Desire 1
Inspired by Julia Quinn Romancing Mr. Bridgerton
London, 19 Juni 1850
Pembaca yang budiman,
Lord Berandal, Marquess H saat ini sedang bersenang-senang. Menurut informan terpercaya kami, kemarin malam sang lord terlihat berasik masyuk dengan seorang penari opera cantik di belakang panggung. Hal ini tentu membuat sedih Lady E, janda kaya raya Earl T yang menjadi wanita simpanan sang Marquess yang baru.
Semua pembaca pasti tahu jika sang Marquess adalah playboy nomor satu di kalangan ton. Hingga saat ini, penulis telah mencatat 20 Lady yang pernah menjadi kekasih gelapnya. Jumlah tersebut belum termasuk penari opera dan wanita lainnya yang mungkin tidak terhitung banyaknya. Bukankah pembaca semua sangat menikmati petualangan cinta sang Lord Berandal? Tetap saja, para ibu berlomba-lomba menjodohkan putrinya agar Lord Berandal bersedia memilih salah satu angsa cantik dengan bulu berbagai warna untuk dijadikan mempelainya.
Lembar Berita Lady Hutchenson
Sebastian Blakely, Marquess of Huntingdon, meremas dan melempar lembar berita yang baru saja dibacanya. Ia menggeram kesal dan beranjak dari kursi kerjanya seraya bersungut-sungut menuju rak minuman. Ia mengambil gelas yang sudah disediakan pelayannya di meja samping rak minuman koleksinya, memilih brendi dan menuangkannya.
Ia menyesap brendi tersebut secara perlahan. Menikmati sedikit rasa pahit serta tajam brendi tersebut sebelum membakar tenggorokannya, memberikan perasaan hangat setelahnya. Ia berharap brendi dapat meredakan emosinya setelah membaca lembaran gosip tidak berguna yang baru saja dibacanya. Meskipun sebagian yang tertulis di dalamnya adalah kebenaran.
Demi Tuhan, bagaimana lady sialan itu tahu apa yang dilakukan Sebastian tadi malam?
Pertanyaan itu terus berputar di kepalanya. Sebastian menyesap lagi brendinya. Ia mengingat-ngingat kejadian semalam, sebelum dirinya mengunci pintu ruang ganti sang penari opera. Tidak ada gerakan mencurigakan. Sebastian tidak merasakan ada orang yang mengikutinya ke belakang panggung. Tapi mengapa lembar berita laknat itu bisa tahu apa yang Sebastian lakukan?
Well, kecuali berita Lady Emma, janda kaya mendiang Earl of Tremaine, semua berita yang ditulis Lady penggosip itu benar. Ia telah memutuskan hubungannya dengan Emma dua hari yang lalu. Satu set kalung dan gelang yang dibeli dan diantarkan Sturgis, pelayan pribadinya, ia berikan pada Emma untuk mengakhiri kegiatan berbagi ranjang yang mereka lakukan.
Ia mengutuk keakuratan gosip tersebut. Para ibu, yang memiliki anak gadis cukup umur dan siap menikah bagaikan sekumpulan lebah yang berdengung di telinga Sebastian. Mereka mengenalkan putri-putri mereka-- gadis-gadis yang seperti kuncup bunga-- padanya untuk dijadikan bunga mekar yang indah. Sebastian akan menikah, tentu saja. Tapi tidak sekarang, atau dalam waktu dekat. Dirinya masih ingin bersenang-senang-- selama para wanita masih bersedia mengahangatkan ranjangnya dengan sukarela-- sebelum terikat dan terbelenggu pernikahan.
Sebastian kembali duduk di kursi kerjanya, bersandar pada sandaran kursinya yang nyaman. Ia menatap kembali lembaran berita yang telah ia remas sampai berbentuk bola, yang sekarang tergeletak di lantai. Ia mengesampingkan masalah lembaran gosip yang selalu memuat berita tentang dirinya. Kemudian ia mulai memikirkan wanita itu.
Wanita yang diam-diam selalu memerhatikannya dari tempat duduknya di pojok ruangan-- tempat para wallflower. Wanita itu tidak tahu jika Sebastian tahu wanita itu selalu melihatnya di balik kipasnya yang indah.
Dari jauh tempatnya berdansa atau berdiri, Sebastian bisa melihat mata itu. Mata indah yang memikat siapapun ketika ditatap intens seperti wanita itu ketika memerhatikan Sebastian. Ia merasa terperosok ke kedalaman mata sang lady.
Louisa Laverick, anak kedua Duke of Moreland. Satu-satunya yang belum menikah. Louisa menarik perhatian Sebastian. Dan Sebastian berjanji, ia akan memilikinya, sesegera mungkin.
***
Lady Louisa Laverick, membaca lembaran berita Lady Hutchenson dengan puas. Kemudian beranjak untuk sarapan di ruang makan kakaknya, Harold James Laverick, Marquess of Ainsley, pewaris gelar Duke of Moreland.
