Desire 3

"Aku.. Aku menginginkan dan membutuhkan pernikahan denganmu, My Lord."

Sebastian terpaku mendengar kata-kata tersebut. Membuat mereka terlambat satu langkah dansa dan Louisa menginjak sepatunya. Ia kembali memimpin dansa mereka setelah lepas dari keterpakuannya. Gerakan mereka kembali selaras dengan musik yang dimainkan.

Pertanyaan tersebut masih berputar dalam otak Sebastian. Melenyapkan gairah yang tadi dirasakannya hanya dengan memeluk Louisa.

Mereka masih berputar di lantai dansa. Hanya saja tidak ada obrolan atau rayuan yang keluar dari mulut keduanya. Masing-masing memikirkan pernyataan yang terlontar dari bibir Louisa.

Sebastian merasakan urgensi untuk segera menyelesaikan dansanya. Ia merasakan empat menit di lantai dansa sangatlah lama. Sebastian merasakan jika gerakan mereka menjadi kaku.

Musik berhenti. Menandakan berakhirnya putaran dansa Waltz. Dengan agak tergesa, Sebastian mengulurkan lengannya untuk disambut. Ia sempat menegang ketika Louisa dengan lembut mengaitkan tangannya pada lengan Sebastian.

Tidak, Sebastian. Jangan tergoda. Wanita ini ingin mengikatmu ke dalam belenggu pernikahan. Bukan hanya sekedar untuk bermain-main dan saling memuaskan di ranjang.

Pemikiran tersebut terus ia tanamkan ketika masih menggandeng Louisa menuju keluarganya. Tidak ada keluwesan dalam cara berjalannya. Tubuhnya sekaku tali busur yang ingin menembakkan anak panahnya.

Aku tidak bisa mendekatinya lagi, sialan!? Atau aku akan diseret oleh ayah dan kakaknya ke depan altar. Dengan pistol yang menempel indah di pelipisku jika aku tetap merayu Louisa.

Sebastian berhasil mengantar Louisa ke depan keluarganya. Masih berusaha bersikap tenang. Ia berbasa-basi dengan sang Duke dan Ainsley sebelum melesat kembali ke ruang kartu untuk menghindari tatapan Louisa yang membuat dirinya gelisah.

***

Louisa melihat kepergian Sebastian yang tergesa-gesa. Merasakan sakit di dadanya ketika melihat ketidaknyamanan Sebastian setelah Louisa melontarkan harapannya akan masa depan mereka. Hidungnya terasa perih dan matanya sudah memerah menahan tangis.

Berusaha untuk tetap tersenyum, Louisa berbalik menghadap ayahnya dan berkata, "Ayah, kepalaku sedikit pusing. Bolehkah aku meninggalkan pesta dan beristirahat?" Untuk lebih meyakinkan Louisa memegang pelipisnya dan berdiri agak terhuyung.

"Kau baik-baik saja, Sayang?" ujar ayahnya khawatir melihat Louisa yang memang sudah berkaca-kaca.

"Aku hanya butuh istirahat lebih awal, Ayah. Tidak perlu terlalu khawatir," hibur Louisa ketika ia melihat ayahnya memperdalam kernyitan dahinya.

"Kau butuh Meg untuk mengantarkanmu ke kamar?"

"Tidak perlu. Aku masih bisa berjalan sendiri." Louisa kembali berujar. Ia mengecup pipi ayahnya. Dan berpamitan pada Harold juga Meg.

Sesampainya di kamar Louisa menarik lonceng untuk memanggil Meredith. Ia berdiri diam di depan kaca, melihat bayangannya di sana. Semua terlihat baik-baik saja kecuali pancaran matanya yang menahan rasa sakit.

Meredith datang dengan membawa baskom berisi air dan handuk untuk menyegarkannya. Ia masih berdiri kaku di depan cermin saat Meredith telah selesai menaruh perlengkapannya dan berdiri di belakangnya untuk membantu melepaskan gaunnya.

"Anda baik-baik saja, Milady?" tanya Meredith khawatir. Karena Louisa terlihat pucat.

