23 - Unexpected Tragedy

Kinara bernapas lega. Salah satu kasus kliennya, Luisa, sudah tuntas di persidangan. Hari ini adalah persidangan terakhir. Ia dan Luisa datang untuk mendengarkan putusan hukuman pada tersangka. Meskipun butuh waktu cukup lama yaitu kurang lebih satu bulan. untuk menyelesaikan kasus ini.

"Makasih banyak loh Mbak Kinar." Luisa memeluk Kinara.

"Sama-sama Luisa." Kinara tersenyum lembut pada kliennya.

"Mbak Kinar mau balik ke kantor kan?" Kinara mengangguk. "Bareng aku aja ya, Mbak Kinar nggak usah telepon sopir."

Kinara mengangguk. "Oke Luisa. Maaf ya ngrepotin."

"Aduh apa sih Mbak Kinar. Nggak ngrepotin sama sekali kok," tukas Luisa.

Mereka berjalan keluar dari gedung kejaksaan menuju mobil Luisa yang terparkir di depan. Luisa berjalan mendahului Kinara di temani dengan manajernya. Kinara berjalan lebih lambat, karena ia sedang fokus dengan ponselnya, mengirim pesan untuk Lucas.

Langkah kaki Kinara terhenti, saat ia merasakan sesuatu mendarat di kepala bagian belakangnya. Lalu tiba-tiba tubuhnya terutama bagian wajah dihujani oleh telur mentah, dan beberapa bahan lagi yang tidak diketahui Kinara. Saking terkejutnya, Kinara tidak bisa lari, apalagi dengan sepatu hak tinggi yang sekarang ia pakai. Ia dapat mendengar banyak suara teriakan. Mulai dari suara Luisa yang semakin mendekat, suara mengumpat dari orang-orang untuk yang melempari telur padanya, dan suara satpam yang berteriak pada oknum yang tidak bertangung jawab itu. Semuanya terdengar ricuh, namun samar-samar ia dapat menangkap suara teriakan yang ditujukan padanya.

"Dasar tidak tahu malu!"

"Kamu ini penjahat bukan sahabat!"

"Kalau Melody tahu, dia bakal kecewa sama kamu!"

"Dasar nggak tahu diri! Nggodain suami sahabat sendiri!"

Dan banyak kalimat serupa lainnya.

Bau amis dari telur yang pecah mulai memenuhi rongga hidungnya, kepalanya pun mulai terasa pening karena benturan dari telur-telur yang dilemparkan mengenai pipi dan matanya.

"Mbak Kinar!" pekik Luisa sudah berdiri di samping Kinara.

"Aku nggak bisa naik mobil kamu," kata Kinar.

"Mbak Kinar mandi di sini ya? Aku ada baju bersih di mobil," tawar Luisa. Perempuan itu berlari ke arah mobilnya untuk mengambil pakaian bersih, dan kembali ke sisi Kinara lagi. "Ayo Mbak, aku antar."

Tanpa jijik dan sungkan, Luisa menggandeng lengan Kinara untuk kembali memasuki gedung. Mereka meminta izin untuk mandi pada seorang satpam yang ada di lobi.

"Silahkan Mbak, mandi. Aduh kok ada orang keterlaluan gitu," kata satpam itu ikut-ikutan merasa jengkel.

Kinara menghabiskan waktu setengah jam di kamar mandi untuk membersihkan rambutnya. Untung saja di kamar mandi ini disediakan sampo dan sabun, jadi mempermudah Kinara untuk menghilangkan bau amis telur. Setelah ia yakin tidak cairan telur yang tersisa, Kinara memakai baju yang dibawakan Luisa dan keluar dari kamar mandi dengan rambut basah sambil membawa kantong plastik yang berisi baju kotornya.

"Luisa kamu kok belum pulang?" Kinara cukup terkejut mendapati perempuan itu duduk manis di ruang tamu yang berada di lobi.

"Aku nggak mungkin lah ninggalin Mbak Kinar sendiri," tukas Luisa.

"Maaf ya Luisa, jadi ngrepotin kamu, terus makasih banyak juga." Kinara benar-benar berterima kasih pada wanita yang lebih muda itu. Terlihat sekali jika Luisa memang memiliki peringai baik.

"Mbak Kinar mau ikut aku, apa mau dijemput sama sopir?" tanya Luisa.

"Aku mau sama suami aku aja," jawabnya.

