Oneshoot


Rate : T
Genre : Romance, Angst.

             A Million Pieces

Naruto @ Masashi Kishimoto

Story by Nijimura Ran

                 Cast :

         Hinata Hyuuga

       Akasuna no Sasori

                 Sumary

Kau seperti bintang di langit yang tak bisa tersentuh karena jauh. Akankah jalan ini lebih dekat hari ini?
Mengapa kau membuatku gemetar?
Keberadaanmu membuatku menarik nafas.

Note :

Fanfic ini di buat untuk mengikuti event #HinataCentric2017
#HCSweetestDecember

Happy reading

.
.
.
.

Musim semi di Jepang memang sangatlah indah. Bukan hanya Hinata yang mengakuinya. Bahkan orang yang dari luar negeri pun datang ke Jepang hanya untuk melihat indahnya bunga musim semi itu.

Kelopak mata Hinata menutup perlahan menikmati bunga sakura yang tengah berguguran di atasnya.

Senyum manis pun terukir di parasnya yang cantik.

Tiba-tiba Hinata membuka kelopak  matanya kemudian ia berbalik namun

Brugh

Hinata menabrak seseorang!

Dengan gerakan yang cepat Hinata membungkuk sambil mengucapkan permintaan maafnya. Merasa bersalah.

Yang hanya di balas senyum kecil oleh orang itu.

Hinata melukis senyum manis di bibirnya, wajah cantiknya merona ketika melihat senyuman pemuda itu.

Hinata melihat pemuda itu pergi melanjutkan langkahnya yang sempat tertunda. Tangan kanannya menyentuh dada sebelah kiri, dimana letak jantungnya berada.

Deg deg deg..

Mengapa kau membuatku gemetar?

Hinata akhirnya mengikuti pemuda tersebut. Tentu karena rasa penasaran Hinata yang sangat tinggi.

Sambil menikmati perjalanannya Hinata juga nemperhatikan pemuda tersebut. Ia sedikit penasaran. Ya hanya sedikit.

Jika dilihat lagi pemuda itu memiliki paras yang rupawan. Surai merah menyala dan iris hazel yang indah. Kulitnya putih pucat, dia seakan boneka porselen yang bisa berjalan.

Hinata tertawa kecil mengingat kelakuan dirinya yang mengikuti pemuda tersebut secara diam-diam. Pemuda asing yang membuatnya sedikit tertarik.

**

Sasori berjalan santai sambil menikmati musim semi di Negara kelahirannya, sesekali ia memotret sesuatu yang unik dan berkelas.
Berjalan santai seperti sekarang membuat dirinya lebih  rileks dari sebelumnya. Jarang sekali ia mempunyai waktu luang seperti ini.
Berlibur dan menelusuri bangunan-bangunan  kuno yang menurutnya indah dan memiliki arti seni adalah hal yang sangat di nanti olehnya.

Ini seperti mimpi bagi Sasori.

Saat ia ingin mengambil potret dirinya sendiri menggunakan smartphone, Sasori terkejut.

Karena di layar Smartphone nya ia tidak sendiri. Sasori melihat ada sosok gadis cantik yang tengah menatap penasaran padanya.

Sasori dengan cepat menyimpan ponselnya tersebut. Matanya menatap datar pada  gadis itu.

Sasori melihat gadis di depannya yang sepertinya tengah salah tingkah. Mungkin juga malu, karena ke pergok tengah memperhatikan dirinya.

Hening

Tak ada yang berbicara diantara mereka, Sasori sendiri lebih memilih diam dari pada menegur.
Jujur saja, ia tak menyukai orang baru. Ia akan mengabaikannya sebelum ia benar-benar mengenal orang itu.
Kemudian Sasori memotret dirinya lagi sebelum sebuah suara merdu mengintrupsi dirinya.

"A-ano etto..."

Sasori menatap gadis itu datar. Sebenarnya,  apa mau gadis itu? Sasori jadi heran sendiri kan?

**

"A-ano etto..."

Hinata melihat pemuda yang ada di depannya menatapnya datar. Sungguh dirinya sangat malu. Terbukti dari kini pipinya yang kian  memanas.

Hinata mengulurkan tangannya, berharap ia bisa berkenalan dengan pemuda tersebut.

Tapi Hinata tercengang saat uluran tangannya hanya mengambang di udara.

