02 - Dilema
Kinara dan Lucas sekarang berada di dalam pesawat dalam perjalanan ke Hawaii untuk bulan madu mereka. Sebelum berangkat, mereka berpamitan pada keluarga besar terlebih dahulu.
"Hati-hati ya, jangan lupa pulang bawa momongan." Alena memeluk Kinara.
Kinara tertawa canggung. "Mustahil itu Kak."
Bagaimana mau membawa momongan? Kinara sendiri yakin, Lucas tidak akan menyentuhnya. Melihat tatapan dingin yang diberikan lelaki itu, membuat Kinara sadar betul Lucas tidak akan pernah menganggapnya sebagai istri yang seharusnya.
"Berapa hari kita di Hawaii?" tanya Kinara pada Lucas yang sibuk membaca majalah otomotif.
"Seminggu." Lagi-lagi yang didapat Kinara hanya jawaban singkat.
"Luke, kenapa kamu nggak diskusiin kalau kita mau honeymoon ke Hawaii?" Kinara mencoba membuka percakapan.
Lucas menutup majalahnya dan menoleh ke arah Kinara. "Kalau aku ngomong, kamu bakal nolak, iya kan?"
Kinara diam. Iya juga sih. Dirinya nggak mau ngabisin waktu sama Lucas yang dingin begini.
"Lagian Hawaii itu impian honeymoon kamu kan?"
Diam-diam Kinara menahan senyum di bibirnya. Lucas masih ingat! Dia pernah sekali mengatakan impian bulan madunya ada di Hawaii. Siapa sangka ia benar-benar bulan madu di Hawaii bersama Lucas.
"Thanks ya," gumam Kinara.
"Kinar, aku tahu kamu bingung, tapi usaha buat enjoy honeymoon kita. Bisa kan?" Suara Lucas melembut.
Kinara menganggukkan kepala seperti anak kecil yang patuh pada orangtuanya. Di otaknya berputar seribu skema, kira-kira apa yang ada di dalam pikiran Lucas sekarang, kenapa sikap lelaki itu berubah-ubah, dan itu adalah percakapan terpanjang mereka setelah menjadi pasangan suami-istri.
***
Keduanya sampai di hotel tempat mereka menginap pukul empat pagi. Kinara maupun Lucas terlihat lelah dan mengantuk, lelaki itu yang melihat istrinya berkali-kali menguap langsung menyuruh Kinara mandi sebelum perempuan itu melanjutkan tidurnya.
"Mandi dulu. Habis ini baru tidur," kata Lucas sambil membuka koper dan mengeluarkan baju ganti.
"Hari ini kita langsung jalan?" Kinara membuka koper dan mengeluarkan baju ganti.
"Nggak. Hari ini kita free. Aku tahu kok kamu capek, jet lag juga kan?"
Kinara mengangguk. Ia menuruti suaminya dan segera mandi. Rasanya ia ingin segera membaringkan tubuhnya di kasur yang menggoda itu. Kalau diingat, tadi Lucas tidak membentaknya dan juga tidak berbicara ketus dengannya. Apa Lucas berubah? Apa Lucas menikmati perannya sebagai suaminya? Kinara menggelengkan kepalanya. Dirinya tidak mau banyak berharap. Tetapi sampai sekarang, ia masih penasaran, apa alasan dibalik nekatnya lelaki itu sampai mau menikahinya.
Kinara keluar dari kamar mandi menggunakan baju tidurnya. Ia langsung naik ke atas tempat tidur. Matanya sudah sangat berat dan minta diistirahatkan.
"Lucas aku tidur dulu ya," ujar Kinara.
"Tidur aja, nanti aku nyusul," sahut Lucas sebelum ke kamar mandi.
***
Lucas dengan hanya menggunakan celana pendek dan kaus oblong, menghela nafas sambil bersandar di tembok memandangi Kinara yang sudah tertidur pulas. Dua hari pernikahan mereka adalah hari yang melelahkan. Pikirannya penuh dengan berbagai macam masalah, dan Kinara, menjadi salah satu masalah itu.
Ia tidak pernah berniat untuk bersikap dingin pada Kinara, tidak pernah. Namun, itu adalah salah satu cara yang ia tahu untuk membuat Kinara berhenti menanyakan alasan kenapa ia menikahinya. Untuk sementara, Lucas rela menciptakan jarak antara ia dan Kinara, demi bertahannya pernikahan mereka.
"Kinar, sabar ya. Bentar lagi selesai kok," ucapnya. Dalam hati lelaki itu berharap agar ucapannya menjadi nyata.
Lelaki itu merebahkan tubuhnya di atas tempat tidur, menyusul Kinara, dan melakukan hal yang ingin dia lakukan sedari tadi yaitu memeluk tubuh mungil istrinya dan meresapi wangi tubuh Kinara sebelum kesadarannya menghilang ditelan mimpi.
