• Lima •
New York. December 27, 2018.
Zach dan Nathaniel kemudian turun dari mobilnya setelah memarkirnya di depan rumah besar dengan cat putihnya yang mendominasi. Nathaniel menghela napas dan merapatkan jaket kulit dengan bulu - bulu tebal di bagian lehernya saat akhirnya berkata, "Apa kau percaya bahwa Alex adalah pelakunya?"
Zach pun ikut memasukkan kedua tangannya di dalam saku jaket, tak kuasa menahan dinginnya cuaca akibat salju yang terus menerus turun di sekitar mereka. Ia memandangi sekeliling, mengamati setiap sudut halaman rumah milik penulis yang sedang naik daun itu sebelum akhirnya menoleh pada rekannya dan menimpali. "Kau berkata bahwa dia popular karena bukunya yang condong memotivasi orang untuk melakukan pembunuhan." Nathaniel dengan cepat mengangguk mengiyakan. "Mungkin itu karena dia sudah terbiasa dengan kematian itu sendiri."
Lalu tubuhnya yang tinggi dan proposional pun berlalu meninggalkan Nathaniel di belakangnya. Zach berjalan masuk melewati rerumputan yang bahkan didominasi oleh warna putih. Kemudian berhenti di depan pintu untuk mengusap puncak kepala serta kedua pundaknya, membersihkan salju dari tubuhnya sendiri, sebelum akhirnya mengambil sikap berani untuk mengetuk rumah Alex lagi.
Ketukan pertama tidak ada yang menanggapi. Alex mungkin belum mendengarnya, atau memang tidak berniat membuka pintu rumahnya untuk siapapun. Barulah pada ketukan kedua, suara langkah kaki terdengar dari dalam. Mendekat dan semakin jelas setelah pintu di hadapan mereka akhirnya terbuka dengan lebar.
Wajah Alex yang sebelumnya ketus kini berubah datar. Entah karena malas menanggapi masalah ini atau justru karena tidak ingin terlibat lebih jauh. Alex melipat kedua tangannya di dada dan melihat kedua detektif di hadapannya bergantian. "Apakah kali ini kalian datang untuk mengatakan bahwa aku memang tersangka dalam kasus kematian Maria?" tanyanya tanpa basa basi. Masih dengan nada sinis, ia melanjutkan, "Kalian tahu bahwa aku bersungguh - sungguh saat mengatakan bahwa aku selalu berada di rumahku selama sepekan ini, bukan?"
"Kami baru saja menanyai keluarga korban terkait beberapa hal," ucap Zach memulai. "Dan kami tidak sengaja menemukan foto sekolah milik Maria. Kami melihatmu ada di foto itu."
Alex sontak mendengus geli. "Tentu saja aku ada di sana. Maria dan aku memang sudah saling mengenal sejak duduk di bangku sekolah," jelasnya. "Seperti yang kukatakan, kami sudah lama kehilangan kontak tapi tiba - tiba dia menghubungiku dan mengatakan bahwa ia sedang kesulitan. Ia mulai mengirimiku pesan karena ingin meminjam uang."
Nathaniel melihat Zach, lalu ke Alex. "Tapi bukan itu poin inti yang ingin kami tanyakan kepadamu."
"Jika obrolan ini akan panjang, sebaiknya kalian berdua masuk ke dalam rumahku," ujar Alex sembari berbalik badan, memberi kode agar kedua detektif itu mengekor di belakangnya dan masuk ke dalam. "Akan lebih merepotkan jika wartawan melihat polisi di rumahku. Mereka akan membuat berita utama dengan namaku di halaman depan dan itu akan sangat menganggu."
Mereka berdua kemudian dibawa ke ruang tamu untuk selanjutnya dipersilakan duduk di sebuah sofa panjang berwarna hitam. Nathaniel adalah orang pertama yang tampak takjub dengan gaya mewah yang dimiliki oleh rumah Alex. Furnitur dan benda - benda mahal tampak menghiasi rumah, memberi kesan elegan yang jelas sangat disukai oleh detektif bermata sipit itu. Zach duduk lebih dahulu, lalu Nathaniel mengikutinya. Mereka duduk bersebalahan sementara Alex berada di sebrang mereka.
Alex menyilang kakinya dan menyandarkan punggung pada puncak sofa dengan santai. "Jadi, apa yang ingin kalian ketahui dariku?"
