06

Chapter 6:
Familiar

"Ini rekor, Harry. Untuk pertama kalinya sejak jaman prasejarah, seorang Harry Styles mampu bertahan satu minggu tanpa terlihat bergandengan tangan dengan seorang gadis. Wow."

Harry memutar bola matanya dengan bosan saat teman-temannya tampak merayakan status jomblo Harry seminggu belakangan. Padahal, nasib Niall jauh lebih mengenaskan dari Harry. Pemuda Irish itu berstatus jomblo sejak lahir.

"Kau tahu? Aku tak punya waktu untuk tebar pesona minggu ini. Kau tahu sendiri jika pulang kampus, aku harus menjemput Ibuku dan tak bisa pergi ke manapun. Tapi tenang, setelah Gemma dan Dad kembali, aku bebas dan kalian akan menangis karena gadis yang kalian sukai akan menyukaiku."

Tawa ketiga teman Harry (kecuali Zayn) terhenti dan ketiga pemuda itu mengerucutkan bibir.

"Jika kau berani mendekati Michelle, aku tak mau mengenalmu lagi." Liam mengancam.

"Lily bukan gadis yang pantas untukmu. Jika kau mendekatinya, aku pastikan hidupmu tak akan nyaman, selamanya." Giliran Louis yang mengancam.

Niall melirik sekilas kedua sahabatnya yang mulai mengancam Harry sebelum menatap Harry dengan wajah yang dibuat sesangar mungkin. Dengan kata lain: sangar-sangaran. Sangar tapi gagal.

"Satu langkah saja kau mendekati Nandos-ku. Detik itu akan menjadi detik terakhirmu hidup di bumi."

Harry, Louis dan Liam diam, menatap Niall, sementara Zayn berusaha setengah mati menahan tawa.

Mendapati ekspresi serius ketiga temannya, Niall memasang wajah polos. Pemuda itu mengedikkan bahu sebelum berkata, "Kalian tahu? Nandos is my everything. Bye!"

Entah ada angin apa, Niall bangkit berdiri dan melangkah pergi meninggalkan keempat sahabatnya di dalam kafe yang masih menatap kepergian Niall dengan memasang wajah serius.

"Kita harus berbuat sesuatu." Louis angkat bicara, menatap bergantian Harry, Liam dan Zayn.

Liam mengangguk cepat. "Kau benar. Karena tidak pernah disentuh wanita lain selain Ibu dan kakaknya, mentalnya terganggu."

Louis, Harry dan Zayn diam sejenak mencerna maksud kalimat Liam sebelum tertawa terbahak-bahak, bersamaan.

*****

Setelah berkumpul bersama keempat sahabatnya, Harry segera meluncur ke butik, untuk menjemput sang Ibu sekaligus...well, Harry masih sangat penasaran dengan gadis cantik yang semalam bertemu dengannya.

Secara tak sadar, senyuman muncul di bibir Harry dan pikiran pemuda itu tengah dipenuhi oleh ide-ide yang menurutnya sangat brilian dan sangat luar biasa.

"Aku akan menanyakan siapa namanya, meminta nomor ponsel dan mengatur kencan pertama kami. Lalu, aku akan mengenalkan diriku sebagai Harry Styles yang tampan dan digilai banyak gadis. Kemudian, aku akan memintanya menjadi kekasihku. Man, gadis mana yang bisa menolak cintaku?!"

Harry berkata sendiri, saat mobil yang ia kendarai terhenti karena lampu merah. Pemuda tampan itu melirik sekilas pantulan bayangan wajahnya di kaca spion dan tersenyum lebar.

"You are too handsome, Harry. You are so damn perfect."

Gila. Apa pemuda itu baru saja memuji dirinya sendiri?!

"Casey, kau pikir hanya kau yang bisa mendapatkan pacar baru dengan mudah? Kau lupa siapa aku? Harry Styles. I will get what I want, faster than a wind."

Harry menyeringai lebar sebelum akhirnya kembali mengendarai mobil ke butik milik Anne setelah lampu merah tergantikan oleh lampu hijau.

Mobil Toyota yang Harry kendarai berhenti di halaman parkir butik terbaik di London itu. Harry segera melangkah ke luar dari mobil dan berjalan memasuki butik.

Sesampainya di dalam butik, mata Harry berkeliling, menyusuri tiap sisi ruangan manapun di butik, berharap matanya menangkap sosok yang dicarinya.

Tapi, tak ada.

Anne tak bohong saat mengatakan jika karyawatinya memang sangat standar.

Berkeliling butik, tapi Harry tak jua menemukannya. Harry menyerah dan memilih untuk segera menuju ruangan sang Ibu.

"Mom?"

Harry memanggil sang Ibu sesampainya di ruangan. Anne yang tampak tengah mengukur tubuh boneka mannequin barunya, menoleh dan tersenyum lebar.

"Sore, Honey. Sudah selesai berkumpul dengan teman-teman tampanmu?"

Harry menghela nafas dan mengangguk pelan sebelum menarik kursi dan duduk di kursi tersebut.

Mata Harry tertuju pada boneka mannequin yang tengah dikenakan pakaian pesta oleh sang Ibu. Harry menarik nafas dan menahannya. Harry memejamkan mata dan menggeleng.