***
Kinara membuka matanya perlahan saat merasakan kandung kemihnya penuh, dan ingin buang air kecil. Namun napasnya tercekat saat ia menyadari ada lengan kuat yang melingkar di pinggangnya. Hampir saja ia berteriak karena panik, tapi buru-buru logikanya bekerja membuatnya mengatupkan mulutnya rapat-rapat.
Lucas memeluknya. Mimpi apa dia? Dengan hati-hati, ia melepaskan pelukan Lucas, dan berbalik untuk menghadap lelaki itu. Matanya terpejam dengan damai. Deru napas teraturnya memasuki telinga Kinara.
"Andai kamu mau kasih tahu apa yang kamu simpen di sini ke aku," bisiknya sambil meletakkan tangannya di dada Lucas. "Aku mungkin nggak akan sebingung ini. Karena yang aku rasain sekarang itu, terombang-ambing, nggak tahu mau ke mana."
Kinara tanpa sadar tersenyum getir meratapi nasibnya. Berada di pelukan hangat Lucas selalu menjadi impian hati kecilnya sedari dulu. Tetapi kini sekarang ia menanyakan dirinya sendiri, mengapa impiannya malah yang menorehkan luka? Apa memang ia harus melewati hal ini untuk dapat memiliki Lucas seutuhnya?
Pukul sepuluh pagi, Lucas dan Kinara bersiap untuk sarapan. Mereka lebih memilih sarapan di restauran hotel daripada mencari sarapan di luar. Pemandangan yang disuguhkan benar-benar menyegarkan mata. Suasana kolam renang yang asri dan lautan luas memanjakan mata mereka. Tidak perlu menunggu lama, seorang pelayan mengantarkan pesanan mereka, ada lobster, cumi-cumi, dan berbagai makanan khas dari Hawaii yang ingin mereka cicipi.
"Ehm.. lezatnya." Kinara menyicipi lobster berukuran besar itu. "Gila rasanya." Wanita itu langsung melahap lobster di hadapannya.
Lucas mendengus geli. Ini memang kebiasaan Kinara jika sudah berhadapan dengan makanan kesukaannya., dan kebetulan, Kinara dan Melody sama-sama penggila seafood.
"Kalian berdua itu, kalo nemu seafood aja lupa dunia," ujar Lucas terkekeh.
Tangan Kinara yang sedang mengiris lobster, tiba-tiba berhenti ketika mendengar ucapan Lucas.
Kalian? Siapa kalian?
Tatapan Kinara langsung jatuh ke arah Lucas. Dengan tersenyum miris ia meletakkan garpu dan pisaunya. Tentu saja yang dimaksud Lucas itu Melody dan dirinya.
"Aku udah nggak selera. Habis ini, aku mau langsung ke kamar," tutur Kinara.
Nafsu makan Kinara lenyap begitu saja setelah tahu jika Melody tidak pernah bisa meninggalkan pikiran Lucas. Bukan ia cemburu, tapi seharusnya Lucas bisa menghargai perasaannya sebagai istri. Mengingat Melody juga membuat dada Kinara terasa sesak. Rasa bersalah yang sudah ia singkirkan kini datang lagi, menamparnya dan membuatnya sakit.
Lucas mengerutkan keningnya bingung. Tadi sepertinya Kinara baik-baik saja. "Kamu kenapa sih? Dihabisin dulu, aku tahu kamu masih pingin makan."
"Aku udah males makan. Tenang, aku bakal nungguin kamu ngabisin sarapan kamu dulu," kilah Kinara.
Kinara mencoba meredam rasa amarah dan kecewa yang bercampur menjadi satu. Ia kesal pada suaminya yang berlagak tidak tahu, dan bersikap seolah tidak melakukan kesalahan. Lucas menatap Kinara dengan tidak suka. Ia tahu Kinara masih ingin sarapan, tapi sikapnya ini membuat dirinya jengah.
"Kinar, aku nggak mau kamu ngrusak pagi ini, karena kamu ngambek sama hal yang nggak jelas," kata Lucas jengkel.
Kinara tertawa kosong. "Nggak jelas? Nggak jelas di bagian mana Luke?"
Lucas berkata dengan suara rendah. "Cerita. Kasih tahu aku, apa yang bikin kamu marah."
"Kamu Luke. Kamu yang bikin aku kaya gini." Kinara berkata jujur. "Kamu minta aku buat nikmatin honeymoon kita, tapi kamu ungkit Melody di depan aku. Maksud kamu apa?"
Mata Lucas membelalak. "Aku? Bahas Melody kapan?"
"Luke, sebenernya apa alasan kamu nikahin aku? Aku nggak bisa ngejalani pernikahan yang nggak jelas kaya gini," kata Kinara.
Lucas menyisir rambutnya dengan jari frustasi. "Kinar.."
