08
Chapter 8:
Please, Alive
Harry Styles menatap bosan keempat temannya yang tampak sibuk membicarakan pesta ulangtahun seorang Casey Dustin, nanti malam. Niall, Liam dan Louis tak henti-hentinya membicarakan bagaimana nantinya pesta itu berlangsung, dengan kata lain, mereka menyindir Harry.
"Kudengar, Casey mengundang semua teman modelnya, jadi kau bisa bayangkan bagaimana meriahnya pestanya nanti? Damn, untung saja Michelle sedang berada di luar kota!" Liam berujar heboh dan terlihat sangat senang.
Harry mendengus. Liam pasti akan mati jika Michelle mendengar semua ini. Michelle adalah salah satu atlit Taekwondo sabuk hitam!
"Kau tahu? Lily tidak suka pesta. Dia lebih memilih bertahan di rumah daripada pergi ke pesta, walaupun aku yang mengajaknya." Louis mendengus.
Aku tak mengerti, bagaimana mungkin gadis sebaik Lily mau berpacaran dengan pria seabstrak Louis? Batin Harry bertanya-tanya.
"Mungkin aku akan mempertimbangkan untuk segera memiliki kekasih jika para model teman Casey terlihat jauh lebih baik daripada Nandos."
Harry, Louis, Liam dan Zayn menatap ke arah Niall secara cepat dengan wajah serius. Beberapa saat kemudian, mereka berempat tertawa terbahak-bahak.
"Finally! Kau berminat mendapatkan kekasih yang nyata? Kupikir kau tidak normal!" Liam merangkul Niall yang langsung mendorong Liam menjauh.
Niall mendengus. "Sialan! Hanya karena aku paling jarang atau bahkan tak pernah berpacaran seperti kalian, bukan berarti aku tak normal, Bodoh!"
"Tapi bagaimana dengan Nandos? Kupikir kau mencintai Nandos." Zayn tersenyum menggoda seraya melipat tangan di atas meja. Akhirnya pemuda itu buka suara, setelah diam saja menjadi penyimak.
Niall memutar bola matanya kemudian, mata birunya menangkap sesuatu. Niall menyeringai dan mengalihkan perhatiannya kepada Harry yang masih tampak menertawakan Niall.
"Lihat, siapa yang akan datang. Persiapkan dirimu, Styles."
Tawa Harry terhenti saat menyadari apa yang Niall maksud. Yang lain juga berhenti tertawa sementara Niall tersenyum mengejek.
"Hai, Zayn, Niall, Liam, Louis dan...ehm,..hai, Styles."
Saat menyebut nama Zayn, Niall, Liam dan Louis, suaranya terdengar sangat ceria namun, saat menyebut nama Harry--tidak, dia menyebut nama keluarga Harry--suaranya berubah menjadi sinis.
Harry mengalihkan pandangannya ke arah lain. Yang baru saja menghampiri meja kelima sekawan itu adalah Casey Dustin dan pria yang digosipkan sebagai pacar barunya, Mark Stoner. Pemuda tinggi, kurus dengan rambut gondrong tak teratur.
"Sepertinya kalian sudah tahu tentang pesta ulangtahunku yang ke 22 nanti malam. Aku ingin mengundang kalian secara langsung. Ajak pasangan kalian masing-masing, jika perlu." Casey berujar manis, sesekali melirik Harry sambil mengeratkan genggaman tangannya di tangan Mark.
Harry dan Zayn hanya diam, berusaha tak berada di sana sementara Liam, Louis dan Niall tampak sangat bersemangat.
"Aku akan datang!" Liam berkata cepat.
"Begitupun aku!" Louis menimpali.
"Asalkan kau menyiapkan banyak makanan, kenapa tidak?" Hening sekali lagi, sebelum akhirnya Casey terkekeh geli atas ucapan Niall.
Casey mengangguk. "Tentu saja, Niall. Aku menyiapkan sangat banyak makanan, khusus untukmu." Casey mengedipkan satu matanya dan Niall tersenyum lebar.
Kemudian, tatapan Casey beralih kepada Zayn dan Harry yang tampak tak buka bicara. Casey tahu, seisi kantin pasti tengah memperhatikan mereka. Memang beginilah. Saat masih berpacaran, Casey dan Harry selalu saja menjadi trending topic di kampus.
"Bagaimana dengan kalian berdua? Zayn dan....err, Harry?"
Zayn yang semula mengabaikan keberadaan Casey dan Mark menoleh, tersenyum tipis. "Maafkan aku, bukannya aku tak bisa datang, tapi ada seseorang yang ingin kutemui nanti malam."
Senyuman Casey lenyap, tergantikan dengan desahan nafas, kecewa. Sebenarnya, bukan alasan lagi jika Casey menyukai Zayn dan juga Harry. Pasalnya, saat masih berpacaran dengan Harry, Casey juga seringkali lengket dengan Zayn.
"Oh, baiklah. Aku mengerti." Casey memaksakan diri untuk tersenyum, kemudian tatapannya beralih kepada Harry yang sedari tadi diam saja, mengabaikan keberadaan Casey.
Casey tersenyum miring, mengangkat satu alis dan menempelkan dirinya kepada Mark. Mata gadis itu terfokus lurus kepada Harry sebelum bertanya, "Kau akan datang, kan,....Harry?"
Harry menghela nafas dan berusaha memaksakan diri untuk menatap Casey. Tak dapat dipungkiri, Harry benci melihat pemandangan di hadapannya saat ini. Harry tahu, dia memang tak lama berpacaran dengan Casey, tapi tetap saja. Apa semudah itu Casey melupakan Harry dan berkencan dengan pria lain lalu, memamerkan pacar barunya itu ke hadapan Harry? Sangat bodoh.
