Chapter 4
Semalaman Bramwell tidak bisa memejamkan matanya. Ia terlalu gelisah untuk tidur dan kata-kata yang ucapkan oleh Helena terus terngiang di kepalanya.
"Jika aku adalah dirimu, aku akan malu dan memilih untuk membunuh diriku sendiri sebelum menipu orang lain dengan senyum palsumu."
Bram menutup matanya. Membukanya lagi dan segera saja, retina matanya mampu menyesuaikan dengan keadaan kamarnya yang gelap. Bram akhirnya memutuskan untuk berjalan-jalan di mansion Griffin. Ia membutuhkan udara segar dan berdiam diri di kamar jelas bukan pilihan yang bijak.
Langkah kakinya yang senyap membawanya ke sayap kanan, lorong di mana terdapat kamar milik Lady Helena dan Lady Emily. Menajamkan telinganya, Bram bisa mendengar sebuah isakan yang lolos dan terbawa angin. Dirinya tahu milik siapa isak tangis itu dan ia, entah mengapa bisa merasakan rasa sakit yang sama.
Kalimat dari Lady Helena kembali terngiang. Sang lady seperti menamparnya dengan itu dan Bram, tidak meragukan bahwa sang lady sama menderitanya dengan dirinya.
Bram tidak menyangka, sama sekali, bahwa status anak angkat dari sang lady bisa semenyakitkan ini untuk hubungannya dengan Veronica. Namun anehnya, Bram tidak bisa mendeteksi kebencian dalam diri Veronica. Lady Veronica memang terdengar marah, namun benci...
Bram mendesah panjang. Memilih untuk meneruskan perjalanannya hingga matahari terbit.
Ketika tiba saatnya sarapan, Bram menduga bahwa kali ini pun ia akan sendirian. Mengingat keadaan semalam, tidak mungkin kedua kakak beradik itu akan turun. Namun fakta yang ada di depannya, sekali lagi mengkhianati dugaannya.
Keempat wanita yang seharusnya memang terlihat dan ada, telah duduk berhadapan dan tampak sedang berbincang sembari menunggu kedatangan Bram.
"Selamat pagi, Nak. Apa tidurmu nyenyak?" adalah Lady Nerida yang pertama membuka percakapan. Membuat Bram sedikit gelagapan dan menatap ke arah Helena yang dengan sengaja menghindari tatapannya.
"Ya. Aku tidur dengan baik," jawabnya tanpa senyum di wajahnya. Ia mungkin akan menampilkan sosok aslinya dan sejujurnya, ia juga sudah muak untuk terus menerus berpura-pura. Pekerjaannya selama ini menuntunya untuk dapat menyembunyikan perasaannya dan sekarang ini, Bram tidak sedang bekerja. Ia sudah boleh menanggalkan segala jenis topeng dan menjadi dirinya sendiri seutuhnya.
Henry lalu membantu Bram duduk di tempatnya dan Lady Nerida memperkenalkannya kepada Emily, putri bungsunya yang terlihat pucat dan rapuh. Jika ada seseorang yang digambarkan seperti kaca, maka itu adalah Emily.
"Aku senang Anda sudah datang, My Lord," ujar Emily lemah.
Bram mengernyit mendengar suaranya. Ia merasa bahwa untuk mengeluarkan sebaris kalimat itu membutuhkan tenaga yang susah payah dikumpulkan olehnya. Separah apakah dirinya?
"Panggil saja aku Bram," ujarnya tanpa sadar. Bram terlalu terpaku kepada Emily dan mengendurkan kewaspadaan kepada gadis itu. Lagi pula, apa yang bisa Emily lakukan kepadanya?
"Baiklah. Terima kasih, Bram," ujarnya lembut.
Para pelayan lalu mulai mempersiapkan makanan, dan dari tempat Bram duduk, ia bisa melihat Helena dengan telaten mengambilkan dan memotong makanan Emily sehingga lebih kecil dan dapat langsung dimakan olehnya.
"Kau tahu aku bisa melakukannya," gerutu Emily.
"Ya, dan kau akan selalu menyingkirkan semua sayuran itu. Kau tahu bahwa sayuran baik bagi tubuhmu," balas Helena.
Emily memutar matanya. Ia lalu menangkap pergerakkan Bram yang diam-diam menyingkirkan sayuran berwarna hijau dari piringnya.
"Semua orang berhak memutuskan makanan apa yang mau ia makan, termasuk juga Bram," katanya dengan suara yang berusaha ia keraskan.
Bram menghentikkan suapannya. Garpu yang terdapat potongan ayam di ujungnya, melayang di depan mulutnya. Bram lalu berdeham, tiba-tiba mendapat tatapan tidak setuju dari Helena sementara Vero dan dowager tampak sibuk dengan apa yang mereka makan.
"Aku akan menghabiskannya nanti," ujar Bram.
"Dengar? Lord Granville akan memakannya. Kau hanya membuat alasan untuk membenci sayuran, Emmy."