"Aku baik-baik saja, Meredith. Tolong segera buka korset sialan itu agar aku bisa bernapas bebas." ujar Louisa.

Ia memang berharap untuk melepas korset yang mengekangnya dengan segera. Dadanya terasa sesak karena himpitan korsetnya. Dan karena ekspresi yang Sebastian tunjukkan tadi. Sebastian sangat terganggu ketika kata menikah terucap dari bibir Louisa.

Seharusnya Louisa tahu. Pria seperti Sebastian tidak akan mau terbelenggu dengan janji suci. Tidak ingin merasakan perasaan mencintai dan dicintai.

Louisa melihat dari cermin bahwa Meredith telah melepaskan korset dan gaunnya. Dengan perlahan, ia menarik napas dalam dan mengembuskannya. Meskipun telah terlepas dari korset yang menghimpitnya, rasa sesak masih membelenggu dirinya.

"Sebaiknya Anda duduk, Milady. Aku akan membantu mengurai rambut Anda." Meredith menuntun Louisa yang masih terdiam untuk duduk di depan meja rias. Louisa menurut agar ritual merepotkan ini cepat selesai dan dirinya butuh untuk sendiri dan berpikir. Juga meratapi hatinya yang layu.

Meredith bekerja dalam keheningan. Louisa tahu pelayan pribadinya khawatir dan penasaran. Karena setiap ritual sebelum tidurnya, mereka akan bercakap-cakap dan berdiskusi tentang gosip yang pantas untuk diterbitkan. Tapi saat ini Louisa tidak ingin bercakap-cakap. Ia hanya ingin menarik diri dari dunia luar.

"Anda yakin baik-baik saja, Milady? Muka Anda pucat," sekali lagi Meredith bertanya dengan khawatir karena lady nya terlihat tidak baik-baik saja.

"Aku hanya butuh istirahat, Meredith. Apa kau sudah selesai? Jika sudah, kau boleh keluar. Aku akan memakai gaun tidurku sendiri," ujar Louisa lemah.

"Aku sudah selesai, Milady. Semoga Anda lebih baik besok."

"Terima kasih, Meredith."

Meredith keluar dari kamar Louisa setelah memastikan pekerjaannya benar-benar selesai.

Louisa berganti dengan gaun tidur dan menghempaskan tubuhnya ke kasur. Ia menutup matanya dan menaruh lengan di atas matanya yang tertutup.

Otaknya terus memutar dansa tadi. Awalnya dansa itu indah. Mereka berdansa dengan luwes dan selaras. Louisa merasakan mereka menjadi satu. Jiwa mereka berpadu dalam intimnya gerakan Waltz. Hingga Louisa melontarkan keinginan hatinya yang terdalam.

Pria tersebut berubah kaku. Mereka melewatkan satu nada sehingga Louisa menginjak sepatunya. Bahkan setelah mereka kembali mengejar langkah, Sebastian telah menarik diri. Terburu-buru ingin menyelesaikan dansa mereka yang awalnya intim dan indah.

Pemikiran tersebut terus berputar dalam benak Louisa. Membuatnya tidak bisa tidur. Hingga akhirnya kelelahan merengkuhnya. Louisa terlelap dengan bayangan Sebastian yang ketakutan dan menghindar.

***

Sudah dua hari ini Sebastian merasakan kesenangan hilang darinya. Ia merasa bodoh karena menganggap bisa bermain-main dengan seorang lady. Dua malam yang lalu, dirinya mengira status perawan tuanya membuat Louisa menginginkan petualangan seks yang tidak pernah dirasakannya seumur hidupnya. Tapi ternyata dia sama saja dengan gadis debutan dan lady-- dengan umur layak menikah-- yang ingin membelenggunya.

Sebastian tidak habis pikir dengan imajinasi yang tertanam dalam pikiran seorang perempuan. Mereka membayangkan kisah cinta sejati yang akan memberi mereka kebahagiaan abadi. Kekonyolan pikiran mereka, berdampak pada hilangnya ketenangan Sebastian.