"Ya udah, aku nungguin Mbak Kinar sampai suami Mbak Kinar dateng," ujar Luisa.

Kinara mengeluarkan ponsel dari tasnya untuk memanggil suaminya. Untungnya dalam dering yang kedua, panggilannya terhubung.

"Halo Luke, kamu di kantor?" tanya Kinara langsung.

"Iya, kenapa Honey?"

"Kalau nggak sibuk, bisa minta jemput di kejaksaan umum?"

"Oke, tunggu ya." Panggilan pun diputus setelah mereka mengucapkan salam.

Seharusnya Kinara tidak masalah jika diantar Luisa, tapi baginya Lucas berhak mengetahui masalah ini. Bagaimana pun juga penyerangan yang dilakukan padanya sudah kelewatan. Bahkan mereka tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi antara dia, Lucas dan Melody, namun dengan mengatas namakan sahabatnya itu, malah menyerang dia, yang bahkan bisa dibilang korban rencana Lucas dan Melody.

"Mbak Kinar, pelaku-pelakunya sudah ditangkap sama keamanan. Sekarang masih di ruang keamanan." Manajer Luisa yang tadi ikut mengejar pelaku penyerangan Kinara datang memberi kabar. "Apa mau dilaporkan ke polisi sekarang?"

"Jangan dulu Mas, saya mau nunggu suami saya datang. Sebentar lagi sampai kok," kata Kinara. "Makasih ya Mas."

Lelaki berkulit sawo matang itu tersenyum lalu bergegas kembali ke ruang keamanan.

"Mbak Kinar gimana? Kepalanya pusing?" tanya Luisa khawatir. "Wajah Mbak Kinar juga udah kelihatan memar gitu."

Dengan hati-hati Kinara menyentuh pipinya yang menjadi sasaran lemparan telur tadi. Rasanya perih, dan nyeri, pantas saja kepalanya rasanya tidak karuan. Gabungan memar di wajahnya dan kepalanya yang pusing, membuat ia ingin cepat membaringkan tubuhnya di kasur.

"Nggak apa-apa, nanti di rumah bisa dikompres pakai es batu," jawab Kinara tenang.

Setelah menunggu hampir empat puluh lima menit, Kinara melihat Lucas yang berjalan ke arahnya. Lelaki itu tersenyum ketika menemukan istrinya yang sedang duduk ditemani seorang perempuan. Tetapi Kinara tahu, senyum itu tidak akan bertahan lama. Saat jarak antara Lucas dan Kinara semakin dekat, suaminya itu dapat melihat jelas bagaimana keadaan sesungguhnya istrinya. Kening Lucas berkerut tidak senang, langkah kakinya ia percepat.

"Ya Tuhan Kinar! Kamu kenapa?" seru Lucas panik. Terlihat ketakutan di wajahnya, dan kemarahan di suara beratnya.

Lucas duduk di sebelah Kinara, menyibakkan rambut wanita itu yang basah dari wajah, untuk memeriksa wajah istrinya yang terlihat mengenaskan.

"Kinar siapa yang nglakuin ini sama kamu?" Rahangnya mengeras, bibirnya menipis karena menahan amarah.

"Tenang dulu Luke." Kinara mengusap-usap bahu suaminya untuk meredakan emosi pria itu.

"Gimana aku bisa tenang?!" Suara Lucas meninggi.

Kinara menghela napas. "Tadi ada yang lemparin aku pakai telur, dan ada yang kena di wajahku." Serangkaian umpatan keluar dari mulut lelaki di sampingnya.

"Sebelum marah-marah lagi, ini kenalin klien aku, Luisa. Luisa ini suamiku Lucas." Kinara menunjuk Luisa yang duduk di sebrangnya.

Lucas berjabat tangan dengan Luisa sekenanya. Ia masih tidak ingin beramah-ramah, sampai ia bertemu dengan orang yang sudah mencelakai istrinya.

"Dia juga yang minjemin aku baju ini." Lanjut Kinara.

Lucas tersenyum tipis pada Luisa saat mendengar penuturan Kinara. Ya setidaknya perempuan itu membantu istrinya.

"Ya udah kalau begitu aku permisi pulang Mbak Kinar, Mas Lucas. Permisi." Luisa menganggukkan kepala pada pasangan suami istri itu sebelum beranjak pergi.

