After - 10
Aku akan sangat sangat bersyukur kalau kalian mau vote dan komen. Hal kecil seperti ini sangat membantuku untuk tetap semangat❤
#Playlist: Dusk Till Dawn - Zayn & SIA
•
•
Setelah cukup lama menetap di New York, Parcella hampir tidak pernah pulang ke Jakarta, termasuk berlibur ke Bali. Meskipun sebenarnya rindu negara tercinta, Parcella terlalu sibuk dengan urusan dan memilih berlibur ke kota atau negara lain. Setelah semua kesibukan itu, rindunya pada Bali terbayar sekarang. Pexel mengajaknya menonton tari kecak, tentu saja dia sangat bersemangat. Dia tidak tahu kapan terakhir kali datang menonton tari kecak.
Destinasi yang didatangi sekarang adalah Pura Uluwatu. Daya tarik tempatnya luar biasa mengingat berada di atas tebing karang dan menghadap langsung ke laut. Pemandangan yang terlihat sangat indah, terutama saat sunset.
Parcella berdiri di samping Pexel, mengamati suasana sekitar yang lumayan ramai. Cuaca sedang bagus, menyajikan keindahan langit biru dan awan putih cerah di atas sana.
"Ternyata belum banyak yang berubah, ya," ucap Parcella pelan.
"Kapan terakhir kali kamu ke sini?" tanya Pexel.
"Nggak tahu, udah lama banget."
"Memangnya selama kamu menetap di sana nggak pernah liburan ke Bali?"
"Nggak. Aku liburan ke kota dan negara lain." Parcella mengedarkan pandangan, mengamati keseluruhan tempat yang didatangi. "Bukannya ada monyet, ya, di sini?"
"Ada, kadang-kadang muncul. Mau kamu sapa?"
"Nggak, makasih. Monyetnya pasti galak." Parcella mengeluarkan ponsel, berniat memotret keindahan yang dapat dinikmati dengan mata telanjang. Namun, belum sempat itu terjadi, dia menyadari kehadiran monyet dari arah kanan. "Opa! Opa! Ada monyet!" pekiknya panik, segera berpindah posisi dan bersembunyi di balik tubuh Pexel.
"Bukannya tadi nanyain?" goda Pexel.
"Mana ada! Aku nanyain karena takut sama monyet. Takut dicakar." Parcella menepuk-nepuk pundak Pexel. "Itu usir dulu, Opa. Jangan sampai dia jalan ke sini," suruhnya panik.
Pexel menahan tawa melihat Parcella panik. Wajahnya terlihat lucu dengan bibir mengerucut seolah tengah berkomat-kamit agar monyet tidak mendekat.
"Jangan takut, monyetnya nggak mungkin cakar kamu. Ada pawangnya, kok." Pexel berusaha menenangkan.
Tiba-tiba monyet berlari ke arah Pexel. Hal ini membuat Parcella kabur lebih cepat demi menjauhi monyet yang datang. Pexel sendiri masih santai-santai saja ketika monyet mendekatinya. Namun, melihat Parcella ketakutan sampai lari lumayan jauh, Pexel menghampiri Parcella.
"Saya udah bilang, monyetnya nggak akan ngapa-ngapain. Dia cuma mau keliling," ucap Pexel.
"Ih ... tetep aja takut, Opa. Belum pernah lihat jari orang putus digigit monyet, ya? Temanku jarinya putus digigit monyet," cerita Parcella, masih panik.
"Itu mah monyet liar. Kalau di sini monyetnya nggak kayak gitu. Nggak akan ganggu. Kamu lihat aja, tuh, turis-turis malah demen ngeladenin monyetnya." Pexel menunjuk beberapa wisatawan yang tengah berfoto bersama monyet melalui gerakan mata. "Nothing happen, right?"
"Ya, tapi―tuh! Monyetnya ambil kacamata! Cepet banget tangannya." Parcella melotot sekaligus menunjuk monyet yang sedang dibicarakan olehnya. "Mukanya kelihatan galak, Opa. Nanti pas nonton ada monyet lompat-lompat di pohon nggak?"
