Melupakan Dalam 40 Hari
☀ Special Part ☀
⭕
Psychological, Slice of Life
⭕
Min Yoongi (BTS), Im Nara (OC)
💐
"Bagaimana? Kau sudah lupa?"
Suara beroktaf rendah tersebut mengelus koklea; memabukkan rasanya. Nara yang semula meneliti panorama senja kota lantas mengalihkan atensi untuk sejemang begitu seorang pemuda mengikis spasi. Eksistensinya tak membuat kaget, justru kian menyempurnakan ciptaan Tuhan.
Mendapati raut menunggu respons yang terpampang dari wajah si pemuda bermata sabit itu, Nara lantas menggeleng seraya menyahut tak bergairah, "Belum, Yoong. Bahkan mungkin aku tidak akan bisa."
Alih-alih menimpali, Min Yoongi berdiri di samping si gadis dengan kedua tangan ikut bertumpu di tralis besi-pembatas yang mengelilingi taman bekas di puncak bukit. Dari sini, dwinetranya dapat menangkap pemandangan kota di bawah sana amat jelas. Bagaimana air laut yang gemerlap keemasan akibat diterpa cahaya senja; semburat oranye-keunguan yang terlukis di cakrawala; kerlap-kerlip lampu yang mulai dinyalakan; membuatnya mengerti mengapa di masa hidupnya si gadis acap kali berkunjung ke sini selepas sekolah ketimbang lekas pulang ke rumah.
Toh, pemandangan super memukau begini memang tidak sepatutnya dilewatkan.
"Omong-omong," Si gadis berseragam-rok biru kotak dipadu kemeja putih polos-itu memecah hening. Surai hitam bergelombangnya melambai-lambai begitu angin bersemilir. Kedua mata loyal mengarah ke depan, ia melanjutkan, "kenapa Yoongi menyuruhku begitu? Apa menyimpan kenangan indah maupun pahit dalam memori adalah suatu dosa?"
Yoongi mendadak menghela napas jemu. Gadis ini masih tak mengerti, ia bersenandika. Namun berusaha bersikap santai-menjejalkan tangan ke dalam saku celana barangkali membantu-vokalnya lantas dilontarkan, "Waktumu tak banyak, ingat? Lagi pula ini bukan perihal dosa atau tidak. Ini predestinasi, Nona Im. Sudah sepatutnya kau mengikuti alur yang telah Tuhan persiapkan untukmu."
"Bagaimana kalau aku menolak lupa?"
"Aku akan memaksamu."
"Bagaimana kalau aku kesakitan?"
"Itu risikomu."
Baiklah. Kekeh bernada pedih terlahir dari belah bibir ranumnya. Pada akhirnya memang hanya ada satu pilihan. Dan itu mutlak. Tak dapat diubah mau pun disanggah. Nara memang gelagapan dalam menyikapi semua ini. Diteguknya saliva getir berulang kali dengan harapan dapat menetralkan perasaannya yang berkecamuk kendati hasilnya tetap nihil. Secara tak sadar kepalanya tertunduk sedari sepersekon yang lalu, hingga kemudian vokal si rambut pirang kembali mengudara.
"38 hari seharusnya cukup, Nara. Rata-rata orang lain yang kutemui dapat melupakan segalanya dalam rentang waktu demikian. Mengapa kau tidak?"
Kepalanya masih menunduk saat menimpali mantap, "Karena aku Nara, bukan orang lain."
"Oh, astaga," desah si pemuda Min selagi tangan menyugar rambut frustrasi. Jujur, baru pertama kali ia menemukan pasien seperti Nara; keras kepala, juga lihai bermain logika. Ia barangkali menyerah, jika tak teringat akan sangkala yang terus terkikis serta kewajibannya sebagai pengabdi Tuhan. Jadi tepat saat sang mentari lenyap ditelan bumi, diajukannya sebuah usulan-selagi terus memohon semoga si gadis dapat luluh, "Baiklah. Memberimu paksaan sepertinya tidak akan mengubah apapun. Jadi sekarang, katakan apa yang kau inginkan. Aku akan mengabulkannya dengan syarat jika kau mau menyapu bersih segala sesuatu yang ada dalam memorimu. Bagaimana?"
Tolong beri Min Yoongi tepuk tangan yang meriah.
Sebab, di sekon setelahnya, Nara mendongak antusias. Binar matanya seolah menjabarkan bahwa hal barusan memberinya secercah harapan-pula berarti bahwa umpan yang Yoongi lontarkan membuahkan hasil nan memuaskan.
"Berjanjilah bahwa kau akan hidup di neraka jika itu hanya bualan, Yoong."
"Pegang erat janjiku."
"Kalau begitu...," Untuk sejenak Nara menghirup napas dalam-dalam selagi mata memejam. Sensasi cerah ceria seolah memenuhi rongga dadanya. Dan suasana kian melankolis sebab di waktu petang nan sakral ini, segelimang permintaan terakhirnya dapat segera terrealisasi. Lantas tambahnya, "...ijinkan aku bertemu dengan keluargaku untuk yang terakhir. Ijinkan aku untuk dapat berkomunikasi bersama mereka dengan cara apapun itu. Aku ingin meminta maaf, karena jika saja waktu itu aku mendengarkan mereka dan segera pulang, mungkin mereka tak perlu kehilangan seperti ini."
Angin malam bersemilir, namun keduanya sama sekali tak merasa kedinginan dan tak pula sebaliknya. Dalam sepersekon hanya ada dendangan hewan malam serta desauan yang terjamah gendang telinga. Kendati pun tak pernah merasakan bagaimana pedihnya, Min Yoongi dengan jubah putih keagungannya itu loyal menatap gadis itu iba. Adalah wajar, toh nyaris setiap detik ia terlibat dalam suasana penuh dilema semacam ini. Namun mengingat kembali bahwa memang beginilah pekerjaannya, pada akhirnya ia mengangguk, "Diterima. Kau punya waktu selama dua hari untuk itu. Tetapi ingat, di hari ke empat puluh kau harus sudah melupakan kenanganmu selama hidup di dunia, sebab aku akan membawamu ke kehidupan selanjutnya. Mengerti?" [ ]
***
March 13, 2019 | 5.10 PM
Min Yoongi, selamat mengulang hari kelahiran. Maaf karena tidak memberimu apapun dalam bentuk fisik, sebab aku hanya mempunyai cinta yang selalu kusalurkan dalam do'a. Do'a-do'a yang terbaik untukmu, dan sepertinya tak akan bisa aku jabarkan sebab itu semua kusampaikan langsung pada Tuhan; terlalu banyak.
Intinya, semoga kebahagiaan dan kegemilangan selalu mengelilingi kehidupanmu. ❤
***
A/n; Coba tebak, udah berapa abad aku ngga buka wattpad? Tebak juga, seberapa kangennya aku sama keluargaku disini? Dan, ya, karena kesibukan serta beberapa hal aku jadi telat banget bikin projek ultah Yoongi. Sedih banget. Kesel. Pengen makan jupiter. Tapi jangan tanya kenapa. ;")
And please wait for me, aku kangen banget sama karya-karya kalian T^T
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top