08 - A Little Jealousy and Curiosity
"Mari Bu." Ridwan membukakan pintu penumpang belakang untuk Kinara.
"Makasih Pak," balas Kinara. "Pak, waktu Bapak ke sini, Lucas udah di rumah belum?"
"Belum Bu."
Kinara hanya mengangguk. Padahal hari ini ia pulang lembur, pukul tujuh malam, tapi Lucas belum pulang juga. Kinara mendesah, sudah empat hari ini Lucas memang selalu pulang malam, dengan alasan banyak pekerjaan, proyek perusahaan yang menumpuk. Tentu saja ia percaya pada suaminya itu, tapi Lucas tidak pernah memberikan jawaban detail tentang proyek apa yang ia kerjakan. Selama empat hari itu juga ia selalu berangkat tidur tanpa ditemani Lucas. Meskipun dapat dipastikan saat ia terbangun di pagi harinya, lelaki itu berada di sampingnya. Akan tetapi, jika boleh jujur, Kinara merindukan di mana mereka akan mengobrol singkat sebelum tidur, dengan tangan Lucas yang mengusap-usap rambutnya sampai ia terlelap.
Akhirnya Kinara memutuskan malam ini ia berencana menunggu Lucas pulang, tak peduli jam berapa. Setelah perjalanan yang hampir memakan waktu satu jam, mobil yang ditumpanginya sampai juga. Kinara memberi salam pada Ridwan sebelum naik ke lantai dua, memasuki kamarnya.
Ia memilih untuk berendam dan memutar lagu kesukaannya, Bon Jovi, dan anggur menemani mandi malamnya. Toh ia punya waktu semalaman, sebelum Lucas sampai. Ketika airnya mulai dingin, ia beranjak, lalu turun untuk makan malam. Kebetulan Dewi dan Ridwan juga sedang asyik bercengkerama sambil menyantap makan malam mereka.
"Bu Kinar, ibu mau makan?" tanya Dewi sigap ketika melihat istri majikannya berjalan ke arah meja makan.
"Iya."
Dewi bangun dari duduknya. "Saya ambilkan Bu."
Kinara menggeleng sambil tersenyum. "Nggak usah Dewi, saya bisa sendiri." Ia lalu bergabung dengan Dewi dan Ridwan di meja makan.
"Ibu mau dibuatin minum apa?" tanya Dewi.
"Nggak usah Dewi."
"Nggak apa-apa Bu, lagian saya udah selesai makan," jawab Dewi.
"Mau jus mangga aja, ada?"
"Siap Bu, ada." Dewi berjalan ke lemari es untuk mengambil mangga, dan segera memasukkan potongan manga dan es batu ke dalam blender.
Kinara menyuapkan nasi ke mulutnya. "Buat tiga sekalian aja jusnya. Dewi sama Pak Ridwan suka jus mangga kan?"
"Saya suka semua Bu, yang penting halal," jawab Ridwan sambil tersenyum.
Dewi meletakkan tiga gelas jus mangga di meja makan. "Silahkan Bu jusnya."
"Makasih ya." Kinara menyicipi jus mangga buatan Dewi. "Dewi sama Pak Ridwan nggak keburu kan? Temenin saya di sini dulu ya."
"Siap Bu," jawab Dewi dan Pak Ridwan kompak.
Kinara dengan lahap menghabiskan nasi dan sup ayamnya. Tidak sengaja matanya menangkap Dewi yang sedang memperhatikan dirinya.
"Dewi kenapa ngliatin saya?" tanya Kinara heran.
"Nggak apa-apa Bu."
"Masa? Ngomong aja."
"Kalau dilihat-lihat, Bu Kinara mirip sama Mbak Melody," ujar Dewi membuat Kinara yang sedang meminum jusnya tersedak.
Dewi langsung merasa bersalah melihat reaksi Kinara, sedangkan Ridwan menendang kaki Dewi dari bawah meja sambil memberikan tatapan tajam pada Dewi.
"Aduh maaf Bu." Wajah Dewi terlihat khawatir. Ia merasa bersalah.
Kinara tersenyum tipis. "Nggak apa-apa Dewi."
"Sekali lagi maaf Bu." Dewi menundukkan kepalanya tidak berani menatap Kinara.
"Ngomong-ngomong tentang Melody, kenapa bilang saya mirip dia?"
Dengan hati-hati Dewi menajawab Kinara. "Sama-sama suka jus mangga, sama-sama suka kerja sendiri."
Kinara mengangguk-angguk setuju. Ia dan sahabatnya itu memang punya beberapa kesamaan. "Kalau Lucas lembur gini, biasanya Melody ngapain?"
"Mbak Melody juga sering nggak di rumah Bu, dia kan sibuk model, dan kalau di rumah pun ya, biasa aja. Pak Lucas sama Mbak Melody kan juga nggak beneran-" Dewi menoleh jengkel ke arah Ridwan ketika merasakan kakinya di tendang sekali lagi oleh lelaki di sampingnya.
"Nggak beneran apa?" tanya Kinara bingung.
"Nggak beneran sibuk banget," jawab Pak Ridwan.
"Katanya Melody sering nggak di rumah soalnya sibuk sama modelnya?"
"Oh eh iya, tapi nggak sesibuk awalnya, iya. Pak Lucas dulu juga nggak sesibuk ini."
