9. Matsuri si Gadis Belia
A Frozen Flower
Story by zhaErza
Naruto by Masashi Kishimoto
INFO:
Status Kekuasaan:
Maharani Kaguya > Maharaja Sasori = Maharaja Indra (pemimpin dari tiga kerajaan Dewa) > Kerajaan Uchiha > Kerajaan Hyuuga = Kerajaan Uzumaki = Kerajaan Sabaku
.
.
.
Napas diembuskan dengan perlahan, ketika kesadaran menguasai diri, sang gadis mendapatkan pandangannya gulita seperti berjalan di dalam gua tanpa ada penerangan sedikitpun. Kelopak tidak bisa berkedip, mencoba menyakinkan diri bahwa ia sedang tidak bermimpi. Berusaha menggerakkan tubuh, ia menyadari bahwa beberapa anggota badannya tidak bisa digerakkan karena dibelenggu sesuatu. Berpikir sejenak, kemungkinan mata pun mengalami hal yang serupa.
Gadis itu menggigit bibir, berusaha memberontak untuk meloloskan diri dari ikatan yang mematikan fungsi gerak tangan dan kaki. Mengumpat beberapa kali, ia pun mengutuk laki-laki sialan yang menjadi tersangka utama karena telah membuatnya dalam keadaan seperti ini.
Sasuke, setelah membuat Sakura tidak sadarkan diri, juga mengikatnya demikian rupa, bahkan menutup kelopak mata dengan kain hitam.
Fokus dengan keinginan untuk melepaskan diri, Sakura sampai tidak menyadari bahwa lelaki itu telah berada di hadapannya. Barulah ia tahu ketika tangan Sasuke menyentuh wajah dan melepaskan ikatan yang membelenggu pandangan. Langsung saja ia menatap tajam sosok yang sekarang malah tersenyum tipis memandangi ketersiksaannya.
"Kenapa? Terkejut tidak mendapati tubuhku terbujur kaku?"
"Seharusnya kau menyadari akibat dari perbuatanmu, Sakura. Tentu saja, kupikir pasti kau telah merencanakannya dengan matang. Namun, kupastikan tidak akan semudah itu untuk membalaskan dendammu." Sebelah tangan Sasuke menyentuh wajah Sakura, memaksa gadis itu agar terus menatap wajahnya.
Menarik belakang leher Sakura dan mendudukkan sang istri untuk bisa sejajar dengan dirinya, kemudian Sasuke yang cukup kagum dengan kekeras kepalaan Sakura, pun membukan ikatan yang membelenggu.
"Ayo kita buat permainan," ucap Sasuke dan kali ini Sakura mengerutkan alisnya, menyoroti Pangeran Uchiha yang tengah menatap dalam mata gadis yang telah dinikahi. "Bunuhlah aku, dan cobalah untuk kabur dari istana. Namun, jika kau gagal, maka selanjutnya adalah tubuhmu."
Tangan Sakura langsung melayang dan menampar pipi putih yang berjarak cukup dekat berhadapan dengannya. Mendapatkan reaksi tersebut, Sasuke malah menyeringai dan menyentuh noda darah yang kembali merembas di bibir.
"Aku akan benar-benar membunuhmu, BIADAB!"
"Kalau begitu lakukanlah." Sasuke berdiri, bersidekap dan menatap Sakura yang juga ikut menegakkan tubuh. "Namun, jika tidak berhasil, kau tahu bukan...."
Setelah mengucapkan kalimat tersebut, Sasuke merasakan tubuhnya terdorong hingga ia jatuh telentang di lantai beralaskan ambal berbulu. Sakura berada di atas perutnya, mendudukki dan tengah mencekik leher sang pangeran begitu kuat, hingga luka bekas tusukan belati kembali mengalirkan darah dan merembas membasahi perban.
Tidak ada yang terjadi, tanda-tanda tercekik dan kehabisan napas sama sekali tidak tergambarkan di wajah Sasuke. Sakura menggeram karena menyaksikan keganjilan tersebut.
Sebenarnya siapa laki-laki yang memiliki gelar pengeran di Kerajaan Uchiha? Apa dia adalah iblis? Jika disamakan dengan sifatnya, maka itu adalah sebuah kebenaran.
"Apakah ini percobaan pertamamu setelah perjanjian?"
Sasuke sama sekali tidak melawan Sakura, bahkan kedua tangannya membentang di masing-masing sisi.
Teringat dengan kalimat yang diucapkan sang lelaki beberapa saat lalu, Sakura langsung mengendurkan cekikan dan menarik kedua tangannya. Ia lantas berdiri dan berjalan mundur ke belakang, apalagi telah menyaksikan Sasuke yang mendudukkan tubuh menyentuh lehernya yang berdarah lagi.
"Aku tidak akan membiarkanmu! Tidak! Tidak! Tidak!"
