17 - Drama
Seolah satu minggu tidak cukup untuk membuat Kinara berbaring di rumah sakit, sekarang wanita itu masih terus terbaring lemah, bedanya sekarang ia berada di rumah. Pendarahannya sudah berhenti, tinggal morning sicknessnya yang baru muncul. Dan parahnya, hal itu tidak hanya terjadi saat pagi hari, namun juga saat malam, siang, bisa dibilang sepanjang hari. Bisa makan satu kali saja, Kinara sudah sangat bersyukur. Puncaknya dini hari tadi, pukul tiga pagi, Kinara terbangun karena merasakan pusing disertai mual luar biasa. Karena perutnya kosong, tidak ada yang bisa dimuntahkan.
Lucas yang ikut terbangun menemani Kinara, memijat tengkuknya, dan kemudian menidurkan kembali istrinya setelah terjaga sampai pukul empat pagi. Lelaki itu bingung, haruskah ia melaporkan ini pada ibu mertuanya, atau ia tangani sendiri. Minggu lalu saat ia mengabari Rinjani jika Kinara di rumah sakit karena pendarahan, wanita paruh baya itu segera datang, dengan kepanikan terpampang jelas di wajahnya. Ia tidak ingin membuat sang ibu mertua itu banyak pikiran sebenarnya.
Lucas memutuskan untuk tidak ke kantor lagi hari ini. Sudah dua hari ia sengaja bolos karena tidak tega meninggalkan Kinara sendirian di rumah. Apalagi keadaan istrinya yang semakin memprihatinkan. Tidak ada makanan yang bisa tertelan sampai ke perutnya, karena pasti makanan tersebut akan keluar lagi. Lelaki itu lalu membuka laptopnya, dan mengerjakan pekerjaannya di kamar. Sesekali pandangannya beralih pada Kinara yang terlelap.
***
Kinara mengerjap-ngerjapkan matanya, lalu dengan perlahan mengubah posisi tidurnya, dan mendapati Lucas sedang fokus dengan laptopnya.
"Luke?" Suara seraknya membuat Lucas menoleh ke arahnya. "Kamu nggak ke kantor?"
Lucas menggeleng sambil tersenyum. "Tunggu kamu mendingan, baru bisa ke kantor."
"Tapi udah dua hari."
"Nggak masalah." Lucas lalu duduk di sebelah Kinara. "Minum teh ya? Sama biskuit yang dikasih sama Dokter Nia?"
Kinara mengangguk. "Jangan banyak-banyak."
Lucas lalu keluar kamar selama beberapa menit sebelum kembali lagi dengan nampan berisi teh manis panas dan biskuit asin yang diberikan oleh Dokter Nia, untuk meredakan rasa mualnya.
"Kata Dewi ini tehnya dicampur sama jahe, buat ngilangin mual," ujar Lucas sambil menyendoki teh itu lalu ditiup agar tidak panas.
"Enak," kata Kinara setelah merasakan kehangatan teh di tenggorokannya.
Lucas memberikan biskuit itu pada Kinara. "Masih mual?"
"Masih satu, bisa ditahan," jawab Kinara.
"Kalau kamu mual terus gini, kapan bisa minum susunya ya," gumam Lucas.
"Mungkin bisa diganti es krim? Kan ada susunya juga," saran Kinara.
Lucas terkekeh. "Akal-akalan kamu aja ya?"
Kinara menggeleng. "Nggak kok. Dulu Kak Alena juga makan es krim pengganti susu."
"Oke, oke. Nanti aku tanyain ke Dokter Nia." Lucas kembali menyodorkan biskuit kedua. Saat ia menangkap ekspresi wajah Kinara yang mulai tegang, ia tahu rasa mual Kinara mulai muncul.
"Udah?"
"Minum aja." Kinara mengambil teh dari Lucas dan meminumnya sampai berkurang setengah. "Aku mau tidur lagi boleh?"
"Boleh banget. Semalem kamu juga nggak bisa tidur." Lucas mengambil minyak angin, dan mengusapkannya di tengkuk leher Kinara lalu memijatnya. Ini adalah kebiasaan Kinara sebelum tidur setelah tahu ia hamil. Katanya itu membuat rasa mual hilang, dan bikin cepet ngantuk. Lucas baru menghentikan pijatan tangannya saat suara napas Kinara terdengat teratur, menandakan jika istrinya sudah kembali tertidur.
Sekitar pukul satu siang, Dewi mengetuk kamar mereka, mengantarkan potongan buah segar dan jus mangga untuk Kinara.
"Pak Lucas, di bawah ada ibu," kata Dewi setelah meletakkan nampan di atas meja sebelah tempat tidur Kinara.
"Mama?" Dewi mengangguk.
Dalam hatinya ia bertanya-tanya, untuk apa ibunya itu ke sini. Karena semenjak ia menikah dengan Kinara, ibunya memang secara terang-terangan mengatakan enggan untuk berkunjung ke rumahnya.
"Mama? Kenapa?" tanya Lucas langsung saat melihat ibunya duduk manis sambil meminum segelas teh hangat.