Emily menggerutu namun tetap memakannya dan mengernyit ketika brokoli dan kol masuk ke dalam mulutnya.
Kemudian tidak ada lagi percakapan di meja makan sampai semuanya selesai. Bram berdeham, baru akan mengundurkan diri ketika Helena berkata, "Siang ini aku akan ke ruang kerja untuk menyerahkan semuanya."
Bram menngangguk. Menatap Helena yang seolah bicara kepada meja karena tidak memandang ke arahnya.
"Baik," balas Bram dan ia meninggalkan ruangan makan. Bram benar-benar tidak mengerti dengan keluarga ini. Lady Nerida bersikap sangat tenang dan hawa permusuhan antara Vero dan Helena bahkan tidak ada lagi. Bahkan, Veronica tidak membuka mulutnya sama sekali. Mungkin mereka melakukan gencatan senjata untuk menghormati sang ibu.
Memilih untuk tidak di pusingkan, Bram akhirnya pergi ke istal, berniat melihat kuda-kuda mereka sebelum badai yang mungkin datang di musim dingin ini.
Sementara itu, Helena mati-matian menahan dirinya alih-alih yang ingin ia lakukan ketika melihat ibunya di ruang makan bersama Vero, adalah memeluknya. Menggumamkan protes kepadanya karena seminggu terakhir ini sang ibu kembali menjauhinya.
Ibunya selalu menyantap makanan di kamarnya dan ketika Helena datang, pelayan pribadi Nerida selalu mengatakan bahwa ia sedang tidur atau beristirahat. Helena tentu saja kesal dan merasa bahwa ada yang sedang disembunyikan ibunya.
Apakah ia sakit? Apakah sesuatu yang buruk terjadi kepadanya?
Kenyataan bahwa Veronica mengetahui kondisi ibunya lebih baik daripada dirinya tidak membuatnya senang. Vero selalu bersikap memusuhinya dan selalu berusaha menyembunyikan sesuatu yang membuat dirinya merasa terasing. Helena tidak menyukai itu namun ia juga tidak bisa protes kepada Vero karena permintaannya untuk menikahi sang earl. Namun setelah kejadian semalam, rasanya Helena sudah boleh beradu argumen atau membantah dengan kalimat sang sama sinisnya kepada Vero, hal yang sering mereka lakukan sejak lama.
Untungnya kehadiran Emily di sampingnya membuat Helena bisa mengontrol dirinya. Vero mengatakan bahwa ia sudah boleh menemui ibunya dan ia akan melakukannya setelah mereka sarapan.
"Aku selesai, Ellen," ujar Emily sambil mengusap mulutnya. Helena kembali tersadar dari pikiran kalutnya. Menatap Emily dan berusaha membantunya untuk kembali ke kamarnya.
"Aku akan mengantar Emmy ke kamarnya." Suara Vero membuatnya bungkam. Selama sarapan tadi Vero hanya bungkam dan kali ini, apa yang akan dia lakukan?
"Oke, tapi kau tidak bisa mengancamku untuk langsung tertidur," ujar Emmy berusaha protes.
"Tidak sebelum kau meminum obatmu," kata Vero dan tidak menunggu lama, ia membantu Emmy berdiri dan duduk di kursi beroda kayu. Vero yang memerintahkan kursi tersebut dibuat dan Emmy yang awalnya menolak hanya bisa pasrah ketika Vero dengan tegas memberi ultimatum kepadanya untuk menggunakannya ketika tubuhnya tidak baik-baik saja.
Vero lalu mendorong kusi tersebut keluar dari ruangan dan Helena hanya bisa memandangi keduanya. Ia bisa mendengar sayup-sayup suara Emmy dan Vero yang tertawa bersama, dan itu membuat sedikit hatinya merasa hangat sekaligus tercubit. Kapan terakhir kalinya Vero tertawa bersama dirinya?
"Maukah kau membantu Mama ke ruang mawar?" tanya Lady Nerida kemudian.
"Tentu, Mama," jawab Helena cepat.
Ia lalu berdiri di samping sang lady. Mengaitkan lengannya dan membantu sang lady ke ruangan yang ia maksudkan. Ruangan yang ketika musim semi datang, bisa membuat kita duduk sembari menikmati udara yang bercampur dengan wangi mawar. Namun ketika musim dingin seperti sekarang, hanya ada semak mawar yang tertutup oleh salju yang terlihat dari jendela yang tertutup rapat.
"Kau semakin kurus, Ellen," ucap sang lady sembari mengelus lembut pipi Helena. "Kau juga tidak menghabiskan makananmu tadi," tuntutnya.
Helena tersenyum mendengar pernyataan ibunya. Ia lalu bangkit dan berlutut di depannya. Membawa kepalanya ke pangkuan sang ibu.
"Aku merindukanmu," bisiknya pelan.
Lady Nerida mengelus surai merah Helena. Tanpa Helena sadari, Lady Nerida menatapnya dengan sendu. "Mama juga merindukanmu, Sayang."
