Special Part

Foto di atas itu versi lengkap kata2 yang Louisa pake di part kemarin.
Kata2 itu mengakhiri perjuangan Millie untuk merebut hati suaminya selama 8thn 😁

HAPPY READING

***

Beberapa bulan kemudian

Langkah-langkah kaki menggema dalam lorong rumah tersebut. Menandakan sang pemilik kaki dalam keadaan tidak sabar dan panik akan situasi yang sedang ia hadapi.

Sebuah teriakan kesakitan terdengar hingga lorong tersebut. Membuat langkah-langkah tersebut berhenti sejenak. Setelah itu kaki tersebut menambah kecepatan langkahnya. Berjalan hilir mudik di depan sebuah kamar.

Langkah tersebut kembali berhenti ketika seseorang menepuk kencang bahunya. "Berhentilah berjalan hilir mudik, Huntingdon. Kepalaku seakan siap meledak melihatmu," ucap Ainsley.

"Kenapa lama sekali?!" geram Sebastian. Peluh sudah menetes di dahinya disertai kerutan kekhawatiran.

"Ini merupakan hal wajar. Louisa melakukan persalinan untuk pertama kalinya. Meg bahkan berteriak hampir seharian," jelas Ainsley.

Penjelasan Ainsley sungguh tidak membantu mengurangi kepanikan Sebastian. Sebuah teriakan kembali terdengar. Sebastian menahan napasnya dan meringis.

"Oh Tuhan," gumamnya.

"Tenanglah, Huntingdon." Ainsley kembali menepuk bahu Sebastian dengan keras.

"Bagaimana aku bisa tenang ketika aku mendengar teriakan kesakitan Louisa yang seakan tidak pernah berakhir? Dan mengapa Moreland dan Meg menemani Louisa tetapi aku sebagai suaminya diusir keluar dari kamarku sendiri?!" Sebastian menggeram. Ia mengumpat ketika mendengar lagi teriakan Louisa.

Aurelia dan suaminya juga datang ke kediaman Sebastian. Tapi mereka bertugas untuk menjaga anak-anak agar tidak berlarian di sekitar kamarnya. Semua anak ditempatkan di ruang anak yang baru saja selesai direnovasi oleh Sebastian agar Louisa tidak tertekan saat berjuang untuk melahirkan bayinya.

"Tidak ada pilihan lain. Kepanikanmu akan berdampak buruk bagi kondisi Louisa," ucap Ainsley.

"Aku tidak akan menyentuh Louisa lagi. Aku tidak akan membuat Louisa kembali hamil dan merasakan kesakitan ini," gumam Sebastian seraya mengacak rambutnya dengan frustasi.

Ainsley mendengus mendengar kata-kata yang Sebastian ucapkan. "Seakan kau bisa melakukannya," ucapnya dengan nada sangsi. "Aku juga berkata seperti itu saat Meg akan melahirkan Alex. Tapi seperti yang kau lihat, Millicent dan Lucas hadir setelahnya. Tenanglah. Semua akan baik-baik saja," lanjut Ainsley.

Sebastian hanya mengangguk. Ia sudah berdiam diri di depan pintu kamarnya. Menatap nanar daun pintu tersebut. Ia tidak menyangka jika proses melahirkan akan sesulit ini.

Suara lengkingan teriakan Louisa bersambut dengan suara bayi yang menangis dengan keras. Sebastian menahan napasnya. Ia tidak sabar pintu tersebut segera dibuka.

Tak lama kemudian, Mrs. Capperon, yang membantu persalinan Louisa keluar membawa selimut yang bergerak-gerak. Wajah Mrs. Capperon dipenuhi keringat. Tapi, senyuman tak pernah lepas ia berikan.

"Lihatlah, My Lord. Kau mendapatkan pewaris yang sangat tampan," ujar Mrs. Capperon.

Sebastian mendekati Mrs. Capperon. Mengamati dengan seksama bayi laki-laki mungil yang sedang menguap lebar. Mata Sebastian berkaca-kaca karena perasaan terharunya. Lalu ia mengingat sesuatu.

"Lady Huntingdon?" tanyanya.

"Lady Huntingdon sedang dibersihkan oleh Lady Ainsley dan Miss Abigail. Aku akan membersihkan bayi ini, My Lord," jelas Mrs. Capperon.

"Selamat, Huntingdon," ujar Ainsley dengan tulus. Matanya juga terlihat berair karena menahan perasaan yang meluap di hatinya. "Aku akan mengawasi Mrs. Capperon saat ia merawat bayimu. Kau masuklah dan lihat keadaan Louisa," lanjutnya.

Sebastian mengangguk dan masuk ke dalam kamar. Ia melihat Moreland yang berdiri menghadap ruang ganti. Memberikan privasi pada Louisa yang sedang ditangani Meg dan Miss Abigail.

Sebastian mendekati ranjang tepat ketika Meg dan Miss Abigail selesai merawat Louisa. Miss Abigail bergumam undur diri padanya seraya membawa perlengkapan yang baru saja dipakai untuk Louisa melahirkan. Sebastian melanjutkan langkahnya menuju tepi ranjang.

Membantu posisi Louisa yang setengah duduk, Sebastian mengecup lama kening Louisa yang masih menampakkan titik-titik keringat. Louisa tersenyum dan memejamkan mata saat mendapatkan perlakuan manis dari Sebastian.