Semenjak Louisa membicarakan harapannya untuk bisa mengikat Sebastian, ia tidak pernah mengikuti sarapan pagi bersama. Atau kegiatan pesta lainnya. Ia menghindari kemungkinan bertemu dengan si cantik Louisa.

Selama masa pengasingannya, otak Sebastian entah mengapa sangat kacau. Di satu sisi, dirinya tidak ingin terbelenggu dan sebisa mungkin menjauhi Louisa. Namun di lain sisi Sebastian merindukan aroma Louisa yang menyerang inderanya. Desiran gaun di kakinya saat Louisa berputar menyelaraskan irama dansa di pelukannya. Sungguh kontradiksi yang membingungkan Sebastian.

Sebastian menarik dan menghembuskan napasnya dengan kasar. Sambil mengumpat ia menarik lonceng di sebelah tempat tidurnya. Sturgis datang beberapa saat kemudian. Membawa sarapan paginya.

"Anda butuh sesuatu lagi, M'lord?" tanya Sturgis ketika ia melihat tuannya mulai memakan sarapannya.

"Siapkan baju yang akan kupakai pagi ini," jawab Sebastian.

"Baik, M'lord."

Sebastian meneruskan sarapan paginya sambil memerhatikan Sturgis yang sedang mempersiapkan keperluannya. Air dibawa oleh pelayan Ainsley untuk Sebastian mandi.

"Sturgis, apa kau tahu kegiatan apa yang akan tuan rumah lakukan untuk pesta pedesaan hari ini?" Sebastian bertanya untuk memastikan jadwalnya agar tidak bertemu sang lady. Ia membersihkan mulutnya ketika sarapannya tandas.

"Ya, M'lord. Siang ini para tamu akan berkunjung ke desa setempat dengan berpasangan. Mereka akan melihat pameran dan kios-kios yang dibuka karena puncak dari festival musim panas di Yorkshire dua hari lagi. Menandakan pesta rumah pedesaan Marquess of Ainsley selesai," jelas Sturgis pada Sebastian.

"Apakah mereka pergi hingga sore?" tanya Sebastian.

"Ya, M'lord. Jamuan makan malam akan dilaksanakan setelah lepas petang."

"Baiklah. Terima kasih, Sturgis. Aku tidak akan ikut ke persiapan festival. Minta penjaga istal Ainsley untuk menyiapkan kuda. Aku akan berkeliling hutan dan berburu." Sebastian telah memutuskan untuk berpacu dengan kudanya.

"Baik, M'lord. Ada lagi yang Anda perlukan?" tanya Sturgis memastikan.

"Tidak, Sturgis, itu saja. Dan tolong bergegas. Aku sangat membutuhkan berpacu dengan kuda terbaik. Kau tidak perlu membantuku untuk berpakaian." Sebastian mendengar Sturgis menggumamkan persetujuan dan keluar dari kamarnya.

***

Louisa melepas stokingnya sesaat setelah ia menghempaskan bokongnya di rumput yang lembab karena sisa-sisa embun pagi. Snowfire mendengus dan merumput tidak jauh dari tempatnya duduk di pinggir danau dangkal berair jernih. Ia mengangkat gaun berkudanya hingga semata kaki. Merasakan kesegaran air danau di musim panas Inggris yang masih lembab karena curah hujannya.

Setelah mengikuti sarapan bersama keluarga dan para tamunya, Louisa pamit pada keluarganya. Beralasan dengan rasa pusingnya yang kembali menyerang. Ia meminta ijin untuk kembali ke kamar dan beristirahat.

Dua hari ini Louisa tidak pernah bertemu Sebastian. Pria itu tidak sekalipun mengikuti kegiatan pesta dansa pedesaan kakaknya. Menandakan dengan tepat dugaan Louisa jika pria itu menarik dirinya.