Pexel tertawa tanpa suara. Tangannya menutup mulut agar tidak ketahuan sedang menertawakan Parcella. Sayangnya, perempuan itu sudah memelototinya jauh sebelum dia menutup mulut.
"Kacamata diambil itu salah turisnya. Sebelumnya udah diingatin jangan pakai kacamata kalau ada monyet." Pexel mengusap kepala Parcella sambil tersenyum. "Terus kamu nggak perlu takut monyet lompat-lompat karena nggak akan ada yang begitu. Kita bisa nonton tari kecak dengan tenang. Don't worry too much."
"Bener, nih? Jangan bohongin aku."
"Ya, ampun ... buat apa bohong? Kalau nanti ada monyet, saya bantu usir. Tenang aja."
Parcella mencoba memercayai Pexel. Beberapa kali pandangannya tertuju pada monyet yang baru saja diusir oleh pawangnya. Dia pun bisa bernapas lega dan tidak takut lagi. Parcella mengangguk menyetujui kata-kata Pexel.
"Omong-omong, kamu nggak merasa meninggalkan sesuatu di penthouse?"
Parcella berpikir cukup lama sebelum akhirnya bertanya, "Kayaknya nggak. Memangnya ada yang aku tinggal?"
"Gelang kamu." Pexel mengeluarkan kotak kecil dari dalam saku celana, lalu membuka penutupnya dan mengambil gelang yang dimaksud. "Setelah malam itu dan kamu kabur gitu aja, gelang kamu ada di lantai. Nggak ada lagi perempuan yang saya ajak ke sana selain kamu," jelasnya.
"Ya, ampun! Itu beneran gelang aku." Parcella mengambil gelang miliknya dari tangan Pexel. Dia bahkan tidak sadar gelangnya hilang. Karena kadang-kadang dia suka melepas saat mandi dan berpikir bahwa gelang itu tertinggal di kamar mandi rumah, bukan penthouse Pexel. "Makasih udah disimpan, Opa. Kalau Mama tahu hilang, bisa kena omel."
"Sini saya bantu kamu pakai gelangnya," tawar Pexel.
Parcella menyerahkan gelang kepada Pexel dan membiarkan pria itu membantunya.
"Huruf F yang ada di bandulan ini singkatan dari apa? Saya cuma tahu nama kamu Parcella," tanya Pexel.
"F singkatan dari Freissy. Dalam Bahasa Sansekerta, Freissy artinya jujur. Mama kasih nama itu dengan harapan aku bisa menjadi seseorang yang selalu jujur dalam menjalani hidup," jawab Parcella.
"Nama yang cantik. Secantik orangnya." Pexel tersenyum setelah selesai memasangkan gelang di pergelangan tangan Parcella. Sejenak dia memandangi Parcella yang juga sedang memandanginya. "Mama kamu orang yang luar biasa karena udah melahirkan anak sebaik dan secantik kamu."
Kata-kata itu berhasil menciptakan semu merah di wajah Parcella. Kakek-kakek itu pintar merangkai kata sampai terdengar manis. Akan tetapi, Parcella tidak mau ketahuan malu-malu kucing. Parcella memalingkan wajah dan mengamati sekitar sebentar sampai rona di pipinya hilang.
"Omong-omong, itu hadiah dari mama kamu?" tanya Pexel.
"He-em." Parcella tetap melihat ke arah lain, berdeham pelan menanggapi pertanyaan itu.
"Kamu doang yang dikasih gelang itu?"
"Iya, kakak-kakakku maunya gelang kaki. Jadi cuma aku―"
"Om, ini keponakannya, ya?" Pertanyaan dari samping Pexel berhasil membuat Pexel dan Parcella menoleh ke sumber suara. Belum sempat ditanggapi oleh Pexel, orang asing itu kembali bersuara. "Cantik, ya, keponakannya."
Pexel menarik Parcella dan memeluk pinggangnya secepat kilat. "Bukan, perempuan cantik ini calon istri saya."
Parcella hendak protes dan menyingkirkan tangan Pexel, sialnya pelukan itu semakin erat. Alhasil, Parcella cuma bisa nyengir saat melihat laki-laki asing mempertanyakan tentangnya. Padahal lumayan, laki-laki asing itu tampan. Sesuai selera Parcella.