Moreland berdeham ketika melihat momen tersebut. "Aku akan melihat cucu laki-lakiku yang baru. Kalian, nikmatilah waktu berduaan sebelum Mrs. Capperon kembali dengan membawa bayi kalian. Ayo, Meg," ujar Moreland. Tubuh rentanya menghilang di balik pintu kamar diikuti dengan Meg.

Sebastian tersenyum hangat. "Terima kasih, Cintaku. Kau melahirkan bayi laki-laki yang tampan," ujar Sebastian.

Louisa membalas senyum Sebastian dengan senyum lemahnya. "Aku harap dia mirip denganmu."

"Aku tidak keberatan jika wajahnya akan mirip denganku. Semoga saja sifatnya ketika dewasa tidak playboy sepertiku," ujar Sebastian. Louisa tertawa kecil mendengarnya. Mereka hanyut dalam momen tersebut untuk waktu yang lama.

Pintu kamar kembali terbuka. Mrs. Capperon masuk dan menyerahkan bayi mereka dalam gendongan Louisa. Ia pamit ketika selesai menjelaskan bagaimana caranya memberi asi pada bayi tampan itu.

Louisa memang tidak menginginkan ibu susu seperti yang banyak dilakukan bangsawan lainnya. Walaupun para lady mengingatkannya bahwa menyusui bayinya secara langsung membuat payudaranya turun dan mengendur. Tapi Louisa ingin menyusui anak-anaknya secara langsung. Dan Sebastian dengan senang hati menyetujuinya.

Bayinya terlihat sangat menikmati acara makannya. Louisa tersenyum hangat. "Siapa namanya, Sebastian?" tanya Louisa seraya membelai kepala sang bayi yang ditumbuhi rambut coklat gelap seperti Sebastian.

"Max. Maximillian Blakely. Earl of Westcliffe. Pewaris Marquess of Huntingdon ketujuh," ujar Sebastian mengecup lembut kepala Max.

***

Beberapa tahun kemudian

Maximillian Blakely, Earl of Westcliffe memandang ayahnya dengan alis terangkat. Pasalnya, sang ayah terus memandang ibunya yang sedang memetik bunga bersama adik perempuannya dengan sorot mata yang tidak bisa dijelaskan Max. Ia kembali mencoba menarik perhatian ayahnya dengan cara menggenggam tangan ayahnya.

"Papa!" panggilnya.

Ayahnya menoleh dan kembali berjongkok di depannya. Mensejajarkan mata mereka. Max ingin ketika dewasa dirinya akan setinggi ayahnya.

"Ada apa, Boy?" tanya Sebastian.

Max mendengus mendengar nama panggilan sang ayah untuk dirinya. "Aku bukan lagi anak-anak, Papa," sanggah Max.

Ayahnya tertawa dengan keras. "Kau masih tujuh tahun, Boy. Itu artinya kau masih anak-anak," ujar Sebastian.

"Apa ada yang aneh dengan Mama? Kenapa Papa melihat Mama dengan cara aneh?" tanya Max dengan kening berkerut dalam.

Ayahnya kembali tertawa dengan kencang mendengar pertanyaannya. Ia mengacak-ngacak rambut Max dengan sayang. "Itu pandangan cinta, Boy. Kau akan melakukannya juga ketika kau sudah dewasa dan menemukan wanita yang kau cintai," jelas Sebastian.

Kerutan di dahi Max semakin dalam. Ia sama sekali tidak mengerti apa yang dikatakan ayahnya. Sebastian kembali tertawa dengan keras ketika melihat anaknya berpikir dengan keras untuk mengartikan kata-katanya.

Tawa Sebastian membuat Louisa menyudahi kegiatan memetik bunga liar di salah satu estat Sebastian dan berjalan mendekati dua laki-laki tersebut. Tangannya menggenggam Evelyn, anak perempuannya yang masih berusia lima tahun.

"Apa yang kalian diskusikan?" tanya Louisa ketika ia telah sampai di depan mereka.

"Persoalan laki-laki, Cintaku. Bagaimana keadaannya?" tanya Sebastian seraya mengelus lembut perut Louisa yang sudah terlihat membuncit.

"Dia baik-baik saja." Louisa tersenyum lembut dan menatap Sebastian yang juga sedang menatapnya.

Sebastian sangat bangga pada istrinya. Ia mendukung penuh Louisa ketika istrinya ingin membangun National School for Children dan dewan Parlemen meloloskan petisi yang Louisa buat untuk membangun sekolah tersebut. Sekolah gratis untuk anak laki-laki dan perempuan agar bisa menyesuaikan diri dengan kalangan elit.

Max mendengus. Mereka melakukannya lagi. Saling menatap dengan pandangan cinta seperti yang ayahnya jelaskan barusan. Sungguh, ia tidak mengerti kelakuan dua orang dewasa di hadapannya. Max berpikir jika dirinya sudah dewasa seperti ayah dan ibunya, ia tidak akan melakukan hal konyol seperti yang mereka lakukan. Berpandangan dengan penuh cinta.

***

Fin

Part spesial untuk kamu yang spesial! Iyaaa, kamu ..
Wkwkwkwk

Pandangan Max tentang romansa cinta ayah dan ibunya terinspirasi dari epilog When Beauty Tamed the Beast karya Eloisa James.

P.S jangan mengharapkan ceritanya Max ya 😂😂😂😂 karena sesungguhnya aku tidak kepikiran ke sana 😁

Semoga suka 😁

Regards

DSelviyana
120317

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top