cuma main-main aja. Just for fun. God! Ini lebih buruk dari sinetron!"
"Aku juga tidak percaya! Bagaimana aku bisa bertemu dengan dia setelah pulang dari Jakarta? Kurasa aku akan segera resign, aku tidak siap dengan segala kemungkinan yang terjadi. Atau mungkin aku tidak perlu menganggap serius perkataannya waktu itu, dan tetap berlaku santai seperti atasan dan bawahan seperti sebelumnya?" tanya Eugene. "Kamu yakin itu hanya one night stand untuk main-main? Just for fun? Ketika kamu bahkan sudah sedikit tertarik dengan Pak Pexel? Kurasa kamu sudah dua kali bertemu dengannya secara tidak sengaja, hanya tinggal satu kali lagi."
"Buat apa resign? Kalo lo resign, itu membuktikan ada something di antara kalian. Pura-pura nggak ada apa-apa. Ya, emang agak susah sih, tapi kayaknya itu cara terbaik." Parcella memijat pelipisnya karena mulai pusing memikirkan kejadian hari ini. "Maksud gue tertarik karena dia ganteng. Gue beneran yakin, ini main-main aja. Nggak akan. Gue nggak mau ketemu dia lagi. Pokoknya gue mau pulang cepet-cepet."
Eugene membaringkan tubuhnya di atas kasur, kemudian menatap langit-langit kamar hotel. "Kuharap aku bisa berpura-pura jika tidak ada apa pun yang terjadi di antara kami." Eugene memutar tubuhnya menghadap punggung Parcella, "Aku juga harap kamu hanya main-main, dan gak tertarik lagi dengan kakekmu seperti sebelumnya. Jika kamu benar-benar tertarik, aku gak tahu lagi apa yang akan terjadi. Mungkin kisah hidupmu akan lebih complicated dari segala sinetron dan film yang pernah kutonton. Let's go back to New York, as soon as possible."
Parcella ikut merebahkan tubuhnya di atas kasur tepat di sebelah Eugene. Dia ikut menatap langit-langit sambil menghela napas. "Gue setuju. Lebih baik kita pulang secepatnya. Semoga semua mimpi buruk yang kita alami ini bisa segera berlalu."
👄👄👄
"Pa, ini semua barang udah aku masukkin ke dalam mobil. Sisanya aku ambil nanti ya," ucap Utama saat berdiri di depan meja kerja ayahnya.
Sebelum menikah semua anak Pexel tinggal di rumah bersamanya. Pexel tahu kehidupan semakin maju dan hal-hal seperti tinggal bersama dan tidur bersama pasangan sudah menjamur. Akan tetapi, Pexel meminta anak-anaknya sebisa mungkin menetap di rumah. Kalaupun tidak pulang, setidaknya dua kali dalam seminggu harus pulang. Hari ini pun, Utama masih menginap di rumah bersama istrinya sebelum besok berbulan madu. Anak-anak dari istri Utama ikut menginap terkecuali Parcella.
"Oke. Penerbangannya besok, kan?" tanya Pexel seraya menutup laptop yang ada di atas meja kerjanya. Putranya itu memasuki ruang kerjanya sambil menenteng tas berukuran sedang.
"Iya, Pa. Mau titip oleh-oleh apa dari Hawaii?" tanya Utama.
"Nggak usah. Enjoy your honeymoon. Semoga bisa segera dikasih momongan."
"Ah, bahas ini." Utama duduk di kursi depan meja kerja ayahnya seraya meletakkan tas yang dia tenteng di lantai. "Aku kepikiran mau punya anak cepet-cepet. Soalnya mumpung Lusi belum menopause. Tapi rasanya nggak tega kalo dia hamil di usianya yang nggak muda lagi. Apa pakai jasa ibu pengganti di luar negeri ya, Pa?"
"Kamu yakin mau pakai jasa ibu pengganti? Kalo Lusi masih bersedia hamil, kenapa harus pakai ibu pengganti? Seandainya dia hamil, kamu jagain baik-baik. Semisal mau buru-buru punya anak, coba aja program bayi tabung."
"Iya juga sih. Coba nanti aku bicarain lagi deh sama dia."
"Kamu aneh sih. Pacaran empat tahun, nikahnya baru sekarang. Harusnya waktu dia belum 49 tahun, kamu ajak menikah. Pacaran nggak usah lama-lama. Kalo cocok ya nikah."
Utama berdecak. "Papa nggak tau sih dia tuh nolak mulu. Diajak serius nggak pernah mau. Katanya malu karena aku terlalu muda. Waktu ngajak dia pacaran umur aku masih 24 tahun, Pa. Ya, ditolak. Dia bilang harus deket kepala tiga dulu baru dia mau nikah. Dia juga takut anaknya ngamuk makanya baru nikah sekarang."
Pexel tertawa geli mendengar cerita putranya. Dari dulu Utama memang tidak pernah memacari perempuan seumuran atau lebih muda, selalu saja yang lebih tua. Lusi menjadi satu-satunya wanita yang digilai Utama. Hal ini karena putranya tidak pernah pacaran dalam waktu yang lama. Paling hanya hitungan bulan.
"Iya, Papa paham kamu cinta mentok sama Lusi," ledek Pexel.
Utama nyengir. "Papa bisa aja."
