29
Chapter 29:
Friendzoned
T terlihat sangat gelisah. Harry dapat menyadari kegelisahan itu sedari tadi. Hari ini adalah hari ke-tiga untuk Harry berada di sini, di dimensi lain, mungkin? Entahlah.
Tak ada masalah keluarga, tak ada orangtua, tak ada Gemma, tak ada Zayn, tak ada Niall, tak ada Liam, tak ada Louis, tak ada Casey dan tak ada hal-hal lain yang mengganggu pikiran Harry selama ini.
Yang ada hanya Harry dan semua keasingan ini. Tapi ada satu hal yang membuat pria itu tak masalah: kehadiran Babe di dekatnya.
"Apa Jacob sudah menghubungimu? Aku tak bisa menghubunginya. Nomornya tak aktif." T mulai bersuara, terlihat sangat cemas.
Hari ini adalah hari Minggu. Jack membuat janji dengan T, tapi bodohnya dia juga mengajak Harry untuk pergi bersama. Mungkin tujuannya hanya satu: dia tak mau pergi dengan T dan meminta Harry menggantikannya. Harry sama sekali tak keberatan. Berkencan dengan T? It's so damn fine.
"Jika dalam sepuluh menit dia tak datang, bagaimana jika kita masuk duluan? Maksudku, kita sudah menunggunya lebih dari satu jam. Mungkin saja dia masih sibuk dengan....ehm, skripsinya?" Harry beralasan. Dalam hati berharap semoga T melupakan janjinya dengan Jack dan mau bersenang-senang dengan Harry.
T menundukkan kepala dan menghela nafas. Walaupun, Harry senang Jack memiliki kemungkinan kecil untuk datang, Harry benci melihat T yang seperti ini. Bersedih untuk pria yang sama sekali tak pantas untuknya.
Harry tak tahu apa yang harus dia lakukan untuk dapat membuat T kembali ceria. Saat awal bertemu dengannya tadi, dia terlihat sangat bahagia dan tak dapat berhenti bercerita tentang bagaimana romantisnya seorang Jacob Muller.
I can do more than that.
"Baiklah, sepertinya tak apa jika kita bermain duluan. Kau pasti bosan menemaniku menunggu Jacob, kan?" T mengangkat wajahnya dan tersenyum tipis. Harry benci fakta jika T hanya melihat Jack dari sisi positif, tidak pernah mau tahu tentang motif pria itu mendekatinya.
T beranjak dari kursi taman dan menarik tangan Harry. Senyumannya melebar. "Kuharap, kau tak akan berteriak ketakutan saat kita naik roller coaster."
Harry bangkit berdiri dan mengangkat satu alisnya. Sesekali dia melirik tangan T yang menggenggam tangannya.
"Berani bertaruh?" Tantang Harry.
T tersenyum miring. "Satu es krim jika kau berteriak di roller coaster."
"Hanya es krim?"
T berpikir sejenak sebelum melanjutkan, "Kau juga harus membayar tiket semua wahana yang ingin kunaiki."
Harry terkekeh geli. "Tanpa bertaruh, aku akan membayar semuanya, Babe. Mau ditaruh di mana mukaku jika tidak membayar semua saat pergi berkencan dengan gadis cantik sepertimu?"
T memutar bola matanya. "Tapi ini bukan kencan."
Harry mengerucutkan bibirnya. "Ya, aku mengerti. Terus saja kau meletakkan hubungan kita di zona pertemanan."
T tertawa geli dan memukul lengan Harry. "Kau mendramatisir keadaan, Haz. Sudahlah. Ayo, bersenang-senang!"
Kemudian, T menarik tangan Harry untuk memasuki area taman bermain. Harry tersenyum tipis.
Mungkin, ini bukan kencan atau apapun itu. Harry juga pernah berkencan di taman bermain bersama mantan-mantannya. Tapi untuk yang kali ini, entah kenapa Harry sangat bersemangat.
Wahana yang pertama mereka berdua naiki adalah roller coaster. Sebelum menaiki roller coaster, Harry sempat mendapati T yang berulang kali menarik nafas dan membuangnya. Harry tertawa geli.
"Kau menantangku, tapi kau sendiri takut. Astaga, Babe."
T mengerucutkan bibirnya. "Aku tidak takut! Hanya saja...well, sedikit gugup. Terakhir kali aku naik roller coaster adalah lima tahun lalu."
"Jack tak pernah mengajakmu ke taman bermain?" Tanya Harry, heran.
Keduanya berjalan menuju ke roller coaster dan menaikinya, bersamaan. Mereka duduk berdampingan. Harry membantu T mengenakan sabuk pengamannya walaupun, ada petugas yang akan membantu T.
