3rd Hour
"Filmnya bagaimana, Kak?"
"Sudahlah, aku bosan."
Bohong. Laila sudah mewanti-wanti film itu dari sebelum trailernya beredar di Youtube.
Sekarang mereka sudah berada di luar bioskop, berjalan menyusuri trotoar yang tidak begitu ramai.
"Aku enggak suka lihat kamu tidur."
Laila menoleh pada Dean, menemukan tatapan takut-takut dari pemuda itu. Kenapa Laila jadi terkesan seperti orang jahat di sini?
"Ma--"
"Sudah. Jangan minta maaf," potong Laila sambil memutar bola mata kesal. "Lebih baik kita pergi ke suatu tempat."
Dean mengangguk patuh.
"Kamu mau ke mana, Dean?"
Alis Dean berkerut. Mereka masih berjalan dengan santai. Laila memperhatikan segala gerak-geriknya dengan teliti.
"Tidak tahu," jawab Dean pendek.
"Kamu tidak kenal tempat ini?" Laila rasa usahanya sia-sia untuk membongkar kebohongan Dean, saat menemukan pemuda bersurai hitam agak kecokelatan itu menggeleng.
Awalnya, Laila memang percaya kalau pemuda di sampingnya ini Dean, kucing yang mati semalam. Apalagi bukti saputangan itu. Makanya, dia mau menebus kesalahan dengan mengajak Dean bersenang-senang dengan waktu yang Dean punya.
Namun, semakin dipikir-pikir lagi, Laila jadi ragu. Diam-diam dia bimbang. Oleh karena itu, Laila memutuskan acara "menebus kesalahan"-nya ditambah dengan rencana menyelidiki kebenaran Dean.
"Memangnya kamu berasal dari mana?" tanya Laila lagi, berharap Dean akan menjawabnya. Jujur atau pun tidak, asalkan dia menyebutkan nama tempat.
"Dari langit...?"
Laila mendengkus, sedangkan Dean menggaruk tengkuknya yang mungkin tidak gatal. Seolah salah tingkah dengan jawaban barusan.
Memutuskan untuk berhenti menginterogasi Dean secara tidak langsung, Laila memilih untuk melihat ke sekitar.
Langkahnya berhenti saat ia sadar Dean tak lagi berjalan di sampingnya. Baru saja akan marah, ia justru menemukan pemuda itu berhenti di depan sebuah pusat permainan.
"Dean, apa kubilang soal jangan jauh-jauh dariku?" Laila melipat lengan di depan dada, bersidekap sambil berjalan mendekati Dean. Ia menoleh ke pusat permainan itu sebelum melihat lagi pada Dean. "Mau ke sana?"
"Mau!" Angguk Dean semangat. Dia sampai berjinjit untuk mengintip tempat itu lebih dalam lagi.
Wajah jutek Laila melunak, ia tersenyum kecil dan mengangguk. Bukan ide buruk untuk menghabiskan waktu. "Kalau begitu, ayo."
"Hore!"
Laila dan Dean bersenang-senang. Setelah membeli sebuah kartu dan mengisi saldo dengan jumlah tertentu, keduanya telah mencoba berbagai permainan mulai dari menembak zombi, melempar bola basket, hingga permaian kecil yang hanya menekan tombol dan menunggu peruntungan.
"Hajar terus! Ayo, Dean!"
Dan kini, mereka sedang memainkan permainan memukul tikus dengan palu. Ini sudah yang ketiga kalinya, tetapi Laila sama sekali tidak keberatan lantaran Dean menghabisi tikus-tikus itu dengan bersemangat. Sampai-sampai dia juga ikut bersorak-sorak.
"Yah ..., habis." Dean cemberut ketika kepala tikus-tikus itu berhenti keluar dari lubangnya.
Laila terkekeh. "Mau main lagi?"
Keringat sudah merembes di pelipis, tetapi ekspresi keduanya tampak bahagia.
"Enggak. Dean capek."
"Capek? Haus, enggak?" Laila mengipas-ngipasi wajahnya dengan telapak tangan, dia melepas kuciran rambutnya yang sudah berantakan dan mengikatnya kembali. "Dean?" Gadis itu kembali menoleh karena tak mendengar jawaban.
"Ah? Eh? Apa, Kak? Eh, maksudnya, Laila." Dean menggaruk tengkuknya kikuk.
Laila tertawa canggung, pipi gadis itu terasa memanas saat sadar Dean terdiam karena menatapnya. "Beli es krim, yuk?"
"Es krim?"
Laila tak bisa menahan senyumnya.
Tak lama berselang, keduanya sudah duduk di depan sebuah mini market, menikmati es krim masing-masing. Laila dengan es krim batang rasa cokelat, sedangkan Dean memilih es krim vanila dengan cone.
Semilir angin yang lembut memainkan anak-anak rambut mereka.
"Setelah ini kita mau ke mana?" Laila yang es krimnya sudah habis setengah, mengangkat kepalanya untuk melihat Dean. "Kita bisa jalan-jalan saja, atau makan siang dulu? Kamu lapar?"
Namun, bukannya mendapat jawaban, ia malah menemukan wajah Dean agak condong padanya.
"De?"
Sampai akhirnya, terasa sebuah usapan lembut di bawah bibir Laila, disusul dengan pemandangan Dean menjilat jempolnya sendiri, sukses membuat wajah gadis itu memerah hebat.
"Apa yang--"
"Maaf, tadi Laila bilang apa?" tanya Dean dengan polosnya.
Laila kehilangan kata-kata. Kepalanya menunduk dalam, malu sekali. Apalagi jantungnya mulai berdebar-debar berisik.
"Laila?"
Pertanyaan Dean dijawab oleh dering ponsel Laila yang berbunyi nyaring.
Alooohaaa
Malam ini balik lagi~
Kalau kalian dalam posisi sama kayak Laila, kalian bakal ngapain? :3
*Lagi bikin pembahasan kisi-kisi biologi*
20 September 2018
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top