"Maka jangan menghindariku lagi, Mama. Beri tahu apa yang salah, dan aku akan melakukan seperti keinginanmu," Helena mendongak. Menatap manik mata ibunya yang bewarna biru, mirip seperti milik Emily dan Veronika.
"Mama baik-baik saja. Hanya terlalu lelah dan Mama takut kau akan cemas. Mama tahu betapa khawatirnya kau mengenai kondisi Emily dan Mama tidak ingin kau menambah beban dengan mengkhawatirkan Mama."
Helena menggeleng. "Itu tidak akan membebaniku. Aku menyayangimu. Merawatmu ketika kau membutuhkanku, bukanlah sebuah beban."
"Dan membiarkanmu semakin kurus dan kesakitan?" balas Nerida. "Tidak, Sayang."
"Tapi apa yang Mama lakukan sama saja melukaiku. Aku terus menerus mengkhawatirkan sesuatu yang tidak kutahu."
"Kau hanya perlu mempercayai saudaramu, Sayang. Vero menjaga Mama ketika seluruh perhatianmu kau berikan kepada Emily."
Helena menggeleng dengan keras kepala. "Aku bisa merawatmu bersamaan dengan Emily."
"Kau tidak percaya kepada Vero?"
"Aku mempercayainya, tetapi-"
"Maka serahkan masalah kesehatan Mama kepadanya. Lagi pula, saat ini Mama sudah baik-baik saja," katanya lagi.
Kening Helena mengernyit. "Kalau begitu, tolong katakan kepadaku. Sakit apa yang kau derita seminggu belakangan ini?"
Lady Nerida mengendikkan bahunya. "Hanya flu, Sayang. Dan kau tahu Mama seringkali terkena flu," jawabnya meyakinkan.
Helena menghela napas panjang. "Aku khawatir mengenai musim dingin."
Lady Nerida meremas lembut tangan Helena. Ia tahu kekhawatiran putri angkatnya ini. Tahun lalu, suaminya meninggal di penghujung musim dingin dan saat itu, Emily beberapa kali mengalami serangan. Bagaimana mungkin dirinya bisa membebani Helena dengan kondisi kesehatannya?
"Kita akan melewati semua ini bersama, Sayang." Lady Nerida mengecup kening Helena. Membuat sedikit kekhawatiran Helena menguap. "Sementara itu, benarkan kau meminta Vero untuk menikahi sang earl?"
Helena berjengit. Merasakan nada menuduh yang ibunya berikan kepadanya.
"I-itu, sebenarnya, aku-"
Lady Nerida menghela napas panjang. "Kau tidak bisa memaksa perasaan orang-orang, Sayang."
"Mama, aku hanya takut bahwa Vero tidak akan mendapat kesempatan. Aku bahkan bingung bagaimana caranya agar Vero bisa mengikuti debut di musim semi mendatang. Aku merasa gagal."
Nerida menggeleng. "Pernahkah kau bertanya apakah Vero ingin pergi melakukan debut?"
Kali ini Helena menggeleng. "Tidak. Tapi ia selalu merengek ikut ketika dulu aku pergi ke London untuk mengikuti season."
"Dan dia merengek ikut pesta dansa?"
Helena meringis. Ibunya tahu ia hanya ke London untuk mengurus sesuatu selama season berlangsung, dan itu bukanlah pesta. Pesta jelas tidak ada dalam agendanya. Dan walaupun Vero selalu ikut dengannya, entah mengapa ia selalu sibuk di pagi hingga sore hari bersama sahabat penanya dan tidak pernah merengek mengenai pesta dansa dan sejenisnya.
"Bicaralah kepadanya. Terkadang, apa yang menurutmu baik untuknya bukanlah apa yang dia inginkan, Sayang," Helena mengangguk dan mencatat pesan ibunya di dalam hati. "Kemudian mengenai Lord Granville-"
Helena menahan napas. Menunggu apa saja yang mungkin akan diucapkan plehnya.
"Mama ingin kau membantunya sebisa mungkin. Dia telah melalui tahun-tahun yang menyakitkan dan berdua selalu lebih baik daripada sendiri," pesannya lagi.
Helena kembali mengenyit. Ia tahu ada maksud tersembunyi dari apa yang ibunya katakan, tetapi ia tidak cukup pandai untuk menebaknya. Apakah ibunya tahu kejadian semalam?
Di mana Helena, dengan sengaja memberikan kata-kata yang kejam kepadanya.
Oh mengingatnya saja rasanya Helena ingin membenamkan dirinya ke dalam bumi. Ia memang selalu berkata tajam, tapi ia tidak menyerang seseorang yang tidak bersalah.
"Baik, Mama." Akhirnya hanya itu yang mampu ia katakan sebelum Lady Nerida membahas hal lainnya dan menebus waktu satu minggu yang ia hilangkan untuk kedekatan mereka.
***
07.05.17
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top