"Jacob tak pernah mengajakku ke taman bermain. Saat semalam dia menghubungiku dan mengajakku ke taman bermain, aku sangat senang. Selama ini, kami hanya pergi berkencan ke restoran atau kafe. Jacob bilang, dia tak suka keramaian." T menjawab pertanyaan Harry dengan senyuman tipis.
Bukan tak suka keramaian, dia itu bodoh jika tak mau memamerkanmu sebagai kekasihnya ke dunia.
"Bagaimana perasaanmu? Takut?" Harry bertanya, mengalihkan pembicaraan dan T menghela nafas. T menggeleng dan Harry terkekeh.
"Berikan aku tanganmu, Taytay." Ini pertama kalinya Harry memanggil T dengan sebutan Taytay dan Harry menyukainya. Taytay dan Babe.
T mengangkat satu alis. "Untuk apa?"
Harry tersenyum. "Aku tak takut dan aku ingin menyalurkan rasa tak takutku padamu."
T memutar bola matanya. "Aku juga tak takut hanya gugup!"
Harry terkekeh geli. Dasar keras kepala!
Tapi akhirnya T menyerah dan memberikan tangannya untuk Harry genggam. Tak lama kemudian, roller coaster memasang ancang-ancang untuk melakukan pergerakan.
"Kau akan baik-baik saja, tenang saja." Harry mengucapkan kalimat itu dengan lembut dan T merespon dengan senyuman tulus.
Tak beberapa lama kemudian, roller coaster mulai bergerak, membuat semua yang menaikinya berteriak kencang. Tapi tidak dengan Harry dan T yang malah sibuk menatap satu sama lain sambil tertawa keras.
Setelah roller coaster terhenti, keduanya masih menertawakan satu sama lain sambil berjalan menuju both foto untuk melihat jepretan kamera saat mereka menaiki roller coaster. Tawa mereka sempat terhenti karena sibuk mencari yang mana foto mereka, tapi tak bertahan lama mereka kembali tertawa keras melihat hasil foto.
"Geez, Haz! Mulutmu menganga terlalu lebar!" T berujar sambil tertawa.
"Kenapa kau seperti tidur, Babe!"
Keduanya masih tertawa, berdebat siapa yang memiliki wajah paling konyol di hasil foto mereka sambil berjalan ke luar dari wahana roller coaster.
Tak lama setelah ke luar, ponsel T bergetar, menandakan sebuah pesan masuk. Harry berdiri menunggu, saat gadis itu membaca pesan masuk tersebut. Harry memperhatikan T dengan rinci, dari bawah ke atas.
Gadis itu terlihat sangat cantik hari ini, tidak dia memang selalu terlihat cantik. Dia punya tubuh proporsional, tinggi semampai dan langsing. Rambutnya pirang kecokelatan bergelombang yang mencapai punggung. Matanya tajam seperti kucing, dengan iris biru langit. Hidungnya mancung. Dia juga memiliki bibir yang...damn.
Hari ini dia mengenakan dress musim semi yang dipadukan dengan sweater tipis. Manis.
"Jacob tak bisa datang. Dia bilang, dia sibuk mencari tambahan untuk skripsinya."
T berkata dengan nada kecewa. Harry menghela nafas. Bajingan itu.
Harry tersenyum sebelum meraih tangan T, mengajak gadis itu untuk kembali bermain ke wahana lain. T hanya menurut walaupun gadis itu diam saja.
"Bagaimana dengan bianglala? Berminat? Aku ingin melihat seisi Los Angeles dari atas sana." Ajak Harry dan T memutar bola matanya.
"Seperti tak pernah melihat Los Angeles saja. Kau sudah cukup lama tinggal di sini, Haz." T menghentikan langkahnya, membuat Harry ikut menghentikan langkah kakinya.
Harry menghela nafas. "Aku tak tahu harus melakukan apa. Kau pasti sangat berharap Jack ada di sini, kan? Kau tak terlalu mengharapkan keberadaanku? Aku hanya temanmu, kan?"
T memicingkan mata dan menggelengkan kepala. "Bukan begitu, Haz. Hanya saja...."
"Aku akan mengantarmu pulang. Atau kau ingin pulang sendiri?" Pertanyaan pasrah Harry itu membuat T menahan nafas dan kembali menggelengkan kepala lagi.
T menarik tangan Harry dan senyuman mulai mengembang di bibir gadis itu. "Tidak. Kita baru mencoba satu permainan, Bodoh! Masih ada banyak permainan lagi dan hei! Kita harus ke photobox!"
Harry hanya tersenyum tipisdan menurut saat T menarik tangannya menuju ke photobox yang berada tak begitu jauh dari keberadaan mereka.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top