Tidak di sambut balik.

Pemuda itu terlihat bingung, lalu membungkukan badannya sebelum pergi meninggalkan dirinya dalam keadan tangan terulur.

Hinata mengepalkan tangannya kemudian terkekeh pelan, ia tak menyangka ada pemuda yang berani mengabaikan dirinya.
Hinata berbalik, dengan hati yang berbunga-bunga ia kembali mengikuti pemuda tersebut.

Keberadaanmu membuatku menarik napas.

**

Sasori telah mengelilingi beberapa tempat yang ingin ia kunjungi.

Termasuk sekarang, ia memilah beragam oleh-oleh yang khas untuk di bawa ke London.

Ya selama ini ia besar di sana, meskipun orang tuanya asli dari Jepang.

Pandangannya jatuh pada stand penjual berbagai topi. Sasori pun melangkah  mendekati stand tersebut.

"Lucu sekali.." gumam Sasori pelan.

Setelahnya Sasori mencoba topi tersebut dan ternyata sangat pas di kepalanya.
Ia langsung membayar dan pergi menuju stand lain.

Hingga pandangan Sasori jatuh ke stand penjual buku. Ia mendekati stand tersebut.

Sasori membaca judulnya satu persatu, siapa tahu ada yang membuatnya tertarik.

Ketika Sasori memilah buku yang menurutnya menarik, Sasori merasa aneh.
Seperti ia tengah di perhatikan tapi..

Disini hanya ada orang asing. Tak ada yang dikenali olehnya.

Tangannya terulur ingin mengambil sebuah buku namun ada tangan lain yang terulur ingin mengambil buku itu juga.

Tatapan mereka bertemu.

Reflek Sasori menarik tangannya yang terulur tadi.
Dahi Sasori mengerut samar saat gadis yang ada di depannya tersenyum padanya.

'Dia gadis yang tadi.' Sasori membatin.

Lagi, tangan gadis itu terulur padanya. Sasori tidak tahu apa yang gadis itu inginkan.
Namun Sasori mengabaikannya dan memilih membungkukan badannya kemudian berbalik meninggalkan stand tersebut.

Pikiran Sasori agak terganggu dengan kehadiran gadis itu.

***

Kembali, tangannya tak disambut oleh pemuda tersebut. Hanya mengambang di udara, ia menarik tangannya kembali dan memasukannya ke dalam saku mantel yang ia pakai.
Senyum Hinata terbit, ia merasa ini sangatlah menarik dan Hianata pun mengikuti kemana arah perginya pemuda bersurai merah tersebut.

Hati kosongku dan hati lemahku, terimakasih untuk telah mengisi dengan permata-permata sepertimu.

**

Sasori mengambil Smartphone nya di saku, ia membuka salah satu apps di smartphone tersebut untuk melihat rute yang akan ia kunjungi  selanjutnya.

Senyum tipis terulas di bibirnya sebelum melangkah menuju tempat tujuan.
Jujur saja, ia sangat menikmati suasana di sini, begitu damai dan indah menurutnya.

Saat Sasori sibuk melihat-lihat pemandangan yang ada di sekitarnya, ia di kejutkan dengan sebuah tangan yang tiba-tiba menggenggam erat tangannya.

'Gadis ini lagi.' Batin Sasori.

"Lepaskan.." ujar Sasori pelan.

Hinata menggelengkan kepalanya sambil tersenyum.

"Tidak, kau sudah menolakku dua kali. Kali ini kau harus menurut padaku. Tidak ada penolakan." Balas Hinata santai namun dengan nada yang sedikit mengancam.

Sasori memyipitkan matanya, ia tak menyukai keputusan Hinata. Keputusan yang diambil secara sepihak.

"Menyebalkan.." batin Sasori.

Kemudian ia digandeng menuju tempat lain yang belum sempat ia kunjungi tadi.

Awalnya Sasori tak suka dengan cara yang dilakukan oleh Hinata. Namun akhirnya ia pasrah ketika di tarik kesana kemari untuk mengikutinya.

**

Hinata tersenyum ketika tak ada penolakan yang dilakukan oleh pemuda tersebut.
Ia diam-diam tertawa kecil mengingat kelakuannya. Sebelumnya Hinata tak pernah melakukan hal ini pada siapa pun, tapi entah kenapa ia melakukannya pada pemuda merah ini.