Sakura berlari, membuka pintu yang memang sejak awal tidak dikunci, menerobos pengawal yang mencoba menghalanginya, tetapi bukanlah tandingan Sakura karena mereka membentuk jejeran dengan tombak yang dijadikan penghalang.
"Minggir kalian!"
Melangkah, Sasuke keluar dari pintu dan menganggukkan kepalanya, hingga barisan pengawal mengendurkan perlawanan dan membiarkan Sakura melarikan diri entah ke mana. Wilayah istana begitu besar, di mana ia akan bersembunyi.
.
.
.
Seorang gadis belia mencari-cari sosok Putri yang akan dilayaninya ketika membersihkan diri nanti, menolehkan kepala ke kanan dan ke kiri, kemudian ia menghela napas perlahan. Pakaian pelayan yang dikenakan berupa kimono cokelat tua, sebuah selendang lebar bercorak delima dan daun bambu menutupi pundaknya.
Matsuri namanya, ia tidak seperti gadis seumuran yang kebanyakan tengah berbakti kepada orang tua atau mungkin suami. Matsuri tidak mendapatkan kemewahan itu, tanpa ikatan pernikahan atau keberadaaan orang tua, ia sekarang tengah berada di wilayah istana menjadi pelayan dengan perut mulai membuncit untuk dibawa ke mana-mana.
Kerutan alis terlihat, gadis belia itu mendatangi salah satu pengawal yang mengawasi keberadaan istri dari Pangeran Sasuke.
"Putri Sakura tengah berada di ruangan utara," ucap sang pengawal, sebelum mengundurkan diri.
Menganggukkan kepala sebagai bentuk kesopanan, Matsuri lantas menggerakkan kaki menuju tampat yang dimaksud. Ruangan pedupaan terletak di pinggir kawasan istana dan cukup dekat dari wilayah pribadi sang Pangeran, sekitar beberapa langkah lagi tiba di sana, ia lantas mengatur posisi untuk berlutut di depan pintu.
"Putri Sakura, hamba diperintahkan untuk membantu Putri ketika ingin membersihkan diri di pemandian nanti."
"Pergi dari sini! Aku tidak butuh kehadiran siapa pun di hadapanku." Suara tajam Sakura membuat Matsuri terkejut, tetapi ia tetap harus menjalankan tugas yang telah dipercayakan kepada dirinya.
Sekali lagi, Matsuri menggunakan kalimat santun untuk membujuk sang Putri yang masih memutuskan untuk mendekam di ruangan tersebut. Mengehela napasnya, lantas Matsuri memohon izin untuk memasuki tempat itu.
Membuka pintu dengan masih berlutut, ia langsung menyujudkan diri ketika mendapati Sakura tengah duduk di sudut ruangan dan memeluk lutut sambil menatapnya tajam. Tidak mencoba mengangkat sujudnya sebelum mendengar seruan dari Sakura, Matsuri tetap memepertahankan posisi walaupun hal ini membuatnya tidak nyaman dengan usia kandungan yang sudah menginjak lima bulan, meski perutnya memang tidak terlalu kelihatan.
Menatap gadis yang lebih muda darinya dan belum mau mengangkat kepala, Sakura pun mengerutkan alis dan merasa tidak enak hati juga. Namun, kemarahan masih belum mereda di dalam dadanya, yang ia butuhkan kali ini adalah kesendirian.
"Apa yang kaulakukan? Bangunlah dan pergi dari hadapanku!"
"Ampuni hamba, Putri Sakura. Namun, hamba tidak bisa melakukannya." Kembali Matsuri menyujudkan diri dan membuat Sakura jengah.
"Kalau begitu jangan terus bersujud, aku bukan si berengsek Sasuke."
Sambil takut-takut karena menyadari kemarahan sang Putri, Matsuri mengangkat kepalanya. Pupil mata mereka lantas saling menumbuk.
"Mohon ampun, Putri. Kalau begitu, bersediakah Putri Sakura untuk membersihkan diri sekarang." Gadis belia itu menatap kimono nyonya mudanya yang masih berhiaskan darah kering di sana. Ia melihat Sakura yang terdiam dan seperti berpikir sejenak, setelah beberapa saat, terlihatlah kepala yang dianggukkan.
"Hanya kau yang kuinginkan untuk membantuku membersihkan diri," bisik Sakura sebelum beranjak dari ruangan tersebut dan diikuti oleh Matsuri yang menganggukkan kepala dan mengindahkan hal tersebut.
Berjalan di sepanjang kawasan istana Merak, Sakura mendapati banyak pengawal yang menunduk hormat atas kehadirannya. Yang mereka tuju kali ini adalah pemandian Merak yang tanpa sepengetahuan Sakura masih dalam wilayah pribadi milik Pangeran Sasuke. Begitu memasuki pintu, ia lantas mengusir para dayang yang telah mempersiapkan pemandian.