"Tadi Mama ke kantor kamu. Terus Linda bilang kamu udah nggak berangkat dua hari. Ngapain Luke?"
"Linda pasti ngomong ke Mama apa alasannya kan? Kinara sakit, Lucas nggak tega ninggalinnya."
Laras mendecakkan lidah. "Istri kamu itu manja banget sih. Kalau sakitnya parah ya di rumah sakit. Kalau di rumah ya berarti nggak kenapa-napa."
"Mama!" gertak Lucas.
"Apa Luke?! Kamu tahu kan ini masih sibuk-sibuknya?! Proyek di mana-mana!"
"Kinara udah seminggu di rumah sakit. Turun dari tempat tidur aja belum boleh sama dokter! Kenapa Mama nggak ada rasa kasihan sedikit pun?!"
Alis Laras berkerut. "Sakit apa memangnya sampai nggak boleh turun dari tempat tidur?"
"Dia harus bed rest dua minggu karena pendarahan. Kinara hamil, jalan empat minggu, jadi masih rawan."
Wajah Laras terkejut. "Hamil?! Kok bisa?!"
Lucas menyisir rambutnya dengan kasar. "Ya bisalah Mam! Udah menikah, ada suami, wajar dong kalau hamil."
"Kenapa kamu nggak nunda kehamilan Kinara kaya kamu nunda kehamilan Melody dulu? Apa bener, memang kamu sama Kinara ada main di belakang Melody?"
"Astaga Mama! Jangan bawa-bawa Melody lagi. Dia udah tenang di sana. Kinara itu perempuan baik-baik, dia nggak bakal melakukan hal picik yang kaya di pikiran Mama."
Lucas menahan emosinya mati-matian. Ia tidak ingin jadi anak durhaka yang berkata kasar pada sang ibu. Tetapi perkataan ibunya tentang Kinara selalu berhasil membuat darahnya mendidih. Sudah berulang kali pula ia menjelaskan pada ibunya jika semua yang terjadi tidak seperti yang Laras pikirkan. Namun tetap saja ibunya menganggap Kinara sebagai wanita murahan. Hati Lucas saja sakit mendengar sang istri dihina oleh ibu sendiri, apalagi hati Kinara, jika wanita itu mendengar.
"Terus selama dua tahun kamu nikah sama Melody, sebenernya kamu sayang dia nggak? Kenapa cepet banget kamu nglupain dia Luke?"
Lucas menghembuskan napasnya. "Selama dua tahun aku menikah sama Melody, atau pun bertahun-tahun sebelum aku nikah sama Melody, bahkan sampai sekarang, aku masih sayang sama Melody. Rasa sayang itu nggak bakal hilang, jadi Lucas mohon jangan bawa-bawa Melody lagi."
Karena Melody nggak bakal suka lihat Kinara menderita begini karena aku dan karena dia. Dia pasti akan nyalahin dirinya terus.
***
Kinara mematung saat mendengar pernyataan Lucas yang membuat hatinya porak poranda. Tangannya bergetar, kakinya bahkan tidak bisa digerakkan. Saat Dewi mengantarkan buah ke kamarnya, ia sedang di kamar mandi, lalu ia mendapati Lucas tidak ada di kamar. Dengan hati-hati ia turun ke bawah untuk mencari Lucas, sekalian membawa keranjang baju kotor untuk dicuci.
Di dapur, ia bertemu Dewi, dan perempuan itu memberitahukan jika Lucas di ruang tamu menemui ibunya. Tentu saja, ia merasa wajib untuk menyambut ibu mertuanya, meskipun Laras belum bisa menerimanya. Namun langkahnya terhenti saat mendengar pertengkaran antara ibu dan anak itu. Hatinya mencelos saat Lucas membentak dan meninggikan suaranya di depan ibunya hanya untuk membela dirinya. Sebetulnya Kinara tidak ingin menjadi penyebab Lucas dan ibunya tidak akur begini.
Kemudian saat pertanyaan yang diajukan Laras pada Lucas membuat jantungnya berdegup kencang. Ia menanti-nanti apa jawaban suaminya itu. Sedikit berharap ia mendapat kepastian dari jawaban suaminya. Tetapi hatinya seperti dilemparkan ke tanah, dadanya menjadi sesak saat mendengar jawaban Lucas. Memang Kinara mendapat kepastian, tapi kepastian pahit yang didapatkannya. Kepastian di mana mengharuskannya untuk mundur dan membawa pulang hatinya kembali.
"Terus selama dua tahun kamu nikah sama Melody, sebenernya kamu sayang dia nggak? Kenapa cepet banget kamu nglupain dia Luke?"
Lucas menghembuskan napasnya. "Selama dua tahun aku menikah sama Melody, atau pun bertahun-tahun sebelum aku nikah sama Melody, bahkan sampai sekarang, aku masih sayang sama Melody. Rasa sayang itu nggak bakal hilang, jadi Lucas mohon jangan bawa-bawa Melody lagi."
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top