27
Chapter 27:
Strange
Harry Styles terbangun dari tidur nyenyaknya. Pemuda itu duduk di ranjang masih dengan mata terpejam. Perlahan, mata itu terbuka dan yang terjadi selanjutnya adalah pemuda itu terdiam.
Harry mengedarkan pandangannya ke sekeliling dan saat itu juga, mata pemuda itu melebar. Harry bangkit dari ranjangnya dengan cepat.
Sialan. Di mana aku?!
Pertanyaan itu mengalir ke luar begitu saja dalam pikirannya.
Ini bukan kamar yang terakhir kali Harry tempati. Ini bukan kamar tamu kediaman Swift. Ini juga tak terlihat seperti kediaman Swift. Hei, kamar ini terlihat seperti...ini sebuah apartment!
"Man, kau sudah bangun?"
Harry mengernyit saat mendapati pria asing, hanya mengenakan celana jeans sambil mencoba mengeringkan rambutnya yang basah, tengah menatapnya dengan raut malas-malasan.
"Si--,"
"Sepertinya kita terlambat lagi. Bagaimana jika kita membolos? Tapi, kumohon, jangan beritahu T tentang masalah ini. Dia bisa marah besar denganku. Kau tahu sendiri dia seorang good girl." Pria itu berbicara sebelum sempat Harry berbicara, menanyakan perihal siapa pemuda asing ini.
Tunggu. T?
Harry hanya berdiri, memperhatikan pemuda yang tampak mengambil asal kaus di dalam lemari dan mengenakannya cepat.
"Kau bukan gay, kan? Jangan melihatku seperti itu! Menjijikkan sekali, Styles. Cepat mandi dan bersiap!" Perintah pria itu tanpa berbalik menatap Harry sama sekali.
Anehnya lagi, Harry menurut dengan pertanyaan-pertanyaan yang belum juga terjawab.
Tak butuh waktu lama untuk Harry bersiap. Hanya sepuluh menit dan di sinilah Harry berada sekarang. Duduk di jok mobil yang dikendarai oleh pria asing yang kini menyelipkan sebatang rokok di sela-sela bibirnya.
Siapa pria ini? Kenapa aku bisa bersama dengannya? Kenapa aku berada di sini? Di mana ini?
Semua pertanyaan yang berada di dalam pikiran Harry belum juga terjawab. Harry ingin bertanya, tapi ragu. Pria di sampingnya sangat asing, tapi dia bertingkah seakan-akan mereka berteman.
"Aku bertengkar dengan T semalam. Dia bilang, salah satu temannya melihatku merokok di belakang kampus. Dia belum menghubungiku sejak semalam, padahal aku sudah meminta maaf padanya." Pria itu buka suara.
Apa maksudnya? Tunggu. T? T siapa? Kenapa aku bingung?
Pria itu tiba-tiba menoleh dan menyernyitkan dahinya menatap Harry. Harry diam, tak tahu harus berkata apa.
"Tumben sekali kau tak berkomentar apapun untuk membela sahabatmu itu? Kau baik-baik saja? Kenapa hari ini kau sangat pendiam?" Pria itu bertanya kepada Harry.
Harry tersenyum tipis, itu juga dipaksakan. "Aku baik-baik saja."
"Apa T bercerita padamu tentang pertengkaran kami semalam? Kau tidak memberitahunya jika aku pergi ke kelab, kan?" Pria itu lagi-lagi semakin membuat Harry bingung.
Memberitahu apa? Semalam? Setahuku, semalam tidurku terganggu oleh suara kucing peliharaan kakak Jason yang bernama Tay--tunggu. T?
Harry menggeleng cepat, berusaha untuk tidak percaya dengan apa yang berada di dalam pikirannya. Tapi sepertinya gelengan kepala itu menjadi jawaban tersendiri untuk pria asing tersebut yang langsung tersenyum.
"Baguslah. Aku masih membutuhkan gadis itu untuk membantu agar nilaiku naik dan aku tak di drop out dari kampus." Pria itu terkekeh dan entah kenapa, amarah muncul dalam benak Harry saat mendengar perkataan pria tersebut.
Dia memacari seorang gadis hanya untuk membuat nilainya meningkat? Bajingan.
Mobil yang dikendarai pria bajingan itu berhenti tepat di halaman parkir sebuah kafe dengan tema Texas. Tapi kota ini tak terlihat seperti Texas. Lagipula, apa yang Harry lakukan di Texas?
"Apa kau akan diam di dalam mobil tanpa bergabung? Styles, apa yang terjadi denganmu? Kenapa kau sangat diam hari ini?"
Suara pria itu menarik Harry dari pikirannya. Buru-buru, Harry ke luar dari mobil dan berjalan memasuki kafe. Pria itu melangkah di belakang Harry, setelah membuang puntung rokoknya yang tersisa.
