After - 3
Yuhuuu update lagi ^^
Yoook, vote dan komen sebanyak-banyaknya😘😘😘🤗❤
#Playlist: Raphael Lake - Another Wave (Ost 365 Days)
•
•
•
Silau matahari memaksa Pexel bangun dari tidur nyenyaknya. Sebelum membuka mata, dia merasakan ada yang kosong di sampingnya. Hal ini memaksa Pexel membuka matanya lebih cepat. Tidak ada Parcella di sampingnya. Namun, dia melihat kertas yang diletakkan di atas nakas. Pexel mengambil kertas tersebut dan membaca tulisannya.
I have a good time last night. Thank you for the appetizers. You're so delicious. I'm leaving now.
Happy New Year!
-Parcella
Pexel menarik senyum membaca tulisan itu. Bayangan akan kegiatan intim mereka semalam muncul begitu saja. Pexel ingat betapa dahsyatnya seks mereka. Dan semalam adalah pertama kalinya dia bercinta setelah bertahun-tahun betah menahan diri dari godaan perempuan di luar sana. Parcella menjadi satu-satunya yang berhasil meruntuhkan seluruh pertahanannya.
"She's so cute," gumamnya pelan sembari mengusap wajahnya.
Selagi membayangkan betapa luar biasanya gerakan Parcella saat berada dalam posisi woman on top, ponselnya berdering kencang. Pexel terpaksa mengusir momen liar itu dan mengangkat panggilan.
"Halo?"
"Pa, hari ini pulang ke Jakarta, kan?" tanya Utama––putranya––di seberang sana.
"Iya, Papa pulang sore. Kenapa?"
"Ya, nggak apa-apa. Aku takut Papa lupa. Jangan sampai melewatkan acara makan malam sama keluarga Lusi. Biar Papa kenal sama anak-anaknya. Calon cucu tiri Papa."
Pexel tertawa geli mendengar sebutan 'cucu tiri'. Rasanya ada yang aneh. Walau sebenarnya tidak aneh mengingat calon istri anaknya berumur lebih tua satu tahun darinya. Anak pertamanya itu jatuh cinta dengan wanita yang sudah memiliki lima anak. Pexel setuju-setuju saja. Lagi pula yang menjalani pernikahan adalah anaknya, dia hanya merestui dan mendoakan supaya kehidupan baik-baik saja.
"Iya, iya, Papa pulang sore ini kok. Biar Papa kenalan sama semua anak tiri kamu. Kamu aneh juga. Baru kenalin pas mau deket nikah. Papa takut lupa kalo kenalan singkat."
"Papa tau sendiri, semua anaknya Lusi sibuk. Mereka, kan, menetap di luar negeri. Jadinya baru sempat kenalin sekarang."
"Iya, Papa paham kok."
"Ya udah, aku tunggu Papa. Kalo bisa titip cokelat atau oleh-oleh apa gitu biar aku bisa kasih buat Lusi," kata Utama setengah terkekeh.
"Kirain niat nanyain kapan pulang, ternyata ada embel-embelnya," ledek Pexel. Putranya tertawa kecil di seberang sana. "Nanti Papa belikan sesuatu untuk calon menantu. Papa tutup telepon ya. Mau mandi."
"Oke. See you soon, Pa. Safe flight."
Setelah sambungan dimatikan, Pexel mengusap wajahnya. Dia harus mencari tahu tentang Parcella. Dia tertarik. Mungkin sebelum pulang dia akan mampir lebih dahulu ke restoran kemarin.
Pexel turun dari tempat tidur. Saat kaki sudah menyentuh lantai, pandangannya turun melihat lantainya. Di sana ada gelang yang tergeletak dengan bandulan huruf P dan F. Tidak perlu bertanya-tanya, dia langsung tahu bahwa ini adalah gelangnya Parcella.
Dia meletakkan gelang tersebut di atas nakas sambil tersenyum. Pexel berharap bisa bertemu lagi dengan Parcella nanti.