Lagi, ia tak mengerti dengan jalan pikirannya kali ini. Semuanya hanya bergerak refleks mengikuti kata hatinya.

"Gomen, aku sudah menarikmu - memaksa-  tiba-tiba, ada tempat yang ingin ku tunjukan padamu." Ujar Hinata pelan.

Sasori mengerjapkan matanya sejenak kemudian mengulas senyum tipis sebelum menggeleng.

Dahi Hinata sedikit berkerut, pemuda yang ada di depannya ini tak menjawab apa yang ia katakan.

Terlebih Hinata sudah meminta maaf tadi.

'Apa dia tak bisa bicara?' Batin Hinata bertanya-tanya.

'Ah tadi dia hanya berucap satu kata, tipe pendiam eh?'

"Nona.." panggil Sasori tiba-tiba.

Membuyarkan Hinata dari pikiran mengenai dirinya.

"Y-ya?" Balas Hinata sedikit gugup.

"Sedari tadi kita berjalan bersama, tapi kau belum memperkenalkan dirimu." Ujar Sasori pelan.

Pandangan Sasori tertuju pada sekelompok merpati yang sedang makan di tengah jembatan.

Hinata mengerjapkan kelopak matanya. Lalu siapa yang tadi menolak berkenalan? Pikir Hinata.
Tapi dengan dengan cepat ia menjawab.

"Ah, gomen. Namaku Hinata, salam kenal."

"Sasori, salam kenal juga."

Keduanya saling menatap satu sama lain.

Hinata merasakan debaran jantungnya semakin cepat ketika menatap Sasori. Ia cepat-cepat mengalihkan pandangannya sebelum wajahmya memerah seperti apel masak.

Kata-kata aku mencintaimu yang terbuang hanya orang yang berharga. Bahkan tak berani mengatakan kata terakhir.

Mereka memutuskan untuk berkeliling di pinggir danau yang letaknya tak jauh dengan jembatan.
Tangan mereka pun masih saling bertaut. Entah kenapa keduanya merasa nyaman dengan momen ini.
Hingga pegangan itu semakin mengerat.

"Aku ingin beli ice cream." Ujar Hinata lirih.

Langkah mereka berhenti tiba-tiba.
Hinata memandang Sasori dengan tatapan bingung.

Kemudian Sasori menarikknya pergi, mereka berbalik arah.

Sasori menggandeng Hinata menuju stand penjual ice cream. Kemudian mereka memesan ice cream dengan rasa favorite masing-masing.
Setelah membeli ice cream mereka duduk di bawah pohon menikmati segarnya air danau dan sejuknya angin dari pohon yang mereka tempati.

Guguran bunga sakura membuat alur mereka sedikit lebih dramatis. Mereka mirip tokoh sepasang kekasih yang berada di Shoujou Manga.

Sasori mengambil kameranya untuk mengabadikan momen mereka.

"Berfoto?" Tanya Sasori sambil memamerkan kamera nya.

Hinata memganggukan kepalanya dengan semangat.

"Ku pikir itu ide yang bagus." Jawabnya dengan nada riang namun terkesan malu-malu.

Sasori pun mengambil beberapa potret dirinya juga Hinata dalam berbagai pose.

Kemudian mereka tertawa ketika ada foto yang menurut mereka lucu.

Sadar mereka sedikit OOC Sasori dan Hinata langsung terdiam. Dan jangan lupakan dengan rona merah yang hadir di pipi keduanya.

Kau seperti bintang di langit, yang tak bisa tersentuh karena jauh. Akankah jalan ini lebih dekat hari ini?

Kruyuk!

Wajah Hinata memerah, ia malu dengan suara perutnya yang berbunyi di waktu yang tidak tepat.

Sedangkan Sasori menahan tawanya, ia tak menyangka dalam seumur hidupnya ia bisa mendengar suara yang menurutnya langka.

"Jangan tertawa!" Pekik Hinata kesal.

Rona merah di pipinya belum hilang. Sungguh, Hianata malu setengah mati.

"Oke, maafkan aku. Ekhem, lebih baik kita pergi ke cafe, ayo." Ajak Sasori. Ia bangun dari posisi duduknya.

"Tidak tidak! Aku tidak mau ke cafe." Tolak Hinata cepat.

"Lalu? Bukannya kau lapar?" Tanya Sasori heran.

