03

Chapter 3:
Strange

"Sungguh, Harry. Apa kau tak merasa aneh? Ada seseorang yang menyelimutiku dan ruangan kerjaku tampak lebih bersih dari sebelumnya. Kau tahu sendiri, ruanganku tak mudah dimasuki orang asing."

Harry Styles mengangkat satu alisnya saat mendengar lanjutan cerita sang Ibu tentang apa yang terjadi semalam. Harry menjemput Anne tepat pukul sepuluh malam dan mendapati sang Ibu yang tertidur pulas dengan sehelai kain menyelimuti tubuhnya.

Sebenarnya tak tega, tapi Harry segera membangunkan sang Ibu supaya mereka bisa pulang ke rumah dan beristirahat di rumah. Anne bertanya kapan Harry sampai dan Harry menjawab belum lama. Dari sana, mulut Anne tak berhenti bercelotehria tentang siapa yang menyelimutinya dan yang merapihkan ruangan. Anne yakin, sebelum tidur, ruangan dalam keadaan berantakan.

"Mungkin petugas keamanan yang tak tega melihatmu, makanya dia menyelimutimu dan membersihkan ruangan." Harry mengutarakan pendapatnya, yang membuat Anne memicingkan mata seraya meletakkan roti tepat di atas meja di depan Harry. Mereka hanya sarapan berdua, mengingat Des Styles--ayah Harry--dan Gemma Styles berada di Cannes untuk urusan bisnis.

"Tidak, tidak mungkin. Lagipula, keanehan ini juga bukan untuk yang pertama kalinya. Kemarin pagi, aku baru saja meminta cleaning service untuk membersihkan ruanganku, tapi saat kami masuk, ruanganku sudah bersih." Anne kembali duduk di kursinya dan mulai menggigit roti bakar.

Harry melakukan hal yang sama. Harry memakan roti bakar selai stroberi dengan lahap. Sesekali memperhatikan Anne yang tampak masih sibuk dengan pikirannya.

"Kupikir, ada kamera pengawas di ruanganmu, Mom. Kenapa kau tidak melihatnya saja dari sana?" Harry berkata seraya menyelesaikan sarapannya. Tak banyak yang Harry makan. Hanya satu potong roti.

Mata Anne melebar, begitupun dengan senyuman di bibirnya. "Kau benar! Kau pasti juga penasaran, kan? Pulang sekolah, pergi ke butik! Ah, ya, mobilku sedang rusak dan aku tak mau menggunakan mobil-mobil kesayangan Ayahmu jadi, selama mereka masih di Cannes dan mobilku masih dalam proses perbaikan, kau yang akan mengantar dan menjemputku."

Harry menguap bosan.


*****

Kampus berjalan sangat buruk. Tak tahu apa yang terjadi, tapi beberapa orang menatap Harry dengan sinis, padahal Harry tak merasa memiliki kesalahan apapun. Apa tentang pesta kemarin? Tapi Harry tak bergabung dengan Louis dan Liam untuk menggoda para penari itu.

"Mate,"

Harry tersentak saat merasakan sebuah tangan melingkar di pundaknya. Zayn sudah berdiri di sampingnya, merangkul seperti biasa.

"She plays innocent. You know what I mean."

Mengerti maksud Zayn, Harry menghela nafas. "Terserah. Aku tak peduli. Gadis itu benar-benar...jalang dan aku sudah muak dengannya."

Zayn terkekeh geli. "Kau pernah mencintai jalang itu, Harry."

"Ralat. Bukan mencintai, tapi menyukai. Kupikir, kau cerdas untuk membedakan, Zayn."

Zayn kembali terkekeh geli hingga langkah kedua sahabat itu terhenti di kafetaria kampus. Zayn dan Harry duduk di tempat biasa mereka duduk, hanya berdua tanpa kehadiran tiga teman mereka yang lain. Louis tidak masuk kuliah, Liam membolos untuk berkencan dengan gadis bernama Lucy sedangkan, Niall masih ada kelas yang harus diikuti.

Harry dan Zayn diam, dengan pikiran masing-masing sampai Zayn memecahkan keheningan di antara mereka.

"Harry, um, can I talk to you about...um,.. About a girl? She's special."

Mata Harry melotot mendengar ucapan Zayn. Zayn berbicara tentang seorang gadis? Benarkah? Ini sangat langka. Bahkan belum pernah terjadi sebelumnya. Zayn mau terbuka dengannya tentang seorang gadis!

Harry tersenyum bak idiot yang menggoda Zayn. Zayn terlihat sangat gugup untuk membicarakan hal seperti ini, tapi ayolah! Harry belum pernah melihat Zayn menggandeng tangan seorang gadis! Harry sering melihat Zayn memeluk, mencium bahkan melakukan one night stand dengan gadis-gadis itu, tapi tak pernah ada yang dianggap serius oleh Zayn.

"Please, keep it just for you and me. Don't tell the others. They're gonna tease me all day long."

Harry terkekeh geli. Jika yang lain tahu, mereka pasti akan terus-menerus menggoda Zayn. Sambil balas dendam karena terkadang, Zayn juga suka menggoda mereka tentang gadis.

"Aku janji. Hanya kau dan aku yang mengetahui ini semua. Ayolah, Zayn! Beritahu siapa gadis itu! Jangan buat aku mati penasaran!" Harry mendesak. Benar-benar penasaran.

Zayn menarik nafas dan menghelanya panjang. "Ingat saat aku mengambil cuti 5 hari untuk mengunjungi keluargaku di Bradford? Aku bertemu dengannya saat aku hendak lari pagi. Dia berlari dengan anjing peliharaannya."

