05 - Reality
"Kinar, nanti mampir sebentar ke rumah Mama aku ya. Tadi dia sms minta kita ke sana," tutur Lucas.
"Iya, nggak masalah."
Pasangan pengantin baru itu berjalan beriringan di Bandara Soekarno-Hatta, menuju pintu keluar, di mana, supir mereka, Ridwan sudah menunggu. Pria berusia empat puluh tiga tahun itu membantu Lucas memasukkan barang-barang mereka ke dalam mobil. Kemudian mereka langsung melaju ke kediaman orangtua Lucas. Setelah menempuh perjalanan hampir satu jam, akhirnya mobil yang ditumpangi Lucas dan Kinara berhenti di pelataran rumah besar berwarna krem.
"Pak, ini barang-barangnya di mobil aja, saya cuma sebentar kok, terus langsung pulang," kata Lucas, lelaki itu hanya membawa beberapa bingkisan masuk, oleh-oleh untuk keluarganya.
"Iya Pak." Ridwan mengangguk.
Lucas dengan menggandeng Kinara masuk disambut oleh pembantu rumah tangga di sana, Sari.
"Mama ada Mbak?"
Sari mengangguk. "Ada di belakang Mas Lucas, sama Mbak Sandra."
"Makasih Mbak."
"Kakak kamu pulang Luke?" tanya Kinara saat mendengar Sandra, kakak perempuan Lucas yang ikut suaminya di Manchester pulang ke Indonesia.
"Aku juga nggak tahu kalau dia pulang," jawabnya.
"Wah yang baru pulang honeymoon," sapa Sandra saat melihat pasangan pengantin baru itu masuk ke halaman belakang.
Lucas tersenyum lebar. "Kak, kapan pulang?" Ia memeluk Sandra, kemudian memeluk ibunya.
"Dua hari yang lalu," jawab Sandra. Lalu wanita itu langsung memeluk Kinara. "Congrats honey, maaf nggak dateng di acara pernikahan kalian."
"Nggak apa-apa Kak," balas Kinara sambil tersenyum.
Sandra ini adalah wanita yang ramah, dan humble. Sejak Kinara bersahabat dengan Lucas, ia selalu menyukai Sandra.
"Wait, i have something for you," ujar Sandra sebelum masuk, dan kembali beberapa menit kemudian membawa sebuah bingkisan. "Ini hadiah buat pernikahan kalian." Sandra memberikan ini pada Kinara.
"Aduh, kenapa harus repot-repot Kak? Tapi makasih." Kinara tersenyum tulus.
"Oh kita juga punya oleh-oleh dari Hawaii." Lucas memberikan beberapa bungkus oleh-oleh pada ibunya dan Sandra.
"Banyak banget," seru Sandra. "Mam, kok diem gitu wajahnya?"
Terdengar Laras, Ibu Lucas menghela napas. "Lucas bulan madu nggak bilang Mama dulu. Tahu, tahu, dia udah pergi besoknya."
"Ya ampun Mam, Mama masih marah sama Lucas gara-gara itu?" tanya Lucas.
"Dulu juga, Mama suruh bulan madu nggak bulan madu, malah sekarang bulan madu nggak bilang-bilang," ujar Laras.
Kinara mengernyit saat menyadari ibu mertuanya ini, mengungkit pernikahan Lucas yang terdahulu bersama Melody. Hatinya tercubit ketika sikap Laras berubah total padanya, menjadi ketus, dingin, tidak seperti dulu.
"Mama nggak marah, cuman harusnya kamu izin sama Mama. Lagian ini kamu masih banyak proyek malah ditinggal-tinggal," cecar Laras. "Apa ini yang minta Kinara?" Mata Laras langsung mengarah tajam ke arah Kinara.
"Nggak kok Ma." Kinara menggeleng pelan.
"Mama ini apaan sih?" Lucas menggeram tidak suka.
"Iya syukur kalau bukan karena Kinara," sahut Laras acuh.
"Aduh Ma, udahan ah. Nggak enak didengerin Kinara gini," tegur Sandra. "Ngomong-ngomong, kira-kira bawa hasil nggak nih bulan madunya?" Sandra mengalihkan pembicaraan.