"Yyya, tapi kau sedang liburan disini kan? Aku akan mengenalkan beberapa makanan yang khas disini." Ucap Hinata yakin.

"Baiklah.."

"Ayo!"

"Hmm.."

Mereka pun beranjak meninggalkan danau.

Malam ini kau adalah berjuta-juta potongan.
Kau mengisi, mengisi dan mengisi hatiku secara mendalam.

**

Kini Hinata sampai di depan kedai Ramen Ichiraku.
Mereka pun masuk kedalam untuk memesan ramen.

Hinata memandang bangunan ini takjub, tak ada yang berubah satu pun dari dulu.

"Oh, Hinata-chan?" Seru Ayame ceria.

"Umm Kak Ayame! Apa kabar?" Tanya Hinata sambil tersenyum manis.

Ah, Hinata memang sudah sangat akrab dengan putri pemilik kedai ramen tersebut.

"Baik dan oh! Siapa pria itu?" Jawab Ayame sambil bertanya balik.

"E-eh? Dia ah rahasia~" ujar Hinata pelan.

Sasori hanya menyimak pembicaraan mereka.

"Hidoii ne, jadi kalian ingin memesan apa?" Tanya Ayame sambil menyerahkan menu pada Sasori dan Hinata.

"Miso!" Jawab Sasori dan Hinata secara bersamaan.

Ayame terkekeh pelan mendengar jawaban keduanya yang kompak.

"Baiklah, silahkan duduk. Akan ku buatkan pesanan kalian." Setelah mengatakan kalimat tersebut Ayame undur diri untuk membuat pesanan mereka.

"Kau suka makan disini?" Tanya Sasori penasaran.

"Yya, dulu waktu aku masih duduk di bangku sekolah aku sering kemari." Jawab Hinata jujur.

"Kau kuliah?"

"Aku sudah bekerja."

"Ku kira kau anak SMA." Ujar Sasori sambil tertawa pelan.

"Terimakasih, aku merasa tersanjung." Balas Hinata sambil mengerucutkan bibirnya sebal.

"Dasar."

"Ya, karena banyak orang yang mengira bahwa aku masih duduk di bangku sekolah."

"Begitu ya?"

"Umm. Kau sendiri?" Tanya Hinata balik. Jujur, ia juga penasaran dengan usia Sasori.

"Bagaimana kalau kau menebak?" Itu bukan jawaban, melainkan berbalik bertanya.

"Umm, kau mungkin adik kelasku?" Jawab Hinata tak yakin. Dahinya berkerut samar.

"Kira-kira berapa umurku? Coba tebak." Ujar Sasori, sudut bibirnya sedikit terangkat,  menyeringai.

"20 thn? Apa benar?" Tebak Hinata.

Sasori tergelak, ia tak menyangka dengan jawaban Hinata. Kepalanya menggeleng lemah, tangan kanannya memegang perut yang sakit akibat menahan tawa.

"35 thn. Kau salah nona." Ucap Sasori santai.

"Muka mu menipu tuan." Ujar Hinata setelah mendengus samar.

Tak berapa lama, pesanan mereka datang.

Kau mengumpulkan hatiku yang patah, malam ini ditempat yang dalam, cahaya mu mengisi aku sepenuhnya.

**

Setelah selesai dengan urusan perut, mereka melanjutkan perjalanan.

"Tunggu! Aku ingin mampir sebentar." Ujar Hinata tiba-tiba.

"Hm?"

"Apa kau mau ikut?" Tanya Hinata.

Mereka kini berada di depan Gereja tua.

Sasori bingung, seumur hidupnya ia tak pernah berdoa. Tapi tak ada salahnya kalau ia masuk ke dalam sana kan?

"Aku.. baiklah."

Hinata dengan semangat memimpin jalan.

Gereja ini tampak sepi, mungkin karena letaknya jauh dari kerumunan orang juga.

Skip

"Tadi kau berdoa?" Tanya Hinata penasaran.

"Ya, mungkin." Jawab Sasori singkat.

"Mungkin?" Dahi Hinata berkerut.

"Bagaimana kalau kita berdansa?" Ajak Sasori sambil tersenyum tipis.

Kemudian ia membungkuk di depan Hinata sambil mengulurkan tangan kanannya, tangan kiri ia simpan di belakang.