"Jadi Melody ngurangin jadwal modelnya gitu?"
Dewi mengangguk. "I-iya Bu, soalnya Pak Lucas nggak ngebolehin." Perempuan itu mulai mengarang cerita untuk menutupi kebohongannya.
"Lucas perhatian banget ya sama Melody?"
"Iya Bu, kan Mbak Melody istrinya."
"Tapi Pak Lucas lebih perhatian sama Bu Kinara kok," tambah Pak Ridwan cepat-cepat.
"Iya Bu, jangan khawatir." Dewi ikut menambahkan.
Kinara tersenyum miring mendengar jawaban kedua orang di hadapannya. Ia merasa sedikit cemburu karena Lucas meminta Melody untuk mengurangi kesibukannya. Itu berarti Lucas perhatian pada sahabatnya, sedangkan Lucas tidak pernah protes sekali pun tentang pekerjaan dirinya, dan fakta jika Lucas tak sesibuk setelah menikah dengannya, membuat otaknya berpikiran negatif, jika Lucas sengaja menyibukkan diri karena menghindarinya.
Tanpa sadar Kinara menarik napas panjang, selalu seperti ini pikirnya. Sesaat setelah ia merasa tenang dengan sikap Lucas yang menghangat, dan janji lelaki itu, harapan yang ia bangun kembali terkikis dengan hal-hal kecil. Haruskah dirinya selalu seperti ini? Atau ia harus mulai berbesar hati?
***
Lucas terkejut saat menemukan Kinara tertidur di sofa ruang tamu. Dengan lembut ia mengguncang tubuh Kinara untuk membangunkannya.
"Ah, kamu udah pulang." Kinara langsung terduduk. Ia melihat jam dinding yang menunjukkan pukul satu malam.
"Kenapa kamu tidur di sini Kinar?" tanya Lucas khawatir.
"Oh, aku nungguin kamu pulang," jawabnya dengan suara serak khas bangun tidur. "Kenapa kamu baru pulang sekarang?"
"Aku ada lembur," jawab Lucas singkat.
"Lembur apa Luke? Sampai jam satu?" Kinara tidak puas dengan jawaban Lucas yang sama setiap harinya.
"Ya kerjaan, apa lagi? Masih banyak proyek juga," jawabnya malas.
"Proyek apa? Perusahaan kamu mau rilis produk baru? Apa masih bangun mall lagi? Proyek apa Luke?" Kinara menuntut penjelasan.
Lucas mengacak rambutnya jengkel. "Kenapa kamu pengen tahu?! Pokoknya ini urusan perusahaan Kinar. Kamu nggak percaya sama aku?" Suara Lucas meninggi. Karena kelelahan dan sikap Kinara yang tidak terduga seperti ini membuatnya marah.
"Aku percaya atau nggak sama kamu, aku tetap bertahan di sisi kamu kan? Aku bertahan bahkan saat kamu nggak kasih penjelasan ke aku, dan sekarang aku cuma pengen tahu apa yang masih kamu kerjain di kantor? Simple kan Luke? Tapi kamu nggak bisa jawab."
Lucas menarik napas untuk menenangkan dirinya. "Denger Kinar, aku nggak kasih penjelasan ke kamu, aku nggak cerita masalah aku ke kamu, bukan berarti aku bakal nyelakai kamu, bukan berarti aku nggak peduli kamu." Dengan suara tegas Lucas menambahkan. "Sekarang berhenti curiga sama aku, dan nyampurin urusan aku."
Hati Kinara mencelos mendengar ucapan Lucas. "Nyampurin urusan kamu? Aku tahu aja enggak urusan kamu apa!!" tukas Kinara jengah. "Kalau itu mau kamu, oke, tapi inget Luke, pernikahan itu bukan cuman tinggal serumah, tapi juga saling terbuka sama saling percaya. Bahkan dari awal kamu lamar aku, kamu udah nggak terbuka dan cukup percaya buat cerita ke aku. So whats new?"
Dengan itu, Kinara naik ke atas, bukan masuk ke kamarnya dan Lucas, ia memilih tidur di kamar tamu. Lama-lama ia lelah dengan sikap Lucas. Tidak terasa air matanya sudah tumpah membasahi bantal. Ia tidak ingin curiga kepada suaminya, tapi sikap suaminya yang semakin tertutup membuat hatinya selalu membisikkan ketakutan yang ia buang jauh-jauh. Ia takut Lucas mulai menyesali keputusannya menikahinya, dan seiring berjalannya waktu, bagaimana jika ia meninggalkan dirinya? Ia tidak peduli apa alasan lelaki itu menikahinya, karena ia tidak sanggup jika harus merelakan Lucas pergi.
Sedangkan Lucas yang mendapati kamarnya kosong mendesah pasrah. Kinara memilih tidur sendiri di kamar tamu, daripada tidur di kamar mereka dengannya, sejujurnya membuat dirinya ingin marah. Bukan marah pada Kinara tapi pada dirinya sendiri. Ingin sekali ia menyusul Kinara, memeluk istrinya erat, dan membisikkan kata maaf karena telah bersikap brengsek, dan membentak wanita itu. Kinara tidak pantas mendapatkan perlakuan buruk darinya. Namun, ia pun belum siap memberikan jawaban yang Kinara minta.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top