Wajah itu...sangat familiar. Kenapa wajahnya sangat mirip dengan......

"Harry?"

Suara Anne menarik Harry kembali ke dunia nyata. Harry membuka mata dan tersenyum kepada sang Ibu.

"Ya, Mom?"

"Bisa kau bantu aku?" Tanya Anne dan Harry mengangguk, bangkit dari kursinya dan mendekati Anne.

Mata Harry benar-benar mengamati mannequin di hadapannya saat ini, terlebih lagi bagian wajah. Mulus, porselen. Tapi sungguh, kenapa wajah mannequin ini mengingatkan Harry pada...

Sial. Apa aku benar-benar berkhayal semalam?

Harry merutuk dalam hati sambil menggeleng-gelengkan kepala. Wajah mannequin ini sudah Harry pastikan sangat mirip dengan wajah gadis yang semalam ditemuinya.

Aku pasti sudah gila. Terlalu banyak berimajinasi.

Harry kembali menggeleng-gelengkan kepala, berusaha melenyapkan semua pikirannya tentang gadis yang semalam ditemuinya dan boneka ini.

"Harry?"

Suara Anne kembali menginterupsi pikiran Harry. Harry menoleh menatap sang Ibu dan berusaha untuk tersenyum ramah, seperti biasa.

"Wajahmu pucat. Kau sakit?" Tanya Anne, cemas.

Harry menggeleng. "Aku sangat sehat, Mom dan apa yang bisa kulakukan untukmu?"

"Kau serius?"

Harry mengangguk mantap.

"Bantu aku mengukur panjang tangan, leher dan kaki mannequin ini. Model yang akan mengenakan gaun rancanganku, benar-benar memiliki bentuk tubuh yang sama dengan mannequin ini."

Harry mengangguk dan mulai meraih penggaris kain yang tadi digunakan Anne. Harry mulai mengerjakan apa yang Anne perintahkan walaupun, peluh dingin terus saja mengalir di pelipis wajah tampannya.

Anne dan Harry bertahan di butik hingga pukul 8 malam, sebelum memutuskan untuk pulang. Namun, baru saja mobil yang Harry kendarai sampai di depan pintu pagar, Harry menyadari satu hal.

Ponselnya tertinggal. Di butik. Sialan.

"Mom, ponselku tertinggal. Aku harus kembali ke butik dan mengambilnya. Kau bisa langsung masuk dan beristirahat." Ujar Harry, buru-buru.

Anne menguap kecil dan berkata, "Apa tak bisa besok saja? Ponselmu tak akan hilang, aku jamin."

Harry menggeleng. "Aku kuliah pagi, besok Mom. Ada tugas persentasi yang kusimpan di ponsel. Penting."

Anne mengangguk perlahan sebelum melepaskan sabuk pengamannya. "Setelah mendapatkan ponselmu, segera pulang dan istirahat."

Harry tersenyum dan sedikit mencondongkan tubuh, supaya ia bisa mengecup pipi Anne.

"Tidur yang nyenyak, Mom. I love you. Good night."

Anne tersenyum seraya membuka pintu mobil kemudian berkata, "Hati-hati di jalan. I love you, too, Son."

Wanita berusia nyaris setengah abad itu ke luar dari mobil dan berjalan masuk ke dalam rumah. Harry harus memastikan Ibunya masuk ke rumah dengan aman sebelum memutar balik untuk kembali menuju ke butik, mengambil ponselnya yang tertinggal.

Jika Anne tahu, Anne pasti akan marah besar. Yang jelas, gaya mengemudi Harry saat sendiri dan saat bersama Anne atau Gemma, sangat berbeda. Saat sendiri, Harry akan terlihat seperti melajukan mobil Formula One di jalan raya.

Waktu tempuh normal dari rumah ke butik adalah tiga puluh menit, tapi saat Harry mengemudikanya seorang diri, hanya butuh waktu kurang dari sepuluh menit. Menghemat lebih dari dua per tiga waktu tempuh.

Setelah meminta izin dan kunci dari penjaga, Harry segera memasuki butik dan langsung menuju ke ruang kerja Anne.

Pintu ruangan kerja Anne baru saja terbuka dan Harru mulai benar-benar merasa seperti orang gila saat mendapati gadis yang sama seperti malam kemarin, tengah melakukan hal yang sama, memakai pakaian yang...pakaian yang Harry sangat ingat baru dikerjakan Anne hari ini.

Sama seperti kemarin, gadis itu tak menyadari keberadaan Harry karena terlalu asyik menyapu lantai. Namun, saat dia berbalik untuk menyapu bagian lantai lainnya, gadis itu membeku.

Tatapan mengintimidasi Harry tertuju pada gadis yang tubuhnya mulai bergetar, ketakutan.

Setelah menatap gadis itu lama, Harry memejamkan mata dan menghela nafas perlahan sebelum kembali menatap gadis yang tak dikenalnya itu.

"Siapa kau sebenarnya?"


----
I made another FF called "Sober" (judul sebelumnya "1sr & 2nd"). Boleh di cek part awalannya :)

Dan gimana part yang satu ini? Ngaco? Tijel? Huaaa sorry I've tried :(
Thanks udah baca :)

All the love. A x

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top