36
Chapter 36:
The Voices
"Sekarang kau sadar? Cinta itu tak selamanya datang di awal. Ada kalanya cinta datang di akhir dan saat itu, kau hanya dapat menunduk, menyesali semua yang telah kau lakukan untuk menghindarinya. Saat dia benar-benar menghindar darimu, baru kau memahami dan mengerti. Apa arti cinta dan kehilangan. Penyesalan akan selalu datang di akhir."
Harry melebarkan matanya saat mendengar suara itu di dalam pikirannya. Pemuda itu tengah berada di kelas, mendengarkan penjelasan Mr. Edgar mengenai strategi untuk dapat menyelesaikan skripsi dengan cepat.
Pemuda itu menggeleng-gelengkan kepala. "Tidak, biarkan aku fokus hari ini." Pintanya, dengan nada pelan namun, permintaannya tak terkabulkan saat suara aneh itu kembali muncul dalam pikirannya.
"Aku mencintaimu! Dari awal. Dari pertama. Aku benar-benar mencintaimu! Tapi yang kau lakukan adalah mendorongku menjauh dari hidupmu!"
Harry tercengang. Suara itu terdengar seperti...Babe? Sungguh? Please, jangan sekarang. Aku akan mendengarkanmu, pasti. Jangan sekarang, tapi nanti. Harry memejamkan mata, menautkan kedua tangannya, berharap.
"Harry."
Harry membuka mata mendengar bisikan itu. Harry menoleh dan mendapati Casey yang duduk di sampingnya, tengah menatapnya dengan heran. Harry bahkan baru sadar jika mantan-nya itu duduk tepat di sampingnya.
"Ya?"
"Kau baik-baik saja?" Tanya Casey, berbisik pelan. Berharap Mr. Edgar tak mendengarnya.
Harry mengangguk pelan sebelum kembali menatap lurus ke depan dan sialnya, suara itu kembali menghantui pikirannya.
"Tidak. Bukankah sudah kukatakan? Mulai sekarang, kau dan aku adalah orang asing. Orang asing yang tak saling mengenal."
Harry kembali memjamkan mata dan berkomat-kamit, berharap suara itu lenyap untuk saat ini. Dia harus fokus mendengar apa yang Mr. Edgar jelaskan.
"Harry."
Kembali, suara Casey membuat Harry menoleh dan kali ini, nafas pemuda itu tersengal-sengal. Casey menatap Harry dengan cemas. Gadis itu meletakkan tangannya dengan cepat di dahi Harry yang berkeringat.
"Kau pucat dan...tubuhmu hangat. Kau sakit?" Tanya Casey dan Harry dengan cepat mengelak lembut tangan Casey yang menyentuh dahinya.
Harry menatap kembali ke depan kelas dan menjawab pertanyaan Casey dengan datar. "Aku baik-baik saja."
Setelah itu, suara itu tak muncul lagi dan Harry mengikuti kelas, berusaha sefokus mungkin walaupun tak bisa. Suara itu tak lagi terdengar, tapi suara itu benar-benar mengganggu pikirannya.
Kelas selesai dan Harry bergegas meninggalkan kelas, mengabaikan fakta jika Casey terus-menerus menanyakan keadaan pemuda itu. Akhirnya, Harry berhasil mencapai kantin, di mana teman-temannya berada.
"Hei, Harry." Sapa Niall, dengan mulut penuh kentang goreng.
Harry hanya membalas sapaan Niall dengan senyuman tipis, sebelum menarik kursi di samping pemuda itu.
"Kau tak terlihat sehat. Kau pucat." Louis tiba-tiba berkomentar, matanya menatap Harry lekat.
Harry menggeleng dan mengambil satu potong kentang goreng milik Niall. "Kurang tidur. Aku tak bisa tidur semalaman."
"Tumben. Biasanya, walaupun kau tidak bisa tidur, kau terlihat segar. Tak pucat seperti sekarang." Kali ini, Liam yang berkomentar.
Harry memutar bola matanya. "Aku baik-baik saja, sungguh."
Tatapan Harry beredar, mencari satu lagi sahabatnya yang tak tampak. Sambil mengunyah kentang goreng yang berada di dalam mulutnya, Harry bertanya, "Di mana Zayn?"
"Langsung pergi menjemput Giselle setelah kelas selesai. Minggu depan, kampus Giselle akan mengadakan prom night. Kampus kita diundang. Zayn akan menjadi prom date Giselle tentu saja." Liam yang menjelaskan.