Tidak ingin bermuram durja, Louisa menyelinap keluar dengan bantuan Meredith. Dengan rok berkuda warna abu-abu polos, jaket berkuda dengan warna biru langit dengan kancing-kancing yang menghiasi bagian depan jaketnya. Jaket itu mengikuti lekukan tubuhnya dan berempel yang mengembang dari bagian pinggangnya. Sepatu bot panjang mempermanis tampilan Louisa.

Louisa meminta penjaga istal untuk menyiapkan Snowfire. Ia lebih memilih untuk berpacu dengan kudanya daripada mengikuti acara jalan-jalan ke kios desa untuk merayakan puncak pesta pedesaan di estat kakaknya. Keluarganya dan para tamu lainnya sudah berangkat menuju desa.

Pesta pedesaan ini tidak sepenuhnya tuntutan ayah Louisa. Tapi memang pesta tahunan yang selalu kakaknya lakukan sebagai hiburan untuk warga desa dan petani penyewa di estatnya. Puncak festival adalah waktunya keluarga Laverick berbaur dengan warga desa.

Menghela napas, Louisa bangkit dari duduknya di tepi danau. Membuatnya menarik rok berkudanya lebih ke atas. Memperlihatkan betisnya yang mulus dan ramping tanpa stokingnya. Louisa berani melakukannya karena hutan di bagian timur estat kakaknya sepi. Ia akan menyendiri dan kembali ke estat saat keluarganya dan para tamu pesta kembali ke estat sebelum matahari terbenam.

Masih dengan mengangkat roknya dan merasakan bagian dangkal air danau di kakinya, Louisa memejamkan mata, menikmati sang alam. Indra pendengarannya menajam.

Louisa mendengarkan simfoni indah yang menenangkannya. Memeluknya ke dalam kedamaian jiwa. Ia mendengar desau angin yang membelai pepohonan, kicauan burung yang bersahutan, dan derap langkah kuda yang mendekat.

***

Sebastian memacu kudanya dengan cepat. Membelah jalanan berkerikil yang sengaja dibuat Ainsley untuk para gentlemen yang ingin menyintas hutan.

Memegang tali kekang dengan mantap, Sebastian menambah kecepatan kudanya. Ia bisa melihat danau dari sela pepohonan.

Berburu ternyata tidak memungkinkan di hutan Ainsley. Karena tadi ia sempat berdebat dengan kepala pelayan Ainsley yang menjelaskan bahwa kecuali hewan tersebut sengaja dilepaskan untuk tujuan perburuan dan olahraga para gentlemen, Ainsley tidak ingin merusak ekosistem alami hutannya dengan perburuan yang dilakukan oleh individu.

Saat Sebastian mengatakan bahwa mungkin saja ada hewan buas di dalam hutan yang patut diburu, kepala pelayan Ainsley menyangkal dengan hanya hewan herbivora yang hidup di hutan. Dengan terpaksa, Sebastian tidak mendapatkan senapannya dan kesenangan berburu. Hanya kuda tangguh yang ia dapatkan.

Ia semakin mendekati danau. Perasaan familiar menyelimutinya saat ia melihat seorang wanita yang sedang menikmati air danau dengan mengangkat roknya. Itu Louisa. Louisa-nya. Wanitanya. Seseorang yang berusaha ia hindari tapi dirindukannya.

Turun dari kudanya, Sebastian mendekati Louisa. Matanya tidak lepas dari pemandangan betis ramping Louisa yang mengangkat roknya hampir mencapai lutut. Sebastian menelan ludah dengan susah payah.

Demi Tuhan! Adakah bagian tubuh wanita ini yang tidak sempurna? Semuanya sangat pas dan berlekuk di tempat-tempat yang tepat.

Sebastian semakin mendekati danau tanpa suara dan terkejut ketika wanita itu berkata, "Sepertinya kita selalu dipertemukan dengan tidak sengaja, My Lord Huntingdon."

Sebastian mengerutkan dahi dengan bingung. Bagaimana Louisa tahu? Posisi Louisa membelakanginya. Tidak mungkin Louisa dapat melihat siapa yang mendekat.

"Bagaimana bisa?" tanya Sebastian.

"Bagaimana bisa apa, My Lord?"