Ayahnya yang masih sehat dan segar menuntut Harold untuk mengadakan pesta dansa pedesaan-- sebuah hiburan untuk kalangan ton saat London terasa begitu panas. Pedesaan adalah pilihan terbaik menghabiskan waktu luang selama season di musim panas.
Louisa yakin, ayahnya bukan hanya ingin memberikan hiburan bagi kalangan ton, tapi untuk menjodohkan Louisa agar segera menikah. Itu semua terbukti dari jumlah para bujangan yang diundang kakaknya lebih banyak dari jumlah lady dan debutan. Perbandingan jumlah tersebut meyakinkan Louisa jika ayahnya berkonspirasi dengan kakak dan adik perempuannya, Aurelia Laverick yang telah menikah tahun lalu dengan seorang Viscount tampan.
Meskipun ayahnya memiliki gelar tertinggi dan tertua, beliau tidak menuntut anak-anaknya menikah untuk mencari gelar semata. Ayahnya percaya pada cinta, tidak seperti pernikahan kalangan bangsawan yang kaku dan berlandaskan besarnya maskawin, orangtuanya menikah karena cinta.
Ayahnya, tanpa banyak bertanya, menyetujui Harold menikahi governess sang adik, Margareth, ketika Aurelia berumur 13 tahun. Ia hanya tahu sedikit kisah mereka. Karena dirinya yang berumur 17 tahun masih menempuh pendidikannya di St. Gertrude, sekolah untuk para lady.
Ayahnya adalah cinta pertama Louisa. Ia sangat mengagumi ayahnya karena ayahnya adalah orang yang setia. Bahkan ketika ibu mereka meninggal tepat sebelum Aurelia debut.
Tahun tersebut adalah tahun terkelam dalam keluarganya. Ayahnya yang bersedih serta kehilangan, keterpurukan anak-anaknya karena kehilangan sosok ibu yang mereka cintai, serta tertundanya debut Aurelia karena mereka masih dalam masa berkabung selama satu tahun.
Sekarang Louisa telah memasuki usia 26 tahun. Dan ayahnya sangat khawatir karena ia menolak banyak pelamar yang datang pada ayah atau kakaknya untuk melamarnya.
Louisa tahu dirinya sangat selektif dalam memilih suami. Karena ia ingin memiliki pasangan seperti kakaknya yang telah menikah 9 tahun dan sangat bahagia atau seperti adiknya yang mengagumi satu sama lain dengan sang Viscount.
Lamaran yang ia tolak sebagian besar karena mereka pemburu harta. Tidak diragukan lagi mengingat maskawin gandanya yang besar. Sebagian lagi adalah bajingan yang selalu menghampiri Louisa di kursi wallflower dan mengajaknya berdansa. Oh, Louisa akan menyanggupi ajakan mereka untuk berdansa andai saja mereka mau melihat ke wajahnya, bukan ke arah korsetnya, sialan. Saat seperti itu adalah saat yang menyebalkan, ia merasa bahwa dirinya tidak memiliki wajah, hanya payudara montoknya.
Louisa tiba di ruang makan estat kakaknya di Yorkshire. Ruang itu, telah terisi oleh ayahnya dan keluarga kakaknya. Alexander Laverick, anak pertama kakaknya yang berusia 8 tahun, Viscount Richmond, diijinkan untuk makan bersama mereka.
"Selamat pagi semuanya." Louisa tersenyum cerah pada keluarga tersayangnya. Ia menyempatkan diri mencium pipi ayahnya yang duduk di kepala meja sebelum duduk pada sisi kiri di sebelah ayahnya, berhadapan dengan kakak laki-lakinya yang duduk di sebelah kanan ayah mereka.
"Selamat pagi, Lou. Kau terlihat cantik dengan gaun pagimu yang berwarna biru muda. Semakin menonjolkan matamu yang sewarna bunga cornflower," kakak iparnya memuji dengan sangat dermawan seperti biasa.
"Terima kasih, Meg. Kau juga cantik seperti biasa. Tak heran jika Harold tergila-gila padamu," ujar Louisa kemudian mulai mengambil telur dan kentang untuk sarapannya.
Wajah Meg merona ketika Harold mencium pipinya. Alex yang duduk di sebelah kirinya terlihat memutar bola mata. Louisa dan ayahnya hanya tertawa kecil menyaksikan interaksi kakak dan istrinya.
"Ayah, kapan aku akan pergi ke Eton?" tanya Alex dengan antusias.
"Sebentar lagi, Alex. Kau dan sikap tidak sabaranmu," Harold menjawab pertanyaan anaknya sambil berdecak.
"Bercerminlah pada dirimu sendiri, Boy." Ayahnya melemparkan kalimat tersebut pada Harold, dan membuatnya tersedak serta membuat Meg dengan panik menyerahkan air padanya. Louisa lagi-lagi tertawa kecil.