Merasa tidak ingin berbasa basi, Zach pun segera membuka suara dan melempar pertanyaan inti pada penulis misteri tersebut. "Kami melihatmu di foto sekolah itu bersama dua wanita lain, Sisilia dan Maribeth," katanya memberi tahu. "Apakah kau juga mengenal kedua wanita itu?"
Kedua alis Alex pun bertaut. "Mereka berdua adalah teman sekolahku juga."
"Apakah kau juga berkomunikasi dengan kedua wanita itu?"
Alex terdiam sebentar, lalu menggumam pelan dan menggelengkan kepalanya perlahan. "Sekarang? Tidak. Maksudku, mereka berdua juga sempat menelponku dan melakukan hal yang sama seperti yang dilakukan oleh Maria. Tapi, tunggu--" Pria berkulit putih itu tercenung di sana, sembari mencoba mengembalikan kesadaran, ia pun melanjutkan kalimat dengan sangat hati - hati. "Apakah sesuatu juga terjadi kepada mereka berdua?"
Zach dan Nathaniel saling melempar pandangan heran, sebelum kemudian kembali menatap Alex dengan ekspresi penasaran. Melihat reaksi Alex yang bahkan tidak berani melanjutkan kata - kata, Zach dan Nathaniel dapat menilai bahwa pria itu belum mengetahui kabar terbaru mengenai Sisilia dan Maribeth.
"Apakah sesuatu terjadi pada Sisil dan Beth?" ulang Alex memastikan.
Detektif berusia 27 tahun itupun berdeham pelan dan berujar, "Sisilia dan Maribeth juga ditemukan dalam keadaan meninggal di bangunan tua yang sudah tak terpakai."
"Mereka juga dibunuh," tambah Nathaniel.
Yang semakin membuat ekspresi ketakutan terlihat dari wajah Alex. Ia menghela napas berat dan memijit pelipisnya perlahan, entah bagaimana kepalanya mendadak berdenyut nyeri dan membuatnya tidak nyaman. Ada jeda beberapa saat sebelum akhirnya Alex dapat kembali fokus dan menatap kedua detektif di depannya tak percaya. "Bagaimana ... bagaimana mereka tiba - tiba meninggal setelah menghubungiku? Aku jelas akan dijadikan tersangka dalam kasus seperti ini. Iya, bukan?"
"Kau harus tenang, Alex," pungkas Nathaniel meredam suasana. "Kau bisa dinyatakan tidak bersalah jika kau dapat memberikan alibi yang konkret atau bahkan saksi yang dapat membuktikan keberadaanmu saat mereka dinyatakan menghilang."
"Aku sungguh berada di rumahku selama ini!"
"Tapi tidak ada siapapun yang dapat memastikannya, bukan?" balas Zach sinis. "Lagipula, kau memotivasi orang - orang untuk membunuh diri mereka sendiri dalam novel pertamamu, bukan? Apakah itu karena menghampiri kematian itu sangat menyakitkan, Morton?"
"Hey!" Alex bangkit dari sofa dan menunjuk wajah Zach. "Jaga bicaramu."
Namun Zach hanya mendongak dan menatap sang pemilik rumah dengan eskpresi santai. "Kau tidak perlu marah atau merasa kesal jika memang tidak bersalah."
"Aku marah karena aku memang tidak bersalah!" pekiknya tak terima. "Begini saja, berikan aku waktu untuk membuktikan bahwa aku memang bukanlah pelakunya."
Kemudian Zach beranjak dari sofa. Ia memasukkan kedua tangannya ke dalam saku jaket dan matanya yang cokelat berpendar ke sekeliling, sebelum pada akhirnya kembali menoleh ke arah Alex. Ia menyeringai tipis dan mengedikkan kedua bahunya cepat. "Waktu, adalah sesuatu yang kau butuhkan untuk mempersiapkan semuanya, bukan?"
"Apa? Apa maksudmu?"
Merasa situasi tak lagi kondusif, Nathaniel ikut berdiri dan mencoba menengahi keduanya yang tampak akan terlibat perkelahian. Ia memerhatikan Zach, lalu ke Alex dengan waspada.
"Kau bisa saja kabur dengan uang yang kau miliki selama kami memberikan waktu untukmu."
Alex berkacak pinggang dan mendengus geli. Ia menggelengkan kepalanya dan berkata, "Berikan aku waktu untuk membuktikan bahwa aku bukanlah pelakunya dan kau, kalian berdua, dapat mengawasiku selama aku menyelidiki kasus ini sendirian. Bagaimana? Apa kalian setuju?"
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top