Kinara awalnya tidak mengerti apa yang dibicarakan kakak iparnya. Tetapi setelah mendengar jawaban Lucas, pipinya memerah.
"Doain aja isi secepetnya," jawab Lucas sambil tersenyum. Ia melihat Kinara sejenak sebelum beralih memperhatikan Sandra kembali.
"Kalian nggak mau nunda dulu?" tanya Laras kaget. Ia tak menyangka Lucas dan Kinara langsung memprogram kehamilan di awal pernikahan mereka. Padahal dulu, saat Lucas dengan Melody, anak lelakinya itu bersikukuh untuk menunda kehamilan Melody, meskipun sudah dipaksa olehnya. Sedangkan Kinara menatap Lucas bingung, karena sebenarnya mereka berdua belum membicarakan tentang kehamilan.
"Kinar, nggak keberatan kan kalau langsung hamil?" tanya Lucas.
Kinara diam sejenak. Apa yang harus ia jawab? Anak adalah tanggung jawab besar. Tentu dia ingin memiliki anak, terlebih bersama Lucas, pria idamannya. Akan tetapi membayangkan anaknya tumbuh di dalam pernikahan yang tak pasti membuatnya tidak yakin. Mampukah dia menjadi orangtua yang bisa diandalkan? Perlahan Kinara mendongakkan kepalanya dan disambut dengan tatapan hangat Lucas. Lelaki itu lalu menggenggam jemari Kinara seolah mengetahui perang batinnya
"Nggak masalah, anugrah nggak boleh ditolak," jawab Kinara. Dalam hati ia berdoa pilihannya nanti tidak akan membuatnya menyesal.
"Istri oke, aku oke Mam." Lucas merangkul Kinara.
Laras menunjukkan wajah tidak setuju. "Kinara nggak hamil di luar nikah kan?"
Wajah Lucas merah padam. Ia tidak menyangka ibunya akan menanykan hal di luar batas. Padahal ibunya tahu Kinara seperti apa, dia adalah wanita terhormat dari keluarga berpendidikan. "Mam! Mama keterlaluan banget nuduh Kinara sembarangan gitu!"
"Jangan salahin Mama, pas pernikahan kamu sama Melody, kamu mati-matian nunda kehamilan Melody, padahal Mama minta cucu, tapi sekarang, kamu dengan santainya langsung program hamil."
Lagi-lagi, Laras membahas pernikahan Lucas dengan Melody. Hal ini membuat hati Kinara nyeri, dan wajahnya murung. Selamanya sang ibu mertua tidak akan pernah menganggapnya, hanya ada Melody bagi Ibu Lucas. Tidak akan ada Kinara.
"Mama! Kalau Mama manggil aku ke sini cuma mau bertengkar gara-gara pernikahan aku sama Kinara, mending aku sama Kinara pulang." Lucas menarik tangan Kinara, mereka berdiri dari sofa. "Satu lagi Ma, Kinara itu istri aku, aku minta Mama menghormati dan menghargai keputusan aku. Karena kalau Mama nyakitin Kinara, itu sama aja nyakitin aku."
Dengan itu, Lucas dan Kinara pergi meninggalkan rumah Laras. Dalam perjalanan ke rumah Lucas -yang kemudian menjadi rumah mereka- tidak ada yang berbicara. Kinara sesekali mencuri pandang ke arah Lucas untuk mengamati lelaki itu. Suaminya mengatupkan bibirnya rapat-rapat, mencegah amarahnya meledak. Kinara sangat merasa bersalah, karena dirinya, Lucas dan ibunya harus bertengkar. Namun tak dapat dipungkiri, sikap Lucas tadi, membuat Kinara terharu. Setidaknya, ia tahu jika Lucas peduli padanya.
"Luke." Dengan hati-hati Kinara memanggil Lucas.
"Hm."
"Aku, aku minta maaf."
"Nggak perlu minta maaf." Nada bicara Lucas berubah dingin.
Kinara memilih tidak menanggapi sikap dingin Lucas yang kembali. Ia merasa kondisi hati Lucas sedang buruk. Setelah sampai di rumah, Ridwan membantu Lucas membawa masuk barang-barang mereka. Kinara membawa satu koper dari bagasi mobil ke dalam, tapi Lucas langsung menghentikannya.