👄👄👄
Jakarta, Indonesia. Sekarang.
Parcella tak berkedip memandangi Pexel. Dia berharap kejadian di malam tahun baru hanyalah mimpi. Ya, Tuhan... bisa-bisanya dia tidur dengan mertua ibunya! Andai dia memiliki waktu luang lebih banyak, dia akan menemui ayah tirinya dan keluarganya sehingga tidak perlu ada drama gila semacam ini. Kalau saja dia sudah tahu siapa Pexel, tentu dia takkan menggoda pria itu!
"Halo, Parcella," sapa Pexel. Berpura-pura tidak kenal meskipun sebenarnya dia senang dapat bertemu lagi. Hanya saja pertemuan kali ini lebih tidak terduga daripada kegiatan panas waktu itu.
"Ha-ha-halo, Opa," sapa Parcella gelagapan.
"Parcella ini anak bungsu yang kamu ceritakan waktu itu menetap di New York?" tanya Pexel. Dia baru mendengar cerita tentang anak-anak menantunya di hari acara makan malam bersama sebelum pernikahan––tepatnya tiga hari lalu.
"Iya, Pa, betul." Lusi menepuk pundak putrinya. "Parcella ini kerjaannya ketemu model-model cantik. Siapa tau bisa kenalin Papa sama salah satunya. Aku dengar dari Utama, Papa lagi cari istri."
"Utama bilang begitu?" Pexel bertanya, tapi matanya terarah pada Parcella. Melihat Parcella membuat kedua sudut bibirnya tak berhenti tertarik. Tulang pipinya sampai sakit karena tersenyum tanpa henti.
"Iya. Apa jangan-jangan dia bohong?" Lusi menatap panik.
"Bahas apa nih?" Seorang laki-laki berwajah rupawan, bertubuh atletis dan tinggi, menginterupsi obrolan. Dia adalah Utama, sang mempelai laki-laki.
"Sayang!" Lusi melupakan kalimat sebelumnya dan memilih bergelayut manja di lengan kokoh Utama. "Kamu harus ketemu sama Parcella. Ini anak terakhirku. Inget, kan, ceritaku semalam? Dia lupa tanggal tiket makanya baru muncul," ucapnya memperkenalkan.
"Hai, Parcella. Akhirnya bisa bertemu dengan kamu." Utama tersenyum ramah menyambut anak tirinya.
Parcella ikut tersenyum. "Hai, Papa. Senang bisa melihat Papa. Selamat atas pernikahannya. Langgeng sama Mama ya."
"Makasih, Parcella," balas Utama. Kemudian, "Oh, ya, kamu nggak bawa siapa-siapa? Soalnya kakak-kakak kamu bawa pasangan."
"Parcella nih playgirl, Sayang. Sebulan bisa gonta-ganti pacar beberapa kali. Gampang banget dia gonta-ganti pacar kayak ganti celana dalam," beber Lusi.
"Oh, playgirl." Pexel bergumam pelan.
Parcella mendengar gumaman Pexel dengan jelas. Demi, Neptunus! Dia ingin segera menghilang seperti angin yang tidak meninggalkan jejak. Sungguh, kenapa harus Pexel yang menjadi mertua ibunya? Kenapa bukan pria lain? Ya, Tuhan... kenapaaaaa?!
"Mau Papa kenalin sama teman Papa? Ada yang single," tawar Utama.
Pexel berdeham keras, berhasil membuat Utama dan Lusi menoleh ke arahnya. Sambil tersenyum, dia bertanya, "Kalian nggak keliling lagi? Bukannya teman-teman kalian ada yang belum disapa?"
"Oh, iya, bener!" Lusi menggenggam tangan Utama. "Ayo, kita samper temanku dulu. Mereka nungguin. Aku sampai lupa. Makasih udah ingetin ya, Pa."