Harry hanya mengangguk kecil sebelum lanjut memakan kentang goreng milik Niall. Sedari tadi, Niall hanya dapat cemberut, menahan amarah mengingat ada tangan lain yang menyentuh kentang goreng kesayangannya.
*****
Harry menghela nafas seraya memegangi kepalanya yang entah kenapa terasa pusing, sedari tadi. Harry menatap layar laptop-nya kembali, berusaha mencari inspirasi untuk menambah bahan untuk laporan skripsi-nya, tapi inspirasi itu tak kunjung datang. Yang ada, kepalanya malah bertambah pusing.
Harry meraih kopi yang dibuatkan salah satu pelayan dan meneguknya secara perlahan. Jam di dinding kamar Harry telah menunjukkan pukul dua belas lebih lima malam dan Harry belum berminat sedikitpun untuk tertidur.
Pemuda itu bangkit dari ranjang, berjalan menuju ke rak buku-bukunya. Jari telunjuknya menunjuk satu per satu buku, mencari buku yang dapat membantunya menyusun skripsi sampai jari telunjuk Harry terhenti di sebuah buku tebal tertuliskan: Business; Los Angeles University.
Los Angeles University? Harry bahkan tak ingat dia memiliki buku ini. Kenapa harus Los Angeles University?
Tanpa basa-basi, tangan Harry meraih buku itu dan membawanya ke atas ranjang. Harry duduk di atas ranjang dan memangku buku tersebut. Perlahan, Harry membuka buku tersebut dan jantungnya seakan berhenti berdetak membaca tulisan yang berada di halaman paling awal buku tersebut.
Don't you worry your pretty little mind. People throw rocks at things that shine. [T.S. Nov 2014]
T. S? Jangan katakan jika itu inisial dari....
"Taylor... Swift?"
Harry terdiam, menggelengkan kepala. Tidak, ini pasti hanya kebetulan. T. S bukan hanya inisial dari Taylor Swift, kan? Maksudku, masih banyak orang dengan inisial T. S. Contohnya Thomas Sangster, Tricia Smith dan masih banyak lagi.
Tapi inisial T. S yang berkemungkinan kuliah di Los Angeles University? Bukankah itu nama kampus tempat Taylor kuliah? Bersama Jacob dan... Harry? Tapi hanya di mimpi.
Harry membuka cepat halaman selanjutnya dan mendapati coretan spidol pada tiap huruf secara acak di halaman tersebut. Huruf pertama yang dicoret adalah H, kemudian A, lalu R hingga berakhir pada huruf S, di halaman tersebut.
Harry menelan salivanya menyadari susunan dari huruf-huruf tersebut.
H-A-R-R-Y-S-T-Y-L-E-S
What the fuck? Jelas-jelas huruf itu membentuk nama Harry. Harry Styles.
Lagi, Harry membuka halaman-halaman selanjutnya, sampai terhenti tepat di halaman 1313--buku itu hampir mencapai 1500 halaman.
Ada fotonya di halaman itu. Seperti candid. Di foto itu, Harry tampak tengah menatap ke sisi kanan, dengan wajah datar tanpa ekspresi. Yang membuat Harry tambah terkejut adalah menyadari jika di foto itu, ia mengenakan almameter Los Angeles University.
Apa aku tengah bermimpi saat ini? Apa aku terlalu stress mengenai skripsi sehingga aku bermimpi tengah mengerjakan skripsi?
Harry meletakkan buku itu di atas meja sebelum menutup laptopnya. Harry ikut meletakkan laptop di atas meja kemudian, membaringkan tubuh di atas ranjang. Pemuda itu menatap langit-langit dengan kepala yang semakin pening.
Jantung Harry berdegup kencang dan dia tak tahu kenapa. Nafasnya terengah-engah dan peluh mulai mengalir di pori-pori kulitnya.
Baru memejamkan mata, pemuda itu sudah mendapati sesuatu yang tak pernah terbayangkan olehnya.
---
Aku udah post 2 part buat hari ini, spesial buat para Jones yg takbirannya di rumah :'D
Selamat Hari Raya Idul Fitri untuk kalian semua yg merayakan. Mohon maaf lahir & batin. Semoga puasa kita di bulan Ramadhan ini diterima Allah dan kita masih dipertemukan dgn Ramadhan selanjutnya :)
PS: 4 part lagi end!!!!
Thank you.
All the love. A x
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top