"Jangan, berat."
"Nggak apa-apa Luke, aku biasa bawa koper kok." Kinara bersikeras membawa koper.
"Jangan bantah Kinar. Kamu masuk kamar, istirahat." Lucas merebut koper dari tangan Kinara.
"Tapi-"
"Nggak usah bantah!" Kali ini Lucas membentak.
"Oke." Kinara menundukkan kepalanya, takut pada Lucas yang berubah menjadi suami dingin dan menyeramkan. Wanita itu menghela napas dan naik ke lantai dua. Di sana sudah ada pembantu rumah tangga, Dewi, yang akan menunjukkan di mana kamarnya.
"Saya Dewi Bu, saya yang kerja di rumah ini." Perempuan berusia sekitar awal dua puluh tahun itu memperkenalkan diri.
"Saya Kinara." Kinara menerima uluran tangan Dewi.
"Saya panggilnya Bu Kinar aja ya, kan suaminya Pak Lucas," kata Dewi malu-malu.
"Senyamannya kamu aja Dewi, mau panggil saya siapa." Kinara menyahuti.
Dewi mengangguk. "Mari Bu, saya antar ke kamar Ibu sama Bapak."
"Makasih Dewi." Kinara tersenyum lelah pada Dewi.
"Kalau ada apa-apa panggil saya aja Bu, saya permisi dulu." Dewi pamit meninggalkan Kinara.
Kinara memperhatikan kamar Lucas. Dengan tempat tidur ukuran king size di tengah ruangan, satu televisi menempel di dinding menghadap ke arah tempat tidur, satu set meja rias, di sisi kiri dekat pintu, dan satu set kursi yang berisi satu meja kecip dan tiga kursi di sisi sebelah kanan, dekat dengan jendela. Kamar mereka pun tersambung dengan walk-in closet yang cukup luas, dan kamar mandi.
"Ini kamar yang dipake Lucas sama Melody juga bukan ya?" Tanpa sadar pertanyaan bodoh itu keluar dari mulut Kinara.
Ia memang sudah beberapa kali main ke sini, mengunjungi Lucas dan Melody yang tinggal di sini sejak menikah. Namun ia tidak pernah tahu, mana kamar yang mereka pakai. Kinara memilih mandi terlebih dahulu sebelum tidur. Meskipun ia sangat tergoda untuk berendam di jacuzi, tapi matanya sudah sangat berat, efek jet lag yang baru terasa. Kinara keluar dari kamar mandi bersamaan dengan Lucas memasuki kamar mereka.
"Luke kamu istirahat dulu, pasti capek," ujar Kinara.
Lucas mengangguk. "Oh iya Kinar, besok kamu kerja dianter Pak Ridwan, nggak usah bawa mobil sendiri."
"Loh kok gitu? Aku udah biasa bawa mobil sendiri Luke," protes Kinara.
"Udah nurut aja," jawab Lucas ketus.
Dengan kondisi lelah dan mengantuk, Kinara jadi lebih sensitif. "Luke kamu nggak bisa seenaknya gini dong. Seharusnya kamu bicarain sama aku dulu," tukas Kinara tidak bisa menyembunyikan rasa kesalnya.
"Ini aku lagi bicarain sama kamu kan?" Lucas berkacak pinggang tidak mau kalah.
"Aku mau bawa mobil sendiri, aku nggak butuh supir," tolak Kinara lalu berbaring di tempat tidur, mencoba menghiraukan Lucas.
"Bisa nggak si kamu nurut!? Aku sekarang suami kamu, dan itu udah kewajiban kamu buat nurut sama aku!" gertak Lucas. "Lagian aku minta kamu nurutin sesuatu buat kebaikan kamu sendiri!" ucapnya final sebelum membanting pintu kamar mandi.
Air mata meluncur bebas di pipi Kinara. Lucasnya yang hangat, menghilang begitu saja. Yah, reality is coming. Pikir Kinara. Masa-masa indah saat bulan madu menguap begitu saja. Akankah yang kebahagiaan yang dirasakan Kinara saat bulan madu tidak akan terulang lagi dan menjadi kenangan?
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top