"Oh, iya. Kamu nggak sekalian ajak Taro honeymoon tuh? Dia belum sempat honeymoon, kan, sama istrinya?"
"Dia bilang sih mau nyusul, tapi nggak tau. Kadang Taro suka batal dadakan," jawab Utama. Sejurus kemudian dia menambahkan, "Omong-omong, Lusi sempet ngamuk tadi karena Parcella hilang. Tadi bukannya ngobrol sama Papa? Dia ke mana, Pa? Papa tau nggak?"
"Nggak tau. Tadi dia pamit mau ke kamar mandi tapi nggak muncul lagi," jawab Pexel. Dia menunggu Parcella cukup lama dan perempuan itu tidak kembali.
"Dia pergi ke mana ya, Pa? Lusi coba hubungi tapi nggak dijawab. Bahkan dia nggak nginap di sini. Lusi khawatir. Padahal dia mau kangen-kangenan dulu sama Parcella. Di antara semua anaknya, Parcella paling jarang telepon Lusi dan nggak pernah pulang. Kalo anak yang lain masih suka pulang ke Jakarta," cerita Utama.
Dalam hati Pexel berkata, kalo tau udah pasti Papa samper lah. Namun, apa yang dia katakan justru berbeda. "Papa juga nggak tau. Kenapa salah satu kakaknya Parcella nggak coba telepon?"
"Katanya udah tapi nggak dijawab juga. Dari kemarin Lusi khawatir terus sama Parcella. Dia takut Parcella nggak nikah. Apa jodohin sama temenku aja ya biar Lusi nggak khawatir terus?"
Pexel tidak setuju. Apa-apaan dijodohkan. Dia sudah bertemu duluan dengan Parcella dan tentunya dia ingin mengenal lebih jauh.
"Nggak usah. Parcella bukan anak kecil. Bilang sama Lusi nggak perlu pusing mikirin Parcella. Fokus aja sama bulan madu," tukasnya.
"Papa jagain Parcella ya. Lusi udah bilang sih kalo dia udah nyuruh Parcella nginap di sini selama sisa cutinya," jelas Utama.
"Pasti Papa jagain." Pelan-pelan Pexel menarik senyum tipis. Senang? Tentu saja! Dengan senang hati dia akan menjaga Parcella. Tentu dalam arti yang lebih romantis.
"Ya udah deh, aku balik ke kamar." Utama bangun dari tempat duduknya seraya menenteng tas milik. "Malam, Pa."
"Iya, malam. Selamat malam pertama," ledek Pexel.
Sebelum Utama keluar, Pexel kembali bersuara. "Utama, tunggu."
Utama pun menoleh. "Ya, Pa?"
"Kamu mau Mama baru nggak?"
Utama memicingkan matanya. "Papa udah ada calon?"
Pexel mengangguk saat bayangan Parcella muncul di kepalanya. Dia belum bisa mengenyahkan Parcella dari pikirannya. Semakin hari, dia ingin meraih perempuan itu.
"Kok Papa nggak cerita? Siapa, Pa? Seumuran sama Papa? Apa lebih muda?" tanya Utama penasaran. Dia menutup pintu lagi setelah mendengar ucapan ayahnya.
"Seumuran sama kamu," jawab Pexel.
"Oh, ya? Siapa sih? Jangan-jangan Papa pacaran sama temenku di kejaksaan ya?"
Pexel tertawa kecil. "Bukan. Perempuan ini spesial."
"Siapa? Main rahasia-rahasiaan nih, Pa? Apa anak pertama nggak boleh tau duluan?" tanya Utama tambah penasaran.
Pexel bukan tidak mau memberitahu, tapi dia tidak mau Utama kena serangan jantung kalau tahu dia tidur dengan salah satu anak tiri Utama. Bisa-bisa dibilang gila. Meskipun sebenarnya menurut Pexel tidak ada yang salah karena mereka bertemu di luar negeri dan tidak tahu akan menjadi keluarga.
"Tunggu kamu pulang bulan madu aja. Papa belum tau perempuan ini mau atau nggak jadi istri Papa," kata Pexel.
Wajah Utama berubah cerah. "Janji ya, Pa? Kenalin dan ajak ke rumah kalo emang udah cocok. Jangan dipendem aja."
"Iya. Pasti Papa kenalin." Pexel tersenyum lebar.
"Turut senang dengar kabar ini. Aku doain perempuan itu bersedia jadi istri Papa dan Mama tiriku."
"Amin."
"Ya udah, kali ini beneran pamit. See you tomorrow, Pa," pamit Utama seraya membuka pintu dan kemudian keluar dari ruangan ayahnya.
Pexel menyandarkan tubuhnya di bangku. Kalau saja Utama tahu siapa yang dia maksud, mungkin wajahnya tidak akan secerah itu.
Sambil menghela napas, Pexel bermonolog sendiri. "Coba aja Utama tau itu Parcella. Mungkin gue udah dipecat jadi bapak sama dia."
👄👄👄
Jangan lupa vote dan komentar kalian😘😘😘🤗❤
Follow IG & Twitter: anothermissjo
Jangan lupa baca A Night After You Punya Kak Lyan ya! 😍😍❤ lyanchan ❤❤
Mau lihat Utama dan Lusi nggak?😍😍
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top