Seringai muncul di bibir Harry. "Aku suka pesta, jadi aku pasti akan datang. Tenang saja." Wajah Casey berubah, tegang. Seringai menantang itu....
"Harry, boleh aku menum--,"
"Tidak, Niall. Pergilah bersama yang lain. Aku akan datang bersama pacarku." Harry memotong ucapan Niall cepat, dengan suara cukup nyaring untuk membuat Casey tercekat.
Casey menggeleng kecil sebelum kembali memasang senyuman manisnya. Gadis itu mengangguk kecil. "Ba-baiklah. Sampai berjumpa nanti malam. Aku...aku dan Mark permisi."
Gadis itu menarik tangan Mark dan berjalan menjauh dari kantin. Harry tersenyum penuh kemenangan.
"Kau...pasti bercanda. Kau tak punya pacar, kan, Harry?" Senyuman kemenangan Harry lenyap saat mendengar pertanyaan itu dari Niall.
Harry memutar bola matanya. "Niall, aku bukan jomblo mengenaskan sepertimu."
"Kau benar sudah memiliki pacar baru?" Kali ini, Liam yang bertanya, tampak sangat penasaran. Louis dan Zayn juga menatap Harry, menuntut penjelasan.
Harry terkekeh pelan sebelum berkata tenang, "Lihat saja nanti, Lads."
*****
"Kejutan! Kau menjemputku tepat waktu. Sangat tak terduga." Anne terkekeh saat sudah berada di dalam mobil yang Harry kendarai.
Harry tersenyum. "Aku tak akan membuatmu menunggu terlalu lama lagi, Mom. Mengingat kondisi kesehatanmu yang belum stabil." Ujar Harry dengan tatapan yang terfokus lurus pada jalan.
"Kau bersikap sangat manis. Ada sesuatu yang kau inginkan?" Pertanyaan Anne membuat Harry diam sejenak sebelum tertawa.
"Tak ada, Mom, sungguh. Aku hanya ingin menjemputmu lebih awal karena...ehm, well, temanku berulangtahun malam ini." Harry menyengir lebar kepada sang Ibu sebelum kembali fokus pada jalan.
Anne memutar bola matanya. "Sudah kuduga. Pasti ada sesuatu, tapi baiklah. Kau bisa pergi dan bersenang-senang. Pastikan kau sampai rumah sebelum larut malam."
Harry mengangguk cepat.
"Siap, Mom!"
Sebenarnya, alasan Harry menjemput sang Ibu lebih awal juga bukan karena meminta izin kepada Anne. Tapi supaya Harry bisa menemui seseorang tanpa sepengetahuan Anne.
Setelah mengantar Anne pulang, Harry mengganti pakaian dan melajukan mobilnya kembali ke butik yang tampak sepi. Jam kerja di butik itu adalah sampai pukul empat sore dan Harry baru menjemput Anne pukul setengah lima.
Mobil Harry sampai kembali di halaman butik pukul enam sore. Harry memasuki butik, setelah secara diam-diam mengambil kunci butik milik sang Ibu.
Sesampainya di dalam butik, Harry menyalakan tiap lampu ruangan dan terus memanggil satu nama, tidak bukan satu nama. Itu bukan nama aslinya. Harry tidak tahu nama gadis itu , tapi dia sama sekali tak keberatan untuk dipanggil seperti itu, kan?
"Babe?"
Tapi tak ada jawaban sama sekali. Harry melangkah menuju ruangan sang Ibu dan membuka ruangan tersebut. Nafas Harry tertahan, saat mendapati mannequin kesayangan sang Ibu yang berada di sudut ruangan, mengenakan pakaian baru.
Harry mendekati mannequin tersebut dan tersenyum tipis. Tangan kekarnya bergerak, menyentuh pipi porselen mannequin yang merona itu.
"Hey, babe?"
Harry menghela nafas, tak mendapati jawaban apapun dan memutuskan untuk duduk di kursi kerja sang Ibu, dengan mata yang hanya terfokus pada mannequin.
"Aku akan menunggu sampai kau benar-benar berubah menjadi nyata."
Tak main-main dengan kata-katanya, Harry benar-benar menunggu tanpa mau beranjak dari tempatnya. Harry menahan nafas, sesekali melirik jam yang tergantung di dinding ruangan sang Ibu.
"Damn, kenapa kau tak juga hidup?! Ayolah, hidup!"
Harry mendengus kesal namun, tak beranjak dari posisinya. Lagi, Harry melirik jam yang berada di dinding. Pesta dimulai pukul tujuh dan pukul tujuh baru saja terlewat sepuluh menit yang lalu.
Harry melipat tangan di atas meja, menenggelamkan kepalanya di lipatan tangan itu. Sejujurnya, menunggu itu melelahkan. Apalagi menunggu tanpa melakukan apapun dan akhirnya, pemuda itu tertidur.
Tak lama setelah Harry masuk ke dalam dunia alam bawah sadarnya, sebuah pergerakan dari sudut ruangan terjadi. Mannequin itu bergerak. Berawal dari tangan, kemudian matanya terbuka secara perlahan. Iris birunya menatap lurus ke arah pemuda yang tertidur pulas dengan kepala terkulai di atas meja.
Senyuman muncul di wajah porselen mannequin tersebut.
"Harry..."
Nama itu terucap dengan lembut.
----
Makin gaje ya Allah-,,-
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top