07
Chapter 7:
Babe
Harry menatap gadis cantik di hadapannya dengan lekat, gadis itu terus menunduk. Tubuhnya bergetar, sepertinya dia menangis. Atau nyaris menangis dan apa yang gadis itu lakukan benar-benar memberi efek kepada Harry.
"He-hei, aku tak bermaksud untuk...hanya saja...kau tahu, ini butik milik Ibuku dan kau berada di ruangan ini dan kau sangat mir--," Tatapan Harry beralih pada posisi di mana mannequin baru itu biasa diletakkan. Harry menelan saliva sebelum menggelengkan kepalanya.
"Tidak-tidak. Aku terlalu pusing dan banyak berkhayal. Aku mulai berpikir yang tidak-tidak." Harry memegangi kepalanya dan gadia berambut pirang itu mengangkat wajah, seraya menghapus air mata yang belum sempat jatuh di pipinya.
Gadis itu menatap Harry yang masih tampak berusaha menghilangkan segala macam pikiran yang ada di otaknya.
"Ini...ini kali kedua kau melihatku," Gadis itu berkata, membuat perhatian Harry langsung tertuju padanya. Saat mata mereka bertemu, gadis itu segera mengalihkan pandangan.
"Maaf,"
Kata itu mengalir ke luar dari mulut sang gadis yang membuat Harry mengernyit bingung.
"Kenapa kau meminta maaf padaku? Siapa kau? Apa yang kau lakukan di sini dan kenapa kau...?" Harry menatap ke tempat di mana seharusnya mannequin berada sebelum menatap gadis asing di hadapannya.
Harry mengumpat pelan, "Sialan! Apa yang sebenarnya terjadi?!"
Sebenarnya, Harry berbicara pada dirinya sendiri, tapi tampaknya gadis itu mendengar dan mengira jika Harry tengah marah padanya. Yang membuat Harry tambah bingung adalah saat tiba-tiba gadis itu memeluk kaki Harry dengan sangat erat.
"Aku...aku tak mengerti kenapa aku ada di sini, tapi kumohon, izinkan aku tetap berada di sini. Aku...aku tak punya tempat tinggal lain. Aku tak punya keluarga. Aku tak tahu harus pergi ke mana."
Seorang gadis cantik tiba-tiba memeluk kakiku sambil mengemis meminta bantuan. Harry tak pernah diperlakukan sepeti ini sebelumnya dan semuanya refleks Harry lakukan.
Harry membungkuk dan meminta gadis itu untuk bangkit berdiri. Gadis itu menurut, sesenggukan. Harry menggigit bibir bawahnya. Ini bukan kali pertama Harry melihat seorang gadis menangis, bahkan Harry sudah sangat sering menjadi alasan tangisan gadis tersebut. Hanya saja, Harry masih tak mengerti dengan apa yang sebenarnya terjadi.
"Please, jangan menangis! Kau membuatku semakin bingung!"
Gadis itu berdiri kembali dan menundukkan kepala. "Ma-maaf."
Lagi, Harry menatap gadis itu sebelum kembali menatap ke posisi di mana seharusnya mannequin kesayangan Ibunya berada. Sial. Mannequin itu benar-benar tak ada dan gadis ini benar-benar mirip mannequin itu.
"Aku tak mengerti dan aku tak akan coba untuk mengerti. Sudah terlalu banyak masalah di kepalaku jadi, terserah. Aku tak tahu kau siapa-walaupun-aku-akui-kau-sangat-cocok-menjadi-kekasih-baruku, tapi baiklah. Kepalaku pusing dan kau bebas melakukan apapun di sini, asal jangan mengubah posisi semua benda di sini. Sepertinya aku butuh air untuk dapat berpikir jernih." Harry berbalik memegangi kepalanya yang benar-benar pusing.
Baru hendak melangkah pergi, sebuah tangan menahan lengan Harry dan membuat pemuda tampan itu mengurungkan niatnya untuk pergi. Harry berbalik dan gadis itu menatapnya, masih dengan raut ketakutan di wajah cantiknya.
"Aku hanya bisa bertahan di sini saat malam hari sampai sebelum matahari terbit. Kumohon, rahasiakan ini dari siapapun. Anggap saja kita tak pernah bertemu--,"
Harry memotong ucapan gadis itu dengan cepat. "Tidak. Aku tak bisa melakukan hal itu. Aku bisa saja melaporkanmu ke Ibuku supaya dia bisa mengurus semuanya. Kau tahu? Kau itu terlihat seperti pencuri, tapi yang kau lakukan bukanlah mencuri dan kau...kau membuatku bingung." Mata Harry melirik posisi mannequin yang seharusnya ada.
"Tapi hanya sementara. Sampai aku juga memahami apa yang sebenarnya terjadi."