"Kalau kamu nikahin aku, untuk buat aku ngliat kamu yang sekarang ketus, dingin, setelah ditinggal Melody buat apa? Kamu pingin buat aku merasakan penderitaan kamu? Kamu pingin buat aku merasakan penyesalan udah buat Melody meninggal? Perlu kamu tahu ya Luke, tanpa kamu ingetin, tanpa kamu nikahin aku, penyesalan itu nggak bakal pernah pergi!" Air mata Kinara sudah meluncur di wajahnya dengan bebas.
"Stop!" desis Lucas. "Aku nggak ada niat, untuk buat kamu menderita! Terus berhenti bahas Melody di hubungan ini. Karena masa lalu itu nggak bakal pernah habis digali."
"Kalau kamu emang nggak ada niat buat nyakitin aku, kenapa kamu nggak jujur Luke?"
"Aku ingin bangun masa depan sama kamu, apa itu nggak cukup?"
Kinara tersenyum geitr. "Kamu nggak perlu bohong Luke, karena yang aku tahu, lelaki yang merajut masa depan bersama istrinya itu, harusnya bahagia, bukan tertekan kaya kamu."
Kinara bangun dari tempat duduknya, ia sudah tidak tahan. Setidaknya kalau Lucas memberi tahukan alasan mengapa dia menikahinya, dirinya tidak perlu termakan oleh harapan kosong, jika Lucas memang menginginkan dirinya sebagai masa depannya.
***
Maret, 2018
Lucas berlari dari tempat parkir mobil ke rumah sakit. Rasa takut dan panik terlihat jelas di wajah tampannya. Bagaimana tidak? Ia mendapat kabar, mobil yang ditumpangi Kinara dan Melody mengalami kecelakaan parah.
"Suster, saya mencari dua pasien perempuan kecelakaan mobil, baru aja kecelakaannya." Lucas menghentikan seorang perawat yang keluar dari emergency room.
"Sudah dibawa ke ruang operasi Pak. Lewat sebelah sini." Perawat itu menunjukkan jalannya pada Lucas.
"Terima kasih."
Ia kemudian berlari lagi menuju ruang operasi. Di depan ruang operasi, ada seorang perawat yang berjaga dan dua orang petugas kepolisian.
"Apa anda Bapak Lucas?" tanya seorang polisi.
Lucas mengangguk.
"Perkenalkan saya Febri, saya yang menangani kasus ini. Apa Bapak punya hubungan kerabat dengan kedua korban?"
"Saya.. saya suami Melody dan kebetulan juga sahabat Kinara," jawabnya.
"Kami melakukan operasi darurat, karena jika ditunda, akan sangat membahayakan mereka berdua." Perawat itu menyela pembicaraan Lucas dan petugas kepolisian.
"Bagaimana kondisi mereka?"
"Kecelakaannya cukup parah Pak. Mobilnya ringsek karena menabrak sebuah rumah kosong. Kondisi mereka berdua sangat parah. Ibu Kinara sebagai pengemudi, sepertinya hilang kendali, saat ada sebuah mobil rem blong meluncur dengan cepat ke arah mereka. Mobil itu menabrak sisi Ibu Melody."
Penjelasan dari Febri, membuat jantung Lucas berdetak kencang. "Ya Tuhan. Tapi mereka berdua selamat kan?"
"Kita berdoa saja bersama," jawab Febri.
Selang beberapa menit, seorang perawat keluar dari salah satu ruang operasi. Ia membisikkan sesuatu kepada perawat yang berjaga di luar. Lalu, seorang dokter menyusul keluar.
"Pak Febri? Apa pihak keluarga sudah datang?" tanya dokter laki-laki itu.
Febri mengangguk dan menunjuk Lucas. "Saya suami Melody dan sahabat Kinara, ada apa ya Dok?"
Wajah dokter tersebut terlihat murung, senyuman tipis tersungging di bibirnya. "Bapak, kami mohon maaf, Ibu Melody tidak bisa diselamatkan," katanya menyesal.
Lucas mematung, tubuhnya kaku tidak bisa digerakkan. Telinganya berdengung.
"Dia mengalami patah tulang rusuk, dan tulang tengkoraknya retak, yang menyebabkan pendarahan otak, kondisinya terlalu parah." Dokter itu kembali menjelaskan keadaan Melody.
"Saya bisa lihat dia?"
"Mohon maaf Pak, anda tidak diperbolehkan melihat korban, sebelum dibersihkan." Dokter tersebut memberikan tatapan prihatin.
"Kami ikut berbela sungkawa Pak," ujar Febri dan rekannya.
Ini adalah hari terburuk bagi Lucas. Melody, sahabatnya, tempat berbagi kegilaan bersama, pergi untuk selamanya. Dia berdoa pada Tuhan, setidaknya untuk menyelamatkan Kinara. Karena ia tidak tahu, hidupnya akan jadi apa, jika ia ditinggalkan oleh kedua wanita itu secara bersamaan.
***
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top