8. Karat Darah di Dalam Bibir

A Frozen Flower

Story by zhaErza

Naruto by Masashi Kishimoto

INFO:
Status Kekuasaan:
Maharani Kaguya > Maharaja Sasori = Maharaja Indra (pemimpin dari tiga kerajaan Dewa) > Kerajaan Uchiha > Kerajaan Hyuuga = Kerajaan Uzumaki = Kerajaan Sabaku

.

.

.

Memaksakan diri untuk memejamkan mata, Hinata malam ini benar-benar merasa gelisah, ingin sekali ia membantu Sakura, tetapi tahu semua itu akan percuma. Bagaimanapun, Neji dan Pangeran Sasuke pasti bisa menemukan sang gadis. Sekarang ia resah, memikirkan jangan-jangan Sakura benar-benar akan melakukan rencana untuk membunuh Sasuke. Sebab, dengan jelas sang dara mengucapkan kata-kata mengerikan itu dengan bisikan.

Informasi tersebut membuatnya yakin, bahwa malam ini Sakura berencana untuk menghabisi lelaki yang baru saja menikahi.

"Yang Mahakuasa, jangan sampai Sakura salah langkah."

Mendudukkan tubuh, Hinata meremas tengah dada.

Menghirup udara, kelopak mata bak bulan pun ia fokuskan, urat-urat di pelipis kini bermunculan. Pandangan matanya bisa menembus apa saja, dan semua ini adalah karunia dari Yang Mahakuasa. Seperti kerajaan lain, Hyuuga pun memiliki sesuatu yang begitu luar biasa daripada manusia. Dan sekarang, Hinata mencoba mencari tahu apa yang tengah terjadi di ruangan pribadi Pangeran Uchiha dengan matanya.

Apakah benar Sakura akan berusaha menghabisi nyawa Pangeran Sasuke?

Tersentak, Hinata menggelengkan kepala. Astaga, apa yang ia coba lakukan di malam pertama Sasuke dan Sakura?

Terlalu mengkhawatirkan semua ini, membuatnya benar-benar tidak bisa berpikir jernih. Padahal tadi sore Putra Mahkota Naruto telah memberikannya nasihat, bahwa permasalahan ini sekarang telah menjadi tanggung jawab Sasuke.

Menjatuhkan kembali tubuh ke atas ranjang, Hinata pun menatap langit-langit kamar yang remang. Cahaya pelita menghiasi, menggantung di dinding dan perlahan redup, membuat tiada yang tahu bahwa sekarang ia tengah meneteskan air mata. Ia begitu bersedih, sebab Sakura kini amat menderita, tetapi ia tidak bisa melakukan sesuatu. Memilih menyerahkan semua ini kepada Sasuke, hingga gadis itu perlahan akan menjemput bahagianya.

Sang Bunga yang telah membeku, akan berusaha mencairkan esnya seorang diri.

.

.

.

Sudah dini hari semenjak pelita diremangkan, di kediaman pengantin, Sakura sedari tadi tidak sekalipun melelapkan diri. Memikirkan rencana yang dipersiapkan, membuatnya tidak bisa untuk sesaat saja merihatkan pikiran. Sekarang, ia membalikkan tubuh, menghadap laki-laki sialan yang telah menjeratnya dan kini tengah terlelap sejak tadi. Tentu saja, dia pasti kelelahan karena harus menemani banyak tamu kerajaan, tidak seperti Sakura yang bisa melarikan diri dari situasi yang menurutnya begitu tak nyaman.

Kelopak mata berkedip, suasana malam begitu hening dan hanya ditemani nyala pelita. Menghirup napas perlahan, Sakura dengan tekat yang telah bulat, meyakinkan diri sekali lagi untuk membunuh si biadab yang telah menghancurkan masa depannya. Ia pun kini mendudukkan tubuh dengan perlahan dan sekali lagi menelisik sang pangeran untuk mencari tahu apakah laki-laki itu terusik dengan pergerakannya atau tidak.

Menggerakkan tangan, dengan sepelan mungkin Sakura mengambil belati yang diletakkan di bawah ranjang, mendapatkannya dan ia pun mengenggam gagang benda itu dengan mantap, kemudian membuka sarung perak berlapis serbuk emas bertahta permata merah, pupil Sakura kini menatap ketajaman dari belati tersebut.

Beberapa kali Sakura menelan saliva untuk menetralisir rasa ketakutan yang menghampiri, memikirkan untuk beberapa saat ke depan bahwa ia akan menjadi seorang pembunuh dan akan sama keji seperti Sasuke. Namun, ia tidak akan peduli, baginya setelah dendam tersebut ia balaskan, maka saat itu sudah cukup, walaupun di kemudian hari ia akan mendapatkan hukuman mati.

Sekarang tangan pucat Sakura gemetar ketika menggenggam gagang belati dan mengarahkannya ke jantung Sasuke, bayangan Gaara yang terluka parah tiba-tiba saja terlintas, membuat takut yang dirasa sirna, tergantikan dengan kemarahan dan dendam di dada.