"Bagaimana bisa kau tahu kalau yang mendekatimu adalah aku?" Sebastian kembali bertanya ketika telah mengikis jarak diantara mereka. Ia menempatkan diri di sisi kiri Louisa.

Louisa menoleh ke arahnya dan tersenyum sebagai jawaban. Dan John Thomas-nya kembali menegang hanya dengan senyuman Louisa. Sialan!!

"Kenapa kau selalu sendirian di tempat sunyi?" Sebastian mengalihkan pembicaraan.

"Bukan tempat sunyi, My Lord. Dengarkanlah!" ujar Louisa.

Sebastian menuruti Louisa dan mulai mendengarkan. Saat ia tidak mendengar apapun, Sebastian mengernyit. "Aku tidak mendengar apapun."

Louisa kembali melihatnya dan tersenyum. Memberikan getaran aneh yang belum pernah dirasakannya. Dengan segera ia mengabaikan getaran itu.

"Dengarkanlah baik-baik, My Lord. Tidak ada yang bernama kesunyian di dunia ini. Setiap ciptaan-Nya memiliki suaranya sendiri. Dengarkan lagi," pinta Louisa.

Sebastian kembali mempertajam pendengarannya. Berkonsentrasi pada sesuatu yang harus ia dengar selain kesunyian. Ia memejamkan matanya. Sebastian mendengar desiran pohon yang tertiup angin, suara hewan yang saling bersahutan. Louisa benar. Tidak ada yang namanya kesunyian. Dunia sungguh penuh dengan suara.

Lagi, perasaan aneh itu hadir di hatinya. Membuat jantungnya berdegup lebih kencang. Sebastian menelan ludah. Bukan, ini hanya bentuk kekaguman. Bukan yang lain.

***

Cahaya bulan menerobos ke beberapa ruangan estat Marquess of Ainsley. Menerangi ruangan dengan cahaya redup. Penghuni estat sepenuhnya terlelap. Kelelahan karena perjalanan mereka ke desa sepanjang siang.

Louisa mengendap-endap keluar kamar. Ia hanya memakai gaun tidur yang ditutup dengan mantel. Cahaya samar menyala pada batang lilin yang dibawanya. Tujuannya adalah perpustakaan kakaknya.

Sampai di perpustakaan, ia duduk di meja kerja. Berhati-hati meletakkan lilinnya. Louisa mengeluarkan lembaran kertas di laci meja. Mengambil pena dan mulai menggoreskan sesuatu di atas kertas itu.

London, 25 Juni 1850

Lord Berandal kembali membuat sensasi. Menurut informan penulis, kali ini Lord H menghadiri pesta pedesaan tanpa menjawab undangan yang dikirimkan padanya... .

Louisa terus menulis lembar berita Lady Hutchenson. Ia kembali menjadikan Sebastian sebagai topik utama beritanya. Mengacu pada kedatangan Sebastian di estat kakaknya.

Kemarin para lady membicarakan mengenai tidak terbitnya lembar berita Lady Hutchenson. Padahal lembar berita tersebut selalu terbit dua hari sekali dan tidak pernah terlambat selama dua tahun penerbitannya.

Tidak terbitnya lembar berita tersebut karena perasaan Louisa dalam keadaan terguncang. Penolakan Sebastian-lah penyebabnya. Sehingga ia lupa untuk membuat lembaran beritanya.

Louisa telah selesai menulis lembar beritanya. Besok, ia akan meminta Meredith untuk mengirimkan pada kurir kepercayaannya. Louisa melipat dengan rapi lembar berita tersebut.

"Apa yang kau tulis pada waktu tengah malam? Apakah itu sesuatu yang tidak boleh diketahui banyak orang?"

Louisa terlonjak kaget ketika mendengar suara yang berasal dari depannya. Matanya membulat sempurna ketika melihat siapa orang yang bertanya padanya.

"Sebastian... ."

***

TBC

Hehehe 😉

Maaf kalau ada typo
selamat membaca 😄

Regards

DSelviyana
190217

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top