Just Go Away!

"Kaina lagi di luar katanya." Alin berkata kepada Galan.

"Di mana?"

"Di kafe gitu. Abis ketemu sama Demian."

Demian? Si pesulap itu? Trus ngapain mereka di kafe? Pacaran?

Eh tapi Kaina kan udah nikah sama Ghiffar?

Eh tapi beneran dia udah nikah sama Ghiffar. Demian siapa?

"Gar, pelan-pelan. Udah mau lampu merah tuh." Galan yang duduk di sampingnya, mengingatkan.

Gara memelankan laju mobil, lalu kembali mencoba menguping pembicaraan Alin dengan Galan.

"Gar, bisa tolong abis belokan ini lo lurus aja ke depan. Kaina lagi nunggu taksi di kafe Esplanade. Alin bilang tadi nanti dijemput aja sekalian."

Gara hendak bertanya ke mana Ghiffar ketika tersadar bahwa ia sedang dalam perjalanan menjemput Kaina.

God. Ini serius?

"Lewat jalur ini biar cepet." Galan menunjuk sebuah jalanan sempit yang nampak lengang.

Gara mengikuti dengan patuh instruksi dari Galan. Selain karena ia terlalu kaget dengan fakta bahwa ia akan bertemu Kaina, ia memang sudah agak lupa rute jalan di sekitar situ.

"Tuh kafenya. Persis di sebelah bakery. Itu yang cat ijo."

"Kuning kali, Lan," protes Gara. Ia belum cukup buta warna untuk menukar warna hijau dan kuning.

"Kafenya memang cat ijo, Gar. Bakery-nya yang kuning."

Oke, oke, terserahmu.

Gara meminggirkan mobil super hati-hati dan saat berbalik itulah ia melihat Kaina.

Karena pintu di sampingnya tertutup rapat, Kaina tidak bisa melihatnya. Tapi Kaina menangkap bayangan Galan karena Galan menurunkan kaca jendela. Kaina langsung masuk ke pintu penumpang yang sudah dibukakan Alin.

"Haloo cantiiik."

Suara Kaina yang terdengar gemas itu dibalas Aquila dengan tawa renyah. Mungkin Kaina sedang menggelitiknya.

"Tumben naik SUV hitam. Biasanya kan pake Yaris, Mbak."

"Karena hari ini spesial. Tuh liat siapa yang nyetir." Alin menudingnya.

Saat itu rasanya Gara ingin menenggelamkan diri ke dalam jok mobil.

"Siapa?"

Gara berbalik dan tidak butuh waktu lama untuk ia melambaikan tangan dengan canggung karena ia tengah menyetir.

Gara tidak bisa melihat lebih lama ekspresi Kaina saat ia sudah menatap ke depan.

"Besok kita udah ada agenda barbeque-an di rumah buat nyambut kedatangan Gara. Kamu harus ikut ya? Ajak Chacha juga."

Kaina tidak langsung menjawab. Sebaliknya ia hanya diam sambil menunduk, menciumi kepala Aquila.

"Wangi rambutnya, Qila." Hanya itu yang diucapkan Kaina.

Galan menoleh ke arah Gara, seolah melemparkan tatapan iba. Tapi ia tahu tidak ada yang bisa dilakukan untuk mencairkan hubungan Gara dan Kaina yang terlanjur dingin.

"Eum. Kaina, tadi gimana meetingnya?"

"Lancar, Mbak. Mas Demian setuju sama proyek kerjasama webnya."

Galan ikut bersuara. "Wah bagus dong. Prospeknya bagus kalo sama Demian."

"Iya. Clubnya kan terkenal banget. Bisa membuka peluang yang lebih besar."

"Makasih ya, Mbak udah ngerekomendasiin aku ke mas Demian."

"Kamu memang capable, makanya Mbak nggak ragu nyaranin kamu. Apalagi Demian memang suka sama disain kamu."

Gara tidak menimpali sekalipun obrolan yang terus berlanjut. Ia terus menyetir dalam diam sambil merenungi nasibnya yang malang.

***

"Wagyu. Oke. Australia, gimana? Tenderloin sama sirloin. Mau iga juga?" tanya Alin sambil menunjukkan beberapa pilihan daging yang disajikan di etalase.

"Sirloin," jawab Gara pendek.

"Aku iga juga ya, Bun?" Galan memberitahu requestnya. "Dibuat konro bakar enak tuh."

"Mas suami. Mbak isteri nggak bisa buat bumbu konro. Taunya pake bumbu barbeque yang udah jadi, oke?"

"Oke. Sayang. Atur aja."

"Jangan nyusahin isteri, Lan. Kalo lo mau, besok-besok lo balik traktir gue makan konro bakar." Gara menepuk bahu Galan.

Kaina yang tengah menggendong Aquila memilih menyingkir sejenak. Ia nampak mengobrol dengan Aquila, meskipun anak kecil itu belum paham dan hanya memberi tanggapan melalui ucapan tanpa makna.

Gara mendekatinya.

"Qila. Lagi gosip sama Aunty ya?" Gara mencubit pipi kanan Aquila.

Reaksi Kaina hanya sebuah senyuman datar lalu ia memutar badan dan berpindah ke bagian sosis.

"Qila mau sosis ya?" Gara kembali berdiri di samping Kaina.

Sementara Kaina memilih membuang muka.

"Ya udah. Kita ambil sosis sapi sama ayam ya buat Qila sama Aunty-nya."

Kaina bergeser ke bagian nugget dan bakso.

"Oh. Mau nugget ya, Qila?"

Gara mengambil sebungkus nugget dan chicken wings.

"Kaina. Kamu nggak capek gendong Aquila? Bisa gantian sama aku."

"Nggak. Makasih," jawab Kaina begitu dingin.

Gara tidak menyerah begitu saja. Ia tidak berharap lebih. Sekadar Kaina tidak acuh lagi padanya, itu sudah cukup. Gara tidak ingin selamanya menyandang gelar musuh. Menyakitkan mendapatkan perlakuan itu dari perempuan yang masih dicintainya sampai saat ini.

"Besok, kamu ikut acara barbeque?"

"Nggak."

"Kenapa?"

"Apa perlu aku jelasin alasannya? Just go away."

Ah, mengapa harus seketus ini, Kaina? Belum cukup selama dua tahun ini aku menghukum diri aku dengan pergi dari kehidupan kamu? Aku akan pergi lagi, tapi setelah aku mastiin hubungan kita baik-baik saja. Bukan sebagai musuh.

"Oke." Gara mengambil bungkusan sosis dan nugget kemudian berjalan menuju keranjang tempat Alin dan Galan memasukkan belanjaan.

Alin rupanya melihat kejadian itu.

"Kai. Kamu kenapa bersikap gitu sama Gara?"



Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top