Mengerutkan alis dan menggigit bibir karena menahan tangis mengingat kematian suaminya, Sakura pun menggerakkan tangan dan menghujam jantung Sasuke dengan belati nan tajam.

Sekali tusukan, setengah dari panjang belati menembus dada kiri sang pangeran, hingga pakaian putih yang dipakai lelaki itu dialiri merahnya darah. Napas Sakura terengah, sebelah telapaknya berada di ranjang untuk menyanggah tubuh yang lemas. Selesai, dengan tusukan mematikan ini, maka Sasuke perlahan akan tewas dan dendamnya pun terbalaskan.

Kelopak mata terpejam, wajah Sakura pucat pasi karena menyaksikan kekejaman yang disebabkan oleh dirinya sendiri, kini statusnya adalah seorang pembunuh. Kacau pikiran Sakura menguasai, menyadari perbuatan hina ini adalah ulahnya sendiri.

Terdiam sejenak, ia lantas memejamkan mata untuk mengendalikan suasana hati dan pikiran, Sakura tercekat ketika tangannya yang tengah menggenggam gagang belati dan masih menusuk dada lelaki itu, kemudian disentuh dan dicengkeram begitu erat oleh tangan yang lebih besar, hingga Sakura langsung mengangkat kepala guna menatap wajah Sasuke yang masih terpejam.

Kenapa bisa? Batinnya menjerit, bibir Sakura kini telah gemetaran, pun dengan keringat yang membasahi seluruh tubuh.

"Kenapa menusukku dengan setengah hati?" tanya sang Pangeran menampakkan iris merah bersinar, menatap Sakura yang terperangah dengan mata membeliak tidak percaya.

Gadis itu semakin panik ketika telapak yang sedang menggenggam belati dan tengah dicengkeram oleh tangan Sasuke, malah digerakkan paksa sang pangeran dengan menekan benda tajam itu semakin dalam ke dada kiri. Alhasil, darah semakin banyak keluar dari luka yang kian dalam tertusuk. Sakura memberontak, ingin menarik lengannya, tetapi ia kalah tenaga dengan sosok yang mencengkeram punggung tangannya itu, hingga napas sang gadis terengah-engah dengan gemetar di tubuh.

Sasuke yang tertusuk belati, tetapi Sakura yang pucat pasi dan kacau menjerit-jerit, apalagi ketika menatap sang lelaki yang tiba-tiba mendudukkan diri agar bisa berhadapan langsung dengannya.

Beberapa saat menikmati ekspresi Sakura yang sulit dideskripsikan, belati pun dicabut, telapak sang pangeran masih setia menggenggam punggung tangan Sakura bersamaan dengan senjata tersebut.

"Sakura, untuk membunuh musuhmu, seharusnya lebih mudah jika kau menusuk bagian leher. Seperti ini," ucap pria itu dengan senyuman sinis di bibir, kemudian Sasuke memaksa tangan sang dara untuk bergerak menikam lehernya, hingga kini darah berceceran ke mana-mana.

Bola mata Sakura membeliak, air mata menetes karena menyaksikan leher Sasuke yang tertancap belati.

"AARRRRHH! Lepaskaaan!"

"Kenapa berteriak? Apakah kau masih kurang memahaminya?"

"Tidak! Kumohon, tidak! Arrrggg!"

Bibir dan hidung Sasuke mengeluarkan darah, tetapi semua itu tidaklah berarti untuknya. Menarik tubuh Sakura mendekat, ia memberikan ciuman untuk sang gadis yang tengah ketakutan. Hal ini tentu langsung membuat Sakura memberontak, merasakan mulutnya dipenuhi rasa karat darah yang amat membuat mual. Air mata mengalir semakin deras, tetapi Sasuke tidak juga menghentikan aksinya.

Lidah panas laki-laki itu dirasakan, menyentuh rongga mulutnya, menarik tubuh Sakura semakin dekat dan membelenggu pinggang, sementara sebelah tangan yang lain mencengkeram belakang kepala.

Sasuke membawa tubuh Sakura ke atas pangkuan, kemudian membalikkan posisi dengan menimpah tubuh pengantinnya dengan masih memberi ciuman yang membelenggu, sementara itu belati yang berada di leher tidak juga disingkirkan.

Darah dari hidung, mulut bahkan leher yang terluka parah membuat tubuh Sakura dipenuhi rembasan merah.

Kedua tangan Sakura sekarang dicengkeram oleh masing-masing telapak Sasuke, lelaki itu kemudian menegakkan wajah, menatap datar Sakura yang sekarang menangis tersedu-sedu dan memohon untuk berhenti.

.

.

.

Berjalan di dini hari yang begitu sunyi, Sasuke pergi ke ruangan sang Raja, ditemani dengan sosok pengawal dan orang kepercayaan. Ketika ia masuk, langsung saja orang-orang yang masih berada di ruangan singgasana terkejut karena kehadirannya.