Sesampainya di dalam kafe, keduanya disambut oleh segerombolan pria asing, yang terlihat jauh lebih liar dari pria asing yang datang bersama Harry. Seliar-liarnya Zayn, Liam, Niall dan Louis, gerombolan ini terlihat jauh lebih liar.
Ada pria yang memiliki tattoo hampir seluruh tubuhnya. Ada pria dengan tindikan di hidungnya. Ada pria yang bahkan hanya mengenakan celana pendek, menampilkan tubuh berototnya yang ber-tattoo.
"Kalian berdua keranjingan membolos. Apalagi kau, Styles. Baru di semester awal dan aku sudah dapat menghitung berapa kali kau membolos. Kau juga, bukankah ini semester terakhirmu di kampus, Jack?" Pria dengan tindikan di hidung itu berkata, sebelum berjabat tangan ala pria dengan pria asing yang bersama Harry dan juga Harry.
"Come on, Rick. Biarkan pria ini bersenang-senang. Kau tahu? Kampus itu sangat membosankan. Iya, kan, Harry?" Pria asing yang disebut pria bertindik itu bernama Jack menepuk bahu Harry dan Harry mengangguk cepat.
Jack menarik kursi di samping pria bertindik dan langsung meraih botol minuman beralkohol di atas meja dan menuangkannya ke dalam gelas. Harry mengernyit heran.
"Bukankah masih terlalu pagi untuk minum?"
Pertanyaan Harry itu membuat seisi meja diam, menatap Harry tajam sebelum tertawa keras. Si pria dengan banyak tattoo bangkit berdiri dan merangkul Harry, menuntun Harry untuk duduk di kursi kosong di sampingnya.
"Kau lucu, Styles. Seperti tak pernah saja. Karena kau lucu, aku akan menuangkan minuman untukmu."
Sorakan terdengar keras saat pria ber-tattoo itu menuangkan wine ke dalam gelas itu dan menyodorkannya kepada Harry. Harry menghabiskan segelas wine tersebut dengan sekali tenggak.
I don't know what happened, but it's fine to have fun, right?
*****
Suara ketukan pintu membangunkan Harry dari tidur lelapnya. Lagi, kebingungan melanda pemuda itu, menyadari dia berada di tempat yang sama saat dia bangun sebelumnya.
Kupikir, aku bermimpi tadi.
Suara ketukan pintu lagi membuat Harry mengenyahkan sementara pikiran-pikiran beserta pertanyaan-pertanyaan membingungkannya untuk membuka pintu tersebut. Harry harus mengedarkan pandangan sekeliling, berusaha memahami apa yang tengah terjadi padanya.
Harry membuka kunci dan menarik pintu agar terbuka.
"Hazza!"
Suara lembut nan ceria itu terdengar, bersamaan dengan seseorang yang langsung memeluk Harry erat. Harry terdiam, membeku tanpa menggerakkan tangan untuk balas memeluk seseorang tersebut.
Pelukannya hanya sesaat sebelum dia menjauhkan diri dan berdiri tepat di hadapan Harry dengan senyuman manis di bibirnya. Harry tambah membeku. Tubuhnya bagai mati rasa, mendapati siapa yang tengah berdiri di hadapannya saat ini.
Ba-Babe?
Tapi suara pemuda itu tak mampu ke luar. Lidahnya kelu. Jantungnya berdegup tak karuan. Apa yang sebenarnya terjadi?!
"Aku tak melihatmu dan Jacob di kampus. Jangan katakan, jika kalian membolos!"
Gadis itu berkata begitu saja, seraya berjalan masuk ke dalam dan menghempaskan bokongnya di atas sofa. Mata Harry mengikuti pergerakan gadis itu, tanpa perlawanan sedikitpun.
"Well, mana Jacob?"
Gadis itu bertanya tiba-tiba dan tepat saat itu, pintu kembali terbuka dan seorang pria bertubuh tegap dengan kulit tanned-nya berjalan masuk, membawa sebuah kantung plastik kecil.
"T? Apa yang kau lakukan di sini? Aku baru saja ingin pergi ke rumahmu." Pria bernama Jacob atau singkatnya Jack itu berjalan mendekati gadis yang tampak cemberut sambil melipat tangan di depan dada.
Siapa nama gadis itu? T?
"Aku baru ingin memberikan kejutan untukmu dengan cokelat yang baru kubeli ini. Sekalian, meminta maaf karena keegoisanku semalam." Jacob mengeluarkan sebatang cokelat dari dalam kantung plastik dan menyodorkannya kepada gadis yang dipanggilnya T tersebut.
Entah kenapa, wajah kesal T menghilang begitu saja, tergantikan oleh senyuman--sejujurnya sangat menggemaskan untuk Harry. T meraih cokelat tersebut dan bangkit berdiri, berhambur memeluk erat Jack.
"Aku memaafkanmu, Jacob. Aku mencintaimu!" Gadis itu berkata dengan ceria dan tak melihat jika Jack tengah memutar bola mata sambil balas berkata, "Aku juga mencintaimu, T."