Harry sendiri tak mengerti kenapa dia benar-benar tertarik dengan cerita cinta sahabatnya yang satu ini.

"Anjingnya tiba-tiba lepas kendali dan mengejarku. Dia menggigit kakiku, tapi aku tak menyesal. Gigitan ini adalah salah satu pengingat masa-masa aku bertemu dengannya, untuk yang pertama kali."

Sebisa mungkin, Harry menahan tawa. Entah, Harry harus merasa kasihan pada nasib Zayn atau lucu akan kisah dibaliknya.

"Selama di Bradford, aku sering lari pagi bersamanya. Pertemuan kami makin intens dan sampai sekarang, aku masih berhubungan dengannya lewat pesan dan sebagainya. Dia gadis yang sangat menyenangkan, dan juga cantik. Sangat cantik, bahkan." Zayn tersenyum tanpa sadar. Sepertinya dia tengah membayangkan gadis pujaannya itu.

"Dia bilang, dia akan pindah ke London dalam waktu dekat ini. Aku..aku sangat bahagia dan gugup di saat bersamaan. Kau tahu? Aku baru sadar jika aku menyukainya, saat aku harus kembali ke London. Bagaimana menurutmu?" Pertama kalinya seorang Zayn Malik meminta saran dari seorang Harry Styles.

Harry menyeringai. "Jika kau benar-benar menyukainya, katakan. Ungkapkan perasaanmu padanya. Wanita tidak suka menunggu lama, setidaknya itulah yang pernah Gemma katakan kepadaku." Harry mengedikkan bahunya.

"Bagaimana jika dia menolakku?"

"Mate, jangan pesimis! Ayolah, kau saja bisa mencium primadona kampus alias mantanku alias Casey! Jika gadis itu menolakmu, dia adalah gadis yang akan bernasib sial seumur hidupnya!"

Zayn terkekeh geli mendengar perkataan Harry. Tapi memang benar. Gadis mana yang akan menolak pernyataan cinta seorang Zayn Malik? Pasti ada sesuatu yang tak beres pada gadis itu.

*****

"Aneh."

Harry menyatukan alisnya dengan bingung saat mendapati gambar hasil pantauan CCTV di ruang kerja sang Ibu tiba-tiba berubah menjadi hitam tepat di pukul 7 malam. Sudah tiga hari belakangan dan CCTV kembali beraktivitas normal mulai pukul 5 pagi.

"Kenapa hitam?"

Anne bertanya penasaran. Harry mengedik sebelum menoleh ke petugas yang bertugas memonitoring tiap ruangan yang ada di Styles' Boutique. Anehnya, hanya CCTV ruang kerja Anne yang bekerja seperti itu. Di ruang lain, CCTV bekerja normal.

"Aku tak tahu. Sebelumnya tak pernah seperti ini." Sang petugas berkata, seraya memainkan mouse, berusaha memeriksa hasil rekaman CCTV yang lain. Normal. Tak ada yang aneh.

"Sangat aneh," Harry kembali berkomentar, seraya melipat tangannya di depan dada. Tatapan Harry terfokus pada layar di hadapannya, yang menampilkan ruangan sang Ibu. Tiba-tiba saja tatapan Harry tertuju pada boneka mannequin terbaik di sana. Boneka itu masih mengenakan pakaian yang sama sejak boneka itu ada di sana.

Anne menghela nafas. "Sudahlah. Tak ada yang hilang dan jikapun ada yang datang, aku yakin dia tak berniat buruk."

"Dia hanya belum melakukannya, Mom. Tinggal tunggu waktu saja." Harry berdecak sebelum bangkit dari kursi dan melirik jam yang melilit di pergelangan tangannya. Jam sudah menunjukkan pukul 7 malam. Harry ada janji dengan Louis untuk membuat pesta kejutan ulangtahun Liam.

"Mom, bisakah kita pulang sekarang? Aku ada janji dengan Lou--,"

"Batalkan. Kau harus mengantarku pulang, kau tahu sendiri tak ada kendaraan yang bisa mengantarku pulang." Anne berdecak kesal.

Harry menghela nafas. "Maksudku, aku akan menemui Louis setelah mengantarmu pulang, Mom. Ayo, pulang!" Harry meraih tangan sang Ibu dan menariknya perlahan, namun Anne tak bergerak sedikitpun.

Anne memicingkan matanya. "Kupikir, kita sudah membuat kesepakatan. Selama Gemma dan Ayahmu berada di Cannes, kau harus terus menemaniku. Aku belum mau pulang. Ada pekerjaan yang harus kuselesaikan."

Harry memutar bola matanya kesal. "Sudah jam 7 malam, Mom! Jam kantor seharusnya sudah berakhir sejak pukul 5 sore!" Protes Harry.

"Nah, pengecualian untuk kantorku."

Harry sudah hampir membalas tajam ucapan sang Ibu saat dia mengingat satu hal: Harry tak mau dikutuk menjadi katak karena durhaka pada sang Ibu. Bodohnya, Harry masih mempercayai kutukan itu di usianya yang sudah berkepala dua.

"Baik-baik, aku akan menunggumu sampai selesai. Aku akan membatalkan janjiku dengan Louis. Puas?" Anne menampilkan cengiran khasnya.

Harry menghela nafas. "Aku akan mencari Starbucks dan segera kembali."

Tanpa menunggu persetujuan Anne, Harry melangkah pergi meninggalkan ruangan pemantau CCTV.




---
Kind of boring.
Thanks for reading, Guys. :)

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top