Tentu saja, Sasuke sama sekali tidak mengganti pakaian, membiarkan wajah dan tubuhnya penuh dengan amis darah. Sang Penasihat memanggil dayang dan tabib untuk membantu laki-laki itu membersihkan noda-noda, pakaian baru pun disediakan, juga dengan perban yang akan membalut dada dan lehernya.

"Apa yang telah terjadi, Pangeran Sasuke?"

Menghela napas, ia menatap Penasihat Asuma, kemudian mengalihkan atensi ketika kehadiran sang Raja dan Neji yang baru saja tiba. Kontan saja, lelaki yang memiliki status tertinggi di kerajaan ini menatap terbelalak sosok Pangeran dari Kerajaan Uchiha, begitu pula dengan Neji yang menyaksikannya.

Setelah tabib memerban luka, Sasuke pun memakai pakaian bersih yang diberikan. Tinggalah di ruangan ini Sasuke, Penasihat Asuma, Neji dan Raja Hiashi.

"Sakura menusukku dengan belati," ucapnya setelah beberapa saat terdiam, jelas hal ini membuat mereka langsung mengerutkan alis karena terkejut.

Mengurut batang hidung, Hiashi menggelengkan kepala karena tidak menyangka Sakura sampai melakukan hal demikian kepada Sasuke yang baru saja menjadi pengantin pria di pagi hari tadi. Menghela napasnya, Raja pun penasaran dengan keadaan Sakura.

"Sekarang, bagaimana dengan Sakura?"

"Aku membuatnya tidak sadarkan diri." Sang Pangeran kemudian menatap belati miliknya yang dahulu adalah hadiah dari Itachi, gagangnya bertahtakan permata, dengan ukiran naga di bagian mata belati.

"Hanya itu saja?" tanya Neji mengerutkan alis, menyelidiki.

"Dan mengikat tangan juga kaki, serta menutup kedua matanya dengan kain hitam."

Sekali lagi Neji dan Hiashi hanya bisa terdiam karena mendengar jawaban sang pangeran, bagaimanapun kalau lelaki itu melakukan hal seperti ini, malah akan membuat permasalahan semakin pelik. Apalagi sekarang Sakura telah berusaha untuk membunuh Sasuke, jika hal ini dibiarkan terus menerus, bisa jadi Sakura akan mengulangi lagi tindakannya tersebut. Namun, yang menjadi masalah sekarang, mereka tidak bisa sembarangan mencampuri permasalahan antara Sasuke dan Sakura. Kalau Naruto sampai tahu, pria itu pasti membawa Sakura untuk pulang bersama ke Kerajaan Uzumaki.

"Pangeran Sasuke, kuharap kau bisa sedikit melunak kepada Putri Sakura. Bagaimanapun dia itu...."

"Tidak, Raja Hiashi. Semua yang kulakukan tetaplah sama dimatanya."

.

.

.

Sebelum mengistirahatkan diri secara total selama beberapa hari seperti kebiasaannya ketika terluka parah, Sasuke kini menggerakkan tubuh untuk pergi ke ruangan pribadinya. Fajar mulai menyingsing, di ufuk timur sinar kemerahan telah tampak. Membuka pintu geser, ia memasuki ruangan dan menyibakkan tirai.

Mendekati ranjang, Sasuke menatap Sakura yang berusaha untuk melepaskan diri. Kedua tangan gadis itu ia ikat ke belakang punggung, dan sepertinya Sakura masih belum menyadari kehadirannya, sebab ia masih mendengar umpatan yang terus saja terucap dari bibir sang istri.

Amis tecium dari tubuh Sakura, tentu saja karena darah Sasuke masih menodai pakaian bahkan beberapa bagian tubuh. Menarik ikatan yang ada di mata, ia pun tersenyum ketika menatap mata tersebut memelototi dirinya.

"Kenapa? Terkejut tidak mendapati tubuhku terbujur kaku?"

Iris hitam Sasuke menatap bibir sang gadis yang sekarang tengah digigit karena tidak mau berbicara kepadanya, mengalihkan pandangan dan bergumam menginginkan untuk dibebaskan.

Mendapati Sakura tidak mengacuhkan dirinya lagi, tentu saja bibir tipisnya membentuk seringai.

"Seharusnya kau menyadari apa akibat dari perbuatanmu, Sakura. Tentu saja, kupikir pasti kau telah merencanakannya dengan matang. Namun, kupastikan tidak akan semudah itu untuk membalaskan dendammu." Sebelah tangan Sasuke menyentuh wajah Sakura, memaksa gadis itu agar terus menatap wajahnya.

Masih melihat perlawanan Sakura yang menguji kesabaran, Sasuke pun menghela diam-diam, menyadari betapa mental gadis ini bisa begitu kuat dalam kekukuhan. Padahal sekarