02

Chapter 2:
Broke Up

"Bukankah kita sudah membuat kesepakatan sebelumnya? Aku akan tetap datang ke pesta, ada atau tidaknya dirimu!" Gadis manis berambut kecokelatan itu berkata keras kepada pemuda berambut keriting di hadapannya.

Harry mengerang dan memicingkan mata kepada gadisnya tersebut. Ya, gadisnya. Hampir seisi kampus sudah mengetahui jika Harry Styles tengah berkencan dengan salah satu primadona kampus bernama Casey Dustin. Mereka satu kelas dan selalu duduk berdampingan, sejak dua bulan belakangan. Mereka memang baru resmi berpacaran sejak dua bulan lalu, setelah melakukan pendekatan selama satu minggu.

"Tapi kau mencium Zayn, Sialan! Kau mencium sahabatku sendiri! Kau pikir aku tak tahu dengan apa yang kau lakukan di pesta Waliyha kemarin?!" Bentak Harry tak sabaran.

Kemarin, memang seharusnya Harry berada di pesta ulangtahun Waliyha yang ke-19, tapi terima kasih pada sang Ibu, Anne, yang menahan Harry di butik sampai malam hari.

Keesokan paginya, Harry sudah mendengar kabar buruk tentang pesta tersebut. Walaupun, Harry tidak berada di sana, tentu saja Harry mempunyai mata-mata untuk melaporkan apa saja yang terjadi di pesta itu dan benar saja. Mata-mata Harry mengatakan jika Casey dan Zayn berciuman. Lips to lips. Sialan.

"Aku mabuk dan Zayn pun mabuk! Hanya berciuman, tak lebih! Kenapa kau bersikap seakan-akan aku baru saja melakukan seks bersama sahabatmu?!" Casey balas membentak.

Harry menggertakkan giginya seraya menatap sekeliling. Untungnya, koridor kampus tampak sangat sepi. Wajar saja sepi. Saat ini sudah masuk jam pelajaran dan tadi, Harry menyeret Casey untuk mau berbicara dengannya. Hanya berdua.

"Apa? Hanya berciuman katamu? Kau. Berciuman. Dengan. Sahabatku. Jalang." Harry menekankan tiap kata pada kalimat terakhir yang dia ucapkan. Casey membulatkan matanya.

"Apa yang baru saja kau katakan? Kau menyebutku apa?" Tubuh Casey bergetar, matanya berkaca-kaca.

Harry memutar bola matanya. "Apa? Jala--,"

Belum sempat kata itu mengalir ke luar dari mulutnya, sebuah tamparan mendarat di pipi kiri Harry dengan sangat keras. Harry meringis kesakitan seraya mengelus pipinya seraya memicingkan matanya menatap Casey.

"Apa-apaan?!"

"Jika ada yang bertanya, siapa pria dengan mulut paling buruk sedunia, tanpa pikir panjang, aku akan menyebut nama lengkapmu."

"Seperti kau tahu nama lengkapku saja."

"Harold Edward Styles."

Mata Harry membulat. "Sialan, bagaimana kau tahu nama lengkapku?!"

Casey menggeram kesal. Wajahnya memerah menahan amarah.

"Sudahlah! Aku benci kau! Aku ingin kita putus!"

Harry diam sejenak mendengar ucapan Casey sebelum menghela nafas panjang. Seringai muncul di bibir merah mudanya. Pemuda itu mengedikkan bahunya sebelum berbalik. Harry sempat menoleh, mengedipkan satu mata.

"Selamat tinggal, Jalang."

Kemudian, melangkah pergi seakan tak terjadi apapun di antara mereka. Meninggalkan Casey yang mulai histeris menyesali ucapannya sendiri.

To be Harry Styles' girlfriend is everygirls' goal in life.

*****

Kelas berakhir bersamaan dengan cengiran lebar di bibir Harry. Harry masih duduk di bangku yang bersebelahan dengan Casey dan mereka sama sekali tak bicara. Harry tahu, sesekali Harry meliriknya dan mungkin berharap agar Harry membuka pembicaraan di antara mereka.

Tapi bukan Harry namanya jika memulai pembicaraan terlebih dahulu pada seseorang yang telah menjadi mantannya, meskipun belum lama mereka putus.

