2nd Hour
"Dean, sini."
"Tapi itu gerak, Kak."
"Iya, makanya sini."
Laila terpaksa menarik pergelangan tangan Dean saat pemuda itu tak bisa diam. Mereka sudah sampai di bioskop. Setelah dengan agak susah payah mengatur Dean yang sangat aktif ke sana-kemari, akhirnya tujuan ke bioskop pun tercapai.
"Itu kenapa bisa gerak, Kak?" Tampak Dean menunjuk layar yang menampilkan trailer film yang tayang hari ini.
"Namanya juga film, Dean." Laila berbisik saat mereka mulai masuk ke antrian tiket. "Sudah dibilang jangan panggil Kakak." Dia melepaskan tangan Dean.
"Maaf...." Dean menunduk, tampak suram.
Laila mendengkus melihatnya. "Sudahlah, yang penting jangan jauh-jauh dariku. Oh ya, kamu mau nonton film apa? Di sini ada film horor, komedi, aksi, romantis." Laila tersenyum kecil menemukan wajah antusias Dean. "Horor itu cerita seram dan menakutkan. Kalau komedi itu film lucu, kita akan tertawa terus."
"Kalau begitu komedi saja, Dean mau lihat Kak Laila tertawa."
Laila menatap tajam pemuda di sampingnya.
"Iya. Maaf, Laila." Bibir Dean maju sesenti.
Gadis kucir kuda itu diam-diam terkekeh. "Kalau film aksi, itu lebih ke film yang banyak berkelahi atau tembak-tembak dengan pistol." Laila memperagakan pistol dengan jari telunjuk dan jempolnya.
Mereka semakin dekat dengan loket.
"Sedangkan kalau romantis, itu tentang kisah cinta. Bagaimana dua insan manusia yang saling mencintai akan bersatu. Menghadapi rintangan bersama sampai akhirnya mereka akan bahagia, seperti itu." Laila menunjuk adegan trailer di mana sepasang kekasih tampak berpelukan.
Nada suaranya terdengar bersemangat dan antusias, jelas sekali Laila suka film romantis.
"Sepertinya bagus."
"Benar, 'kan?" Wajah Laila tampak berseri-seri. Satu orang lagi dan giliran mereka memesan tiket.
Lima belas menit kemudian, Laila sudah menggandeng tangan Dean dan melangkah dengan hati-hati ke dalam ruang teater. Di tangannya ada sebungkus berondong jagung, sedangkan Dean tampak memegang dua gelas minuman cokelat.
"Gelap, Kak. Wah, besar!"
"Namanya juga bioskop. Jangan berisik." Laila berbisik, memperhatikan tiket yang ia genggam, dan menuntun Dean yang celengak-celinguk ke sekitar. Masih banyak suara decak kagum dari mulut Dean yang dia abaikan.
Ternyata mereka dapat tempat duduk di belakang, berhubung mereka memesan tiket di saat-saat terakhir.
"Laila, ini filmnya sudah mulai?"
"Mana?"
Laila sedang mengatur posisi duduk, memastikan minumnya di sandaran tangan sebelah kiri, dan berondong jagung di tengah-tengah saat suara Dean membuatnya menatap layar besar itu.
Suara teriakan menggema di ruang teater, Laila sudah menutup kedua telinganya dengan telapak tangan sembari menutup kedua mata. Itu trailer film horor.
Dean terlihat heran, saat tubuh Laila agak gemetaran.
Hati Laila berdesir, tatkala dirasakannya usapan lembut di rambutnya.
"Jangan takut." Sebuah senyum lembut terulas di bibir Dean.
Hei, hei. Tolong ingatkan Laila, kalau orang di sampingnya ini masih berstatus pemuda aneh dan mencurigakan. Laila belum benar-benar percaya padanya, jadi jangan sampai Laila terpesona duluan!
Kalau ditanya kenapa malah mengajak nonton ke bioskop, itu karena Laila punya alasan sendiri.
"Aku tidak-"
"Filmnya mulai?"
Suara musik pembuka memotong perkataan Laila. Mau tak mau dia harus melupakan apa yang terjadi barusan dan fokus pada film yang akan mereka tonton.
Laila menyeruput minumannya dan meraih berondong jagung, tetapi ia tersentak kaget saat tangannya bersentuhan dengan tangan lain.
"Maaf."
Keduanya berujar bersamaan. Dean terkekeh, sedangkan Laila tertawa canggung. Pada akhirnya, tidak ada yang mengambil satu biji pun berondong jagung sampai sepuluh menit ke depan.
Laila beruntung, Dean yang berisik dan hampir mengomentari setiap kejadian yang terjadi di layar membantunya untuk lebih tenang.
Hampir setengah film berjalan, Laila tak lagi mendengar suara apa pun dari sosok di sebelahnya. Khawatir, baru saja gadis itu akan menoleh, bahunya sudah terasa lebih berat.
"Ya ampun." Laila menghela napas, menatap wajah tertidur Dean yang tampak damai.
Tertidur di tengah film? Serius?
Tatapan Laila berpindah pada layar lebar yang menayangkan adegan romantis, sebelum beralih lagi pada pemuda yang terlelap di bahunya.
Sekali lagi, Laila mengembuskan napas.
"De. Dean. Bangun." Laila mengguncang tubuh tinggi itu sampai Dean terbangun.
"Kenapa, Kak? Filmnya selesai?"
"Belum, tapi ayo kita keluar."
Aloohaa
Maafkan apdet malam-malam :"
17 September 2018
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top