"Ya udah, aku pamit dulu ya, Pa." Utama beranjak pergi mengikuti istrinya dengan cepat.
Kini, Parcella hanya berdua dengan Pexel. Sebelum Pexel mengatakan kalimat yang tidak-tidak, Parcella memilih berbalik badan supaya dapat menghilang dari sana secepat mungkin. Sialnya, Pexel menahan pergelangan tangannya.
"A-a-ada apa ya, Opa?" tanya Parcella gelagapan.
"Sampai kapan kamu mau pura-pura nggak kenal saya?"
Mampuslah! Parcella bisa mati berdiri kalau dia ditanyakan hal-hal seperti ini tanpa henti. Berusaha santai, Parcella pura-pura tertawa. "Ha-ha... Opa ngomong apa sih? Ini pertama kalinya aku ketemu sama Opa Pexel."
Pexel maju selangkah, memangkas jarak di antara mereka dan menarik tangannya dari pergelangan tangan Parcella. Dia berbisik pelan di telinga Parcella. "Mau saya ulangi kegiatan malam tahun baru itu? Apa perlu saya cumbu di sini?"
Parcella terbatuk-batuk dan melotot saat menatap Pexel yang tersenyum tanpa dosa. Gila! Astaga! Kenapa Pexel harus mengatakan kalimat itu? Bayangan akan kegiatan panas itu pun muncul satu per satu mengisi kepalanya yang jernih.
"Pex––maksud aku Opa, lupakan kejadian itu. Anggap kita nggak pernah ketemu. Ini demi ketenangan jiwa dan raga seluruh keluarga kita," kata Parcella akhirnya.
"Akhirnya kamu mengakui kenal sama saya." Pexel tersenyum geli.
Sial! Parcella kena jebakan Pexel! Tahu begitu dia tidak mengatakan apa-apa. Sungguh, mulutnya suka terburu-buru tanpa memikirkan lebih dahulu konsekuensinya kalau dia mengaku.
"Setelah malam itu, saya cari kamu. Saya datang ke restoran, tempat pertama kita bertemu, tapi kamu nggak ada di sana. Saya terus berharap bisa bertemu kamu lagi dan akhirnya kita ketemu di sini. Kebetulan yang menyenangkan, bukan?"
Menyenangkan katanya? Hell! Menyenangkan my ass! Batin Parcella.
"Saya senang bisa melihat kamu lagi. Kenapa pergi begitu aja? Kenapa nggak bangunin saya?"
Parcella bingung harus menjawab apa. Sebenarnya alasan dia pergi tanpa pamit karena tidak mau semakin dekat dengan Pexel. Bukan apa-apa. Bagi Parcella, kegiatan panas itu tidak lebih dari sebatas main-main semata. Seperti kata ibunya, dalam sebulan dia bisa berkencan dengan beberapa orang. Dia belum mau menjalin hubungan serius. Dan kabur adalah jalan ninja tercepat yang bisa dia lakukan setelah bercinta.
"Aku kebelet. Bentar ya, Opa. Pamit dulu," alasan Parcella.
"Kamu mau menghindari saya?" tembak Pexel.
Dalam hati Parcella berkata, iya. Mau kabur lagi kayak pagi itu! Namun, apa yang dia katakan berbeda. "Nggak. Ini beneran kebelet mau buang air kecil. Bye, Opa!"
Parcella berlari cepat meninggalkan Pexel. Tidak peduli Pexel memanggil-manggilnya di belakang sana. Bahkan hak lancip sepatu heels-nya sampai patah karena dia bawa lari.
Apa pun itu, Parcella tidak mau bertemu Pexel lagi. Pokoknya dia mau kabur sejauh mungkin!
👄👄👄
Jangan lupa vote dan komentar kalian😘😘🤗❤
Follow IG & Twitter: anothermissjo
Jangan lupa baca A Night Before You punya Kak Lyan lyanchan ya😍
Salam dari Babeh Pexel😍😍
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top