Sesaat setelah dosen ke luar kelas, Harry langsung bangkit dari kursi, meraih tas selempang hitamnya dan berjalan ke luar kelas, mengabaikan tatapan aneh beberapa orang. Biasanya, Harry pasti akan bergandengan tangan ke luar dari kelas bersama Casey. Tapi hari ini tidak.

Harry melangkah menuju ke kantin dan sudah mendapati teman-temannya berkumpul di meja tempat mereka biasa berkumpul. Sesampainya di sana, Harry segera menarik kursi kosong yang ada di dekat Zayn.

"Hai, mate. Hanya sendiri?" Tanya Zayn yang membuat Harry terkekeh geli.

"Terima kasih banyak, Zayn. Karena apa yang kau lakukan kemarin, aku lajang sekarang." Harry berkata sarkastik yang membuat teman-temannya yang lain tertawa geli.

Zayn memutar bola matanya. "Apa yang dia katakan padamu, Harry? Kau tahu? Dia tiba-tiba memelukku dan memaksa untuk menciumku. Kau tahu sendiri, aku tak bisa kasar pada yang namanya wanita. Jadi, ya aku biarkan saja." Zayn menyeringai dan Harry memutar bola matanya.

"Selalu saja begitu. Kau merebut semua gadis yang dekat denganku, Zayn. Aku membenci itu." Harry berkata datar, sebenarnya tak terlalu serius, tapi benar. Casey adalah gadis ke-empat yang mengakhiri hubungannya dengan Harry karena Zayn. Tapi itu sama sekali tak mengubah persahabatan Harry dan Zayn.

Zayn terkekeh geli. "Bukan salahku yang terlalu mempesona. Makanya, lain kali, jangan kenalkan gadismu padaku."

Harry hanya mengerucutkan bibirnya sebelum mulai melanjutkan obrolan dengan sahabatnya yang lain.

Selain Zayn, sahabat-sahabat Harry adalah : 1) Liam Payne, pemuda berambut kecokelatan dan paling dewasa dari yang lainnya. 2) Niall Horan, pemuda Irish dan pirang berusia 22 tahun yang menjalin hubungan serius dengan makanan. 3) Louis Tomlinson, pemuda berusia 23 tahun dengan rambut cokelat berantakan dan iris biru yang merupakan otak dari semua kejahilan di muka bumi.

Zayn adalah pemuda berambut hitam, sedikit berdarah Pakistan yang paling misterius di antara yang lain. Zayn dekat dengan Harry, tapi belum tentu Harry tahu segala sesuatu tentang Zayn mengingat Zayn adalah pribadi yang sangat tertutup.

Sedangkan, Harry? Pemuda berusia 22 tahun dengan rambut keriting itu adalah yang termuda dan juga yang paling berpengalaman dalam urusan percintaan. Semua jenis wanita pernah dipacarinya. Parahnya, Harry pernah menjadi selingkuhan dari wanita berusia 45 tahun yang telah bersuami saat usianya baru menginjak angka 17 tahun. Tak heran. Semua gadis juga pasti bertekuk lutut pada pesona Harry Styles. Di tambah lagi, dia adalah satu-satunya kandidat penerus Styles Enterprise, perusahaan yang bergerak di bidang properti paling besar di London.

"Darell mengadakan pesta malam ini, di rumahnya. Kau datang?" Liam bertanya kepada Harry, memotong percakapan antara pemuda itu dengan Louis tentang isi dari majalah Playboy terbaru.

Harry mengangkat satu alisnya. "Benarkah?"

Liam mengangguk. "Tentu saja. Dia mengundang kita semua. Pesta para pria. Tak ada gadis."

Harry memutar bola matanya. "Apa bagusnya pesta tanpa gadis? Aku tak mau datang."

Liam menyeringai. "Maksudku, tak akan ada gadis yang kita kenal di pesta karena Darell sudah menyewa lebih dari sepuluh penari erotis."

Seringai ikut muncul di bibir Harry. "Baiklah, karena kau memaksa, aku akan datang."

*****

Pesta yang diadakan oleh Darell Smith yang adalah salah satu teman kampus Harry adalah salah satu pesta terliar yang pernah Harry datangi. Pesta dimulai pukul 8 malam dan di hadiri lebih dari 20 orang pria yang wajahnya tak asing di mata Harry.