"Oh, gitu. Selamat, ya." Laki-laki itu melempar senyum kepada Parcella, lalu beranjak pergi.
Sepeninggal laki-laki itu Parcella langsung menyingkirkan tangan Pexel. "Ih! Ngapain ngaku-ngaku begitu? Aku bukan calon istri Opa, tapi cucu tiri!" protesnya agak kesal.
"Saya nggak rela kamu digodain yang lain. Enak aja, saya udah kenal kamu duluan, usaha deketin, dia mau nyerobot."
Parcella mengernyit. "Astaga! Kakek-kakek yang satu ini ngeselin banget!"
"Ayo, masuk. Itu udah pada masuk." Pexel mengabaikan kalimat Parcella, memutuskan menggenggam tangannya dan menarik pergi menuju tempat untuk menonton tari kecak. Beruntung saja Parcella tidak menolak dan menurutinya.
Beberapa menit kemudian, mereka memilih tempat duduk, mencari tempat yang paling pas untuk menonton tari kecak. Pexel menyarankan untuk duduk lebih ke atas supaya bisa menikmati sunset sebelum menonton pertunjukkan tari kecak sore ini. Parcella setuju, hanya saja pandangan terus terarah ke belakang dengan waswas.
"Tenang aja, nggak ada apa-apa, kok. Monyetnya nggak akan berani ke sini." Pexel kembali berusaha menenangkan Parcella dari kepanikan yang melanda. Sambil mengusap kepala Parcella, dia menambahkan, "Pokoknya tenang aja. Kalau ada, saya akan bantu usir. Kamu bisa nonton dengan tenang."
"Janji, ya, Opa?"
"Janji."
Parcella mengangguk, mulai mengenyahkan ketakutannya agar tidak semakin melebar. Sesekali dia melirik Pexel yang hanya melihat lurus ke depan, menunggu sunset. Dari samping seperti ini Pexel terlihat sangat tampan. Banyak perempuan yang sempat melempar tatapan genit atau senyam-senyum saat melihat Pexel. Hanya saja Pexel tampak tidak peduli dan cuma melihat ke arah Parcella. Padahal beberapa om-om yang Parcella kenal kebanyakan genit dan senang menggoda perempuan muda. Namun, Pexel berbeda.
"Kamu mau merhatiin saya terus? Nggak mau lihat sunset?" tegur Pexel.
Parcella tersentak kaget. "Apaan, sih. Orang lagi lihat sekeliling. Pede banget," elaknya, kemudian menatap lurus ke depan.
Diam-diam Pexel menahan tawa. Sudah lama dia tidak pernah merasakan getar-getar yang mendebarkan seperti ini. Bisa dibilang ini merupakan kali pertama mengajak perempuan berlibur bersama, menikmati tari kecak bersama, dan lain-lain. Pexel berharap semakin tinggi, selain Bali, dia ingin pergi ke tempat destinasi lainnya bersama Parcella meskipun itu akan menjadi hal yang sulit terwujud.
"Opa, jangan lupa perhatiin monyet. Aku takut dia nyamperin kita." Parcella mengingatkan.
"Iya, Parcella, iya. Kamu tenang aja."
Mereka pun diam. Mata keduanya tertuju pada matahari terbenam yang mulai terlihat. Warna oranye kental serta hamparan laut terbentang menjadi daya tarik yang luar biasa memukau. Cuaca benar-benar bersahabat, tidak hujan sama sekali.
Parcella mengenakan kacamata agar tidak terlalu silau. Selagi matahari terbenam, Parcella mengabadikan pemandangan indah itu dalam potret ponselnya dan sambil sesekali berselfie ria bersama Pexel secara tidak langsung. Iya, dia mengambil selfie kala Pexel menghadap depan dan hanya setengah wajahnya saja yang terlihat.
👄👄👄
Jangan lupa vote dan komentar kalian🤗🤗🤗😘
Follow IG & Twitter: anothermissjo
Jangan lupa baca A Night Before You milik Kak Lyan ya! lyanchan ❤
Salam cantik dari Parcella❤
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top