Harry mengangkat satu alisnya. "Aku tak mengerti. Sudahlah. Kau membuatku berkhayal semakin jauh dan kepalaku mulai pening. Aku harus pergi. Selam--,"
Gadis itu menarik lengan Harry dengan lembut. "Kumohon, jangan beritahu yang lainnya."
Lama-kelamaan, Harry merasa tak tega dengan gadis itu. Harry berpikir sejenak sebelum tersenyum lebar karena ide yang muncul di pikirannya.
Pemuda itu menarik nafas dan berdeham, sok tegas.
"Baiklah. Aku akan merahasiakan semua ini asalkan..."
"Asalkan?"
"Begini. Temanku mengadakan pesta besok malam dan sejak seminggu belakangan, mereka selalu menggoda status jomblo-ku. Jadi, aku ingin kau datang sebagai pasangan pura-puraku." Harry menyeringai.
Gadis itu mengangkat satu alisnya. "Jomblo? Pesta? Pasangan pura-pura? Apa maksudmu?"
Harry mengernyit. Apa kalimatnya kurang jelas? Sepertinya sudah sangat jelas apa permintaan Harry.
"Jomblo itu sama seperti lajang, tapi khusus untuk jomblo, perlakuannya beda. Jomblo berarti belum ada yang tertarik denganmu atau bisa dikatakan belum atau bahkan tidak laku. Sedangkan, lajang sama artinya dengan kau memiliki alasan kuat untuk sendiri dan tak terlalu menggebu-gebu untuk mendapatkan pacar. Mengerti?" Tanya Harry kepada gadis itu yang sudah sangat jelas tidak mengerti apa yang Harry katakan.
Harry menghela nafas. "Kau tahu? Jomblo mempunyai arti yang sangat rumit dan sulit dipahami jadi, aku sangat memaklumi jika kau tak mengerti apa yang aku katakan tadi. Sejujurnya, aku juga tak mengerti dengan apa yang aku katakan." Harry menertawakan dirinya sendiri sedangkan, gadis itu masih menatapnya bingung.
Pemuda berambut keriting itu menunggu respon dari gadis cantik itu namun, tak juga ada. Harry kembali menghela nafas seraya menyemangati diri sebelum bertanya, "Bagaimana jika kita lupakan definisi jomblo dan beralih ke definisi pesta?"
Gadis itu mengangguk.
Harry tersenyum lebar sebelum kembali menerangkan. "Pesta adalah sebuah acara di mana kau bisa bersenang-senang, melupakan semua beban hidup, merasa bebas. Tapi terkadang pesta juga menjadi ajang di mana para jomblo berusaha mengubah nasib mereka, dengan mencari pasangan."
Lagi, gadis itu diam dengan wajah polosnya. Harry harus benar-benar menahan kesabarannya.
"Lalu, pura-pura berpacaran berarti kau harus berpura-pura menjadi pasanganku, di hadapan beberapa orang yang kukenal." Harry menerangkan lagi.
Gadis itu menggeleng. "Aku tak mau bertemu orang lain."
Harry harus kembali memutar otak untuk menjelaskan hal-hal yang dapat membuat gadis itu tak punya lagi alasan untuk menolak.
"Aku tak tahu siapa dan apa kau sebenarnya. Teman-temanku tak mengenalmu jadi, semuanya bisa berjalan normal, tenang saja."
Iris biru itu masih terlihat ketakutan dan belum bisa mempercayai Harry sepenuhnya.
"Hanya satu kali. Aku akan menjemputmu di sini. Pukul 8 malam. Kenakan gaun terbaik yahg ada." Intruksi Harry.
Gadis itu menunduk ragu dan menggigit bibir bawahnya. "A-apa yang harus kulakukan lagi?"
"Selama di pesta, kau harus terus menggenggam tanganku. Jangan pergi ke manapun. Terus berada di dekatku. Intinya, kau harus gerus bersamaku selama kita berada di pesta."
Harry melirik gadis itu dari bawah ke atas sebelum menyeringai. "Teman-temanku akan menyesali godaan mereka atas aku kemarin." Harry bergumam penuh kemenangan.
"Ingat? Aku akan menjemputmu besok dan ah, ya! Namaku Harry. Tapi aku sama sekali tak keberatan jika kau memanggilku Babe sama seperti aku memanggilmu." Harry mengedipkan satu matanya sebelum berbalik.
"See you tomorrow, Babe."
Harry kembali mengedip genit dan melangkah pergi meninggalkan gadis yang Harry sendiri tak peduli asal-usulnya. Asalkan gadis itu cantik dan dapat membuat teman-teman Harry iri, Harry tak keberatan.
---
Gaje-,,-
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top