"Apa kau mengijinkanku ke Oxford setelahnya, Ayah?" Alex kembali melemparkan pertanyaan.
"Satu-satu, Nak. Tunggu sampai usiamu bertambah." Sang duke menatap Alex yang cemberut dengan geli, kemudian menatap Louisa.
"Kau, Sweetheart. Apa kau tidak ingin membahagiakan ayahmu yang sudah renta ini?" ujar ayahnya kepada Louisa.
Giliran Louisa yang memutar bola matanya. "Ini masih pagi, Ayah. Aku akan menikah nanti. Omong-omong, di mana Aurelia dan Tristan?"
"Aurelia terlalu lemah untuk turun. Setelah siklus pagi harinya, ia merasa tidak sanggup untuk makan apapun selain teh cammomile dan biskuit kering. Tristan menemaninya." Meg menatapnya mengerti dari seberang meja akan pengalihan topik yang ia munculkan. Dan ia berterima kasih karenanya. Mengenai adiknya, kandungan Aurelia memasuki bulan keempat. Tapi mual-mualnya masih datang.
"Bagaimana persiapan pestanya, Sayang?"
Louisa tahu meskipun ayahnya berbicara pada Meg, tapi sudut matanya mengerling ke arah Louisa.
"Sempurna, Ayah. Louisa banyak membantuku. Dan Aurelia, ketika mualnya membaik," jawab Meg dengan antusias.
"Apakah aku boleh ikut pestanya, Kakek? Boleh ya?" Alex kembali membuat pertanyaan. Bocah itu sangat cerdas dan cepat tanggap.
"Kau hanya boleh ikut acara siang hari bersama adik-adikmu dan anak-anak lainnya, Alex. Tidak ada pesta malam hari untukmu. Setidaknya, belum. Kau akan tidur di kamarmu saat malam tiba." Penjelasan Harold membuat Alex cemberut.
"Lou, tidak adakah laki-laki yang menarik perhatianmu?" pertanyaan kakaknya yang blak-blakan membuat matanya membelalak tak percaya. Ayahnya tersenyum di ujung meja.
"Sudah saatnya, Sayang. Kau sudah cocok menjadi perawan tua," kakaknya melanjutkan. Louisa melihat Meg menepuk pelan lengan suaminya.
"Diamlah, Harold. Sambut saja para tamu yang akan datang besok," kata Louisa jengkel.
Tapi yang mereka tidak tahu adalah Louisa telah menemukan prianya sendiri. Setelah pulang dari petualangannya di India dua bulan yang lalu, ia seringkali memerhatikannya di pesta dansa. Ia harus berterima kasih pada Meredith, pelayan pribadinya, sekaligus kurir dari rahasia kecilnya.
Ia akan berusaha untuk memikat sang lord. Louisa tersenyum kecil di bawah serbetnya ketika ia selesai sarapan.
***
Sebastian merasa kepalanya berdenyut seakan ingin pecah karena semalam ia menerima tantangan bodoh lord lainnya saat di White's. Hanya demi harga diri, ia mengesampingkan kesehatan kepalanya. Ia menang tentu saja, tapi sebagai akibat terlalu banyak minum, kepalanya menjerit protes saat ia terbangun keesokan harinya.
Ia bangun menjelang siang, bahkan meminta pelayan membawakan sarapannya ke kamar karena tidak sanggup untuk berdiri.
Saat ini ia menekuri undangan yang menumpuk di meja kerjanya. Dua bulan setelah kepulangannya dari India, ia telah menerima banyak sekali undangan pesta seakan mereka berlomba-lomba ingin menerkamnya dengan pertanyaan-pertanyaan.
Sebastian menarik lonceng di sudut ruang kerjanya. Watkins, kepala pelayannya, langsung muncul seakan telah menunggu di luar pintu ruang kerjanya.
"Anda memerlukan sesuatu, Milord?"
"Kapan undangan dari Marquess of Ainsley datang?" Sebastian menemukan undangan tersebut saat memilah tadi.
"Sepuluh hari yang lalu, Milord."
"Yorkshire, 21 Juni. Segera siapkan kereta kuda, Watkins. Aku akan berangkat secepatnya. Suruh pelayan lain untuk membereskan barang-barang yang harus kubawa. Aku akan menghadiri pesta pedesaan ini."
"Baik, Milord."
"Cepat, Watkins. Aku tidak ingin tiba di sana saat malam."
Dengan itu, Watkins pergi dan melakukan perintahnya. Sebastian menyeringai dengan kepuasan. Lady Louisa, aku akan mendapatkanmu di pesta nanti.
***
London, 21 Juni 1850
Pesta rumah di pedesaan tidak akan pernah lepas dari skandal atau perjodohan hebat. Percayalah, pembaca yang budiman, bahwa pesta di Yorkshire akan menjadi saksi salah satu di antara dua hal tersebut.
Lembar Berita Lady Hutchenson
TBC
Regards
DSelviyana
120217
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top