Harry berdiri di sana, menyaksikan kemesraan pasangan itu dengan perasaan campur aduk. Tapi marah lebih mendominasi.
Pria itu...benar-benar bajingan.
Jack menarik diri dari T dan merengkuh pundak gadis tersebut. "Aku ingin mengajakmu ke suatu tempat yang indah. Aku akan mandi dan mengganti pakaian dengan cepat. Tak keberatan jika Harry menemanimu?"
Gadis itu mengangguk layaknya anak kecil. Menggemaskan.
Kemudian, Jack berjalan ke arah Harry. Pria itu menepuk bahu Harry sambil berbisik sangat pelan, "Temani gadis aneh itu sebentar. Aku harus baik dengannya. Ada tugas kuliahku yang harus dia selesaikan."
Jack tak sadar jika tangan Harry tengah mengepal kuat, berusaha menahan amarah. Jack berlalu begitu saja, meninggalkan Harry dan gadis yang terlihat sangat lugu tersebut.
"Apa kau akan terus berdiri di sana dan diam, Hazza? Kemarilah. Ada yang ingin kutanyakan!"
Pikiran Harry benar-benar kosong. Harry mendekati gadis itu dan duduk tak jauh darinya.
Eh, tunggu. Gadis itu memanggilku Hazza? Apa-apaan dengan panggilan Hazza itu?!
Jantung Harry berdegup keras saat gadis itu tiba-tiba saja menatapnya lekat. Sangat lekat. Biru. Iris mata itu sangat familiar dalam pikiran Harry.
"Katakan dengan jujur. Kau membolos lagi dengan Jacob, kan?" Gadis itu bertanya, berbisik seraya menunjuk Harry. Harry diam, sungguh dia tak mampu melakukan apapun. Tubuhnya seakan mati rasa.
Gadis itu menghela nafas. "Mulut Jacob tadi sangat bau alkohol dan aku yakin, bau mulutmu tak jauh bedanya dengan Jacob. Aku tak mengerti, apa bagusnya alkohol? Kenapa sangat sulit memberitahu kalian berdua? Kenapa sangat sulit untuk mengubah kebiasaan buruk kalian berdua?"
Harry lagi-lagi hanya diam, tak mampu merespon apapun.
"Aku tak akan berhenti memperingati. Haz, kau sudah berjanji untuk berhenti merokok, minum-minuman keras dan berkunjung ke tempat-tempat seperti kelab malam. Kau juga sudah berjanji untuk mengawasi Jacob." Gadis itu berkata lemas sebelum menggelengkan kepala. "Tapi baiklah untuk hari ini. Kalian kumaafkan. Aku tak mau lagi bertengkar dengan Jacob."
Harry menatap gadis itu dengan lirih. Sungguh, Harry bisa menangkap ketulusan di nada bicaranya. Jack sialan.
"Ma-maafkan aku,...T?"
Harusnya itu sebuah pernyataan, tapi terdengar seperti pertanyaan saat Harry mengucapkannya. Gadis itu mengernyit aneh sebelum tertawa geli mendengar perkataan Harry.
"Apa yang lucu?" Harry bertanya bingung.
Gadis itu berhenti sebelum menghela nafas dan menjawab, "Tidak. Lucu saja. Ini untuk pertama kalinya kau memanggilku T. Ingat? Kau satu-satunya orang yang keras kepala, tak mau memanggilku dengan sebutan T!"
Harry tambah bingung. "Memangnya, aku biasa memanggilmu apa?"
Kali ini, giliran gadis itu yang menatap Harry, heran. Namun, sedetik kemudian dia terkekeh kecil.
"Kau biasa memanggilku Taylor atau Tay atau TayTay. Kau satu-satunya orang yang memberiku banyak panggilan. Bahkan, panggilan yang seharusnya diucapkan oleh Jacob, bukan kau. Tapi tak masalah untukku."
Harry mengernyit lagi. "Panggilan yang seharusnya diucapkan oleh Jack?"
Kali ini, gadis itu memutar bola matanya dan mulai kesal.
"Bodoh! Kau sering sekali memanggilku Babe sehingga semua orang mempertanyakan: pacarku itu Jacob atau kau, sih?" Gadis itu tertawa geli saat Harry hanya dapat terdiam.
Babe?
-----
Ini panjang ya? Wkwk chapter terpanjang :v
Awalnya ada rencana buat bikin cerita lain, pake alur ini tapi udahlah. Aku gabung aja sama A.M. Cerita di chapter 26 ke atas itu bakalan beda sama chapter 1-25. Gak ada lagi tuh mannequin dan say hello to Queen T-Swizzle!
What do you think about this? ;)
PS:Jacob/Jack diperankan oleh Taylor Lautner karena aku stuck cari cast wkwk
All the love. A x
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top