Dekorasi menawan langsung memanjakan mata, batu-batu alami dengan air terjun kecil, kolam air panas, tanaman rambat dibukit batu, pohon palem, dan pohon kasturi yang begitu harum, bunga anggerek, mawar merah dan putih yang kelopaknya tersebar di air yang seputih susu. Bau-bauan menggoda pun tercium dari air yang menggenangi kolam, dan seketika membuat perasaannya berangsur menjadi tenang.
Membantu membukan pakaian sang Putri, Matsuri lantas mengambil tanah liat kering, minyak dan air mawar untuk dicampurkan dan digosokkan kepada tubuh Sakura. Ia melihat nyonya mudanya itu telah merendamkan diri di air kolam dan membasuh wajah.
Tanah liat kering menjadi mirip dengan lumpur dan kini secara perlahan dioleskan ke tubuh Sakura, pijatan lembut pun diberikan. Matsuri mulai bertanya apakah ia diperkenankan untuk menghibur sang Putri dengan sebuah nyanyian atau tidak.
Tidak menjawab pertanyaan tersebut, si gadis belia malah dihadiahi sebuah pertanyaan.
"Siapa namamu?" suara Sakura terdengar tanpa intonasi.
"Hamba bernama Matsuri, Putri."
"Nama yang indah," bisik sang Putri dan perkataan tersebut masih bisa didengar oleh Matsuri, gadis itu lantas menggigit bibir dan menatap sendu punggung Sakura yang sedang dimanjakannya.
"Itu hanyalah sebuah nama, Putri Sakura."
"Nama adalah doa sepanjang masa dari orang tuamu."
Tidak mendengar jawaban, dan merasakan kedua tangan gadis yang sedang melayaninya berhenti, Sakura pun membalikkan wajah guna untuk menatap Matsuri. Ia mendapati pelayannya tengah termenung dengan paras sendu seperti memikirkan sesuatu.
"Setidaknya itulah yang kuyakini," sambung Sakura, hingga sang gadis tersentak kecil dan menggumamkan permintaan maaf.
Perasaan Sakura menjadi lebih baik setelah membersihkan diri, sekarang ia tengah dibantu Matsuri untuk mengenakan kimono. Tak lupa rambutnya pun dikeringkan dan dirapikan. Ketika semua telah selesai, sang Putri lantas menatap cermin, mendapati gadis belia itu tersenyum memuji paras nyonya mudanya yang begitu memesona.
Pandangan Sakura kemudian menatap perut Matsuri yang mulai kelihatan membuncit, tanpa sadar ia mengatakan sesuatu dan lantas membuat pelayannya itu terkaku.
"Apa kau dipaksa menikah semuda ini?" tanya Sakura, kemudian ia terdiam sejenak dan helaan napas terdengar. "Sepertinya kau juga membenci pernikahan paksa, tetapi tidak bisa melakukan apa pun."
"Ah, mohon ampun, Putri Sakura. Namun, hamba... tidaklah menikah," suara gadis itu menjadi lihir ketika mengucapkan kata di ujung kalimat.
Pupil mata Sakura terbelalak karena mendengar penuturan dari pelayannya, ia lantas merasa bersalah karena membahas perihal yang mungkin saja adalah luka lama dari sang gadis. Membalikkan tubuh dan berhadapan langsung dengan Matsuri, ia pun menggumamkan permintaan maaf. Sebagai seorang gadis, tentulah Sakura sangat memahami perasaan pelayannya, apalagi ketika dibawa ke tempat sialan ini, ia pun telah melewati banyak hal menyakitkan yang tidak ingin untuk dibahas lagi.
Sebelah tangan Sakura menggenggam punggung tangan Matsuri, mencoba memberi gadis itu kekuatan, hingga sekarang paras belia gadis di hadapannya telah menampilkan sebuah senyuman tulus.
"Janganlah berkata demikian, Putri. Tiada yang salah dari pertanyaan tersebut."
"Apa kau dipaksa bekerja di tempat ini? Kau tengah mengandung?"
"Terima kasih atas perhatiannya, Putri. Namun, hamba sama sekali tidak dipaksa. Hamba malah merasa bahagia melayani Putri Sakura di tempat ini, semuanya adalah bakti atas jasa Pangeran Sasuke dan Pangeran Neji."
Alis Sakura berkerut, menatap senyuman tulus yang ditampilkan pelayan yang berada di hadapannya. Sakura tidak paham, apa yang dilakukan Sasuke dan Neji sialan itu sampai Matsuri begitu patuh dan merasa terhormat menjadi pelayan di tempat ini.
.
.
.
.
Bersambung
Ribet dah ribet.
Semoga kalian paham ya, wkwkwk.
Jangan lupa berikan komentar, berupa saran, kritik, ulasan dan sebagainya.
Terima kasih.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top