Sangat liar. Darell benar-benar menyewa tepat 10 penari erotis yang terus saja menari di atas meja dengan hanya berbalutkan bikini berwarna merah menantang. Darell, Liam dan Louis tampak mengelilingi masing-masing satu penari yang menurut mereka paling seksi.

Dengan beraninya, Louis menarik bra penari itu dan menyelipkan selembar uang ke dalam bra. Lalu, Liam yang menyelipkan uang ke sela-sela bokong penarinya. Darell lebih parah lagi. Dia memilih penari yang lebih tinggi darinya, sehingga saat Darell memeluknya, kepala Darell berada tepat di depan dada besar sang penari.

"Kupikir, kau yang paling bersemangat untuk datang tadi. Tapi kau sama sekali tak bergabung dengan mereka," Harry menoleh dan mendapati Zayn yang berdiri di sampingnya, menyodorkan segelas air mineral. Harry meraih gelas tersebut dan meneguknya.

"Kau sendiri?" Tanya Harry.

Zayn terkekeh geli. "Bukankah kau sudah tahu alasannya? Kalian semua menumpang mobilku. Jika aku mabuk, siapa yang akan mengendarai mobil dan memastikan kita semua aman?"

Harry terkekeh geli. "Kau benar. Aku akan menemanimu, tenang saja."

Jika kau bertanya apa yang dilakukan oleh Niall, pemuda Irish itu sibuk menghabiskan makanan yang disediakan oleh Darell.

Saat sibuk menertawakan aksi memalukan teman-temannya yang mabuk bersama Zayn, ponsel Harry bergetar. Malas-malasan, Harry mengangkat panggilan dari kakaknya tersebut. Gemma Styles.

"Ya, Gem?"

"Di mana kau?" Suara Gemma langsung terdengar sangat mengintimidasi.

Harry menguap bosan. "Aku di rumah teman."

"Kenapa kau tak mengangkat panggilan dari Mom?!" Tak berada dekat, tak jauh. Gemma senang sekali mengomeli Harry.

Harry buru-buru mengecek ponselnya. Benar saja, ada 25 panggilan masuk dari sang Ibu, Anne Styles.

"Maaf, maaf. Aku tak mendengarnya tadi. Ada apa?"

"Jemput Mom sekarang! Tadi Mom ke butik dengan taksi dan sekarang sudah malam. Kau tega mrmbiarkan Ibumu pulang sendiri malam hari, menunggu taksi di pinggir jalan? Bagaimana jika sesua--,"

"Ya, aku mengerti, Gem. Aku akan segera menjemput Mom. Sampai jumpa."

Sebelum sempat mendengar celotehan Gemma lebih lanjut, Harry mengakhiri panggilannya dan segera menatap Zayn, berpamitan.

"Aku harus pergi. Jaga ketiga idiot itu, Zayn. Sampai bertemu besok!"

Zayn menatap kepergian Harry seraya menghela nafas pasrah.

*****

Gadis cantik bertubuh ramping dengan rambut pirang keemasan itu menatap sekeliling sebelum mulai menggerakkan kaki kanannya terlebih dahulu. Sekali lagi, gadis itu menatap ke sekeliling sebelum kembali melangkahkan kaki, kali ini adalah kaki kirinya.

Tatapan gadis cantik itu tertuju lurus pada seorang wanita paruh baya yang tampak tertidur pulas dengan posisi duduk dan kepala terkulai di atas meja dengan sebuah kain yang tengah dikerjakannya. Perlahan, bibir gadis itu melengkung, menampilkan senyuman yang sangat indah di bibir merahnya.

Gadis itu kembali melangkah, ia merah sehelai kain yang berada tak jauh dari wanita paruh baya yang tertidur pulas tersebut. Berusaha tak menimbulkan suara, gadis itu menyelimuti tubuh si wanita.

"Sleep well, Anne."

Suara gadis itu terdengar sangat pelan. Ia menatap wanita di hadapannya dengan senyuman. Gadis itu menatap kiri-kanannya, mendapati ruangan kerja yang kembali berantakan. Padahal, kemarin malam sudah ia bersihkan.

Tanpa basa-basi, gadis itu segera melangkah, memunguti tiap bekas benang dan kain yang berada di sana, berusaha tidak membangunkan sang empunya butik, Anne Styles.



----
How about this part? Long and weird enough?
Ngetik di hape. Pasti banyak typo(s). Maafkeun.
Thanks for reading.

All the love. A x

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top