"Eeh?" Hinata bingung, karena sebelumnya ia tak pernah berdansa selain dengan ayah dan sepupunya.

"Ekhem! Tuan putri, maukah anda berdansa dengan saya?" Ujar Sasori pelan, ia masih bertahan dengan posisi tadi.

"Tentu pangeran." Jawab Hinata sambil tersenyum.

Mereka berdansa, tanpa pengiring musik. Namun gerakan mereka selaras.

Kini Hinata berputar dan berhenti saat Sasori memeluk tubuhnya.

Tatapan mereka bertemu, saling memaku satu sama lain. Hingga Hinata tersadar dan melepaskan pelukan Sasori. Hinata berbalik untuk melihat apapun selain wajah Sasori namun...

Sasori malah menatiknya kedalam pelukan yang lebih erat.

Jantung Hinata berdetak lebih keras dari sebelumnya. Tanpa sadar ia mengerat mantel yang di pakai Sasori.

Napas dingin, salju tertiup.
Para pencinta gembira saat mereka mendengar lagu.

***

Setelah berdansa di depan Gereja Hinata dan Sasori memutuskan untuk naik di kapal.
Melihat pemandangan laut yang begitu indah.

Sebaris senyum tak kunjung hilang dari keduanya.

"Apa kita akan bertemu lagi?" Tanya Hinata tiba-tiba.

Sasori terdiam, bukan karena Sasori tidak mendengar pertanyaan Hinata.

Tapi ia ragu untuk menjawab pertanyaan itu.

"Sasori?" Panggil Hinata khawatir.

Sasori menoleh, senyum tipis terulas. Sebenarnya ia juga masih ingin menghabiskan waktunya  bersama Hinata.

"Ya, mungkin besok kita akan bertemu lagi." Jawab Sasori akhirnya.

Senyum Hinata semakin lebar. Ia tak sabar menanti hari esok.

**

Hinata sudah kembali ke apartemennya. Kini ia tengah berada di balkon kamar. Menatap fotonya bersama Sasori tadi siang.

"Jantungku... kenapa selalu berdebar saat bersamanya?" Gumam Hinata.

"Mungkinkah?"

"Ini cinta?" Ujar Sasori dan Hinata secara bersamaan.

**

Di tempat lain Sasori tengah menatap foto mereka juga. Dari berbagai pose.

Ia terkekeh saat melihat potret dirinya yang ada di smartphone. Ada sosok Hinata yang ikut serta sebelum dirinya sempat menyimpan saat itu.

Tiba-tiba kepalanya pusing, pandangannya memburam.

"Ku mohon, untuk terakhir saja. Aku ingin bertemu  dengannya besok.. kumohon.. " ujar Sasori lirih.

Dengan tergesa ia mencari obatnya. Namun nihil. Ia tak menemukannya dimana pun.

Sasori terjatuh dari tempat tidur, pandangannya semakin membuaram dan gelap. Yang terakhir ia lihat. Ingatan Hinata saat tersenyum manis padanya.

"Sayonara Hime.."

***

Esok harinya Hinata menuju tempat yang ingin di tuju oleh Sasori. Hanya saja Hinata tak menemukan Sasori dimana pun.

Hinata memutuskan untuk masuk ke dalam tempat wisata terlebih dahulu.

'Mungkin Sasori sudah menungguku disana.' Batin Hinata.

Hinata melangkahkan kakinya semangat. Senyum manis tak lepas dari bibirnya.

Tapi senyum itu luntur ketika ia  tak menemukan Sasori di tempat itu.

Hinata memutuskan untuk menunggu. Ia duduk di bangku yang berada di tepi danau.

Sepuluh menit berlalu.

Satu jam berlalu.

Dua jam

Tiga jam

Hinata menghela nafasnya lelah, ia menyerah, sosok yang di nantinya tak kunjung datang.

'Apa aku saja yang terlalu berharap?'

Setelah berdebat dengan pikirannya Hinata beranjak meninggalkan tempat tersebut. Ia tak mau berharap lebih dari ini. Cukup sudah ia menanti.

Mengetahui musim berlalu setelah lama malam ini bintang mengukir di ujung jariku.

**

End

***



Huaaaaaaaa maaf kalo gaje ;((

Mohon kritik serta sarannya minna.

Bye bye

Nijimura Ran

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top