"Sekarang Honey aku tanya kamu, siapa orang yang nglemparin kamu pakai telur, terus sekarang di mana?" Lucas kembali bertanya.

"Ada di ruang keamanan di depan katanya. Petugas keamanan berhasil nangkap mereka," jawab Kinara.

Mereka?! Lucas tidak habis pikir. Ada berapa orang yang mencelakai Kinara sebenarnya? Bukankah itu namanya pengeroyokan?!

"Bawa aku ke sana Honey!" pinta Lucas dengan nada suara yang tidak bisa dibantah.

Kinara berdiri dari duduknya, diikuti Lucas yang membawa kantong plastik berisi baju kotor Kinara, lalu mereka berjalan beriringan menuju ruang keamanan. Kinara mengaitkan lengannya di lengan Lucas, untuk menahan beban tubuhnya agar bisa berjalan karena pandangannya yang tiba-tiba mengabur, dan kepalanya yang terasa sakit. Sesampainya di sana, Kinara dibombardir pertanyaan oleh petugas keamanan mengenai keadaannya.

"Saya baik-baik saja, terima kasih," jawab Kinara tersenyum simpul. "Ini suami saya, mau bertemu dengan anak-anak tadi."

"Oh silahkan Bu, ini pelaku-pelakunya." Seorang petugas keamanan menunjuk ke arah lima perempuan yang duduk tertunduk di kursi plastik.

Lucas dengan langkah panjang mendekati para perempuan yang menutupi wajah mereka dengan rambut. Meskipun ingin sekali menghajar mereka, tapi Lucas berusaha sekeras mungkin untuk mengontrol emosinya. Tangannya mengepal sampai buku-buku jarinya memutih.

"Saya tanya kalian, apa yang sudah dilakukan istri saya ke kalian sampai kalian nekad nglakuin ini ke dia?" tanyanya dengan suara geraman berat.

Lima perempuan itu membungkam mulutnya sambil menggeleng-gelengkan kepala mereka.

"Jawab!" teriak Lucas tidak sabar. Dadanya naik turun.

Kinara mengusap punggung Lucas untuk menenangkan. "Tenang Luke, bukan gitu caranya."

"Mereka harus dikasih pelajaran Kinar! Ini termasuk tindakan kriminal!" bentak Lucas.

Kinara tersenyum lemah. "Aku tahu, tapi kamu nggak bisa gini. Biar ditangani polisi aja ya? Terus kita pulang, kepalaku udah pusing banget."

Setelah mendengar perkataan Kinara, seketika mereka mendongakkan wajah sambil menggelengkan kepala mereka.

"Tolong jangan dilaporin polisi! Jangan!" mohon mereka dengan panik, ketakutan tampak jelas di wajah perempuan-perempuan muda itu. Bahkan mata mereka terlihat berkaca-kaca.

Bukannya melembut, wajah Lucas semakin terlihat garang. "Kenapa saya harus dengerin kalian? Istri saya babak belur karena kalian. Mungkin itu sepele karena pakai telur, tapi tetap saja itu tindakan kriminal," kata Lucas.

Lalu ia menoleh ke arah seorang petugas keamanan. "Pak bisa minta diteleponkan polisi sekarang?"

"Oh tentu bisa-bisa." Ia langsung mengambil telepon untuk melaporkan pada polisi.

"Tolong jangan Pak! Jangan!" Suara mereka semakin histeris.

"Jangan harap belas kasihan dari saya!" geram Lucas. Ia mengeluarkan kartu nama dan memberikan pada petugas keamanan. "Nanti kalau polisi siapa yang melaporkan, dan minta penjelasan lain-lain bisa hubungin saya. Sekarang kami mau pulang dulu, istri saya sudah pusing, dia masih hamil muda."

Petugas keamanan itu menunjukkan wajah prihatin. "Silahkan Bapak Ibu pulang, kasihan Ibu wajahnya udah biru-biru gitu, tapi bibirnya pucet."

Kinara mengangguk sungkan. "Makasih Pak, kami pamit dulu."

Lucas menuntun Kinara menuju mobilnya, sesampainya di dalam mobil Lucas segera mengemudikan kendaraan roda empat itu menuju rumah mereka. Ya Tuhan apalagi cobaan yang harus dihadapi Kinara? Kenapa wanita di sampingnya harus menerima banyak cobaan seperti ini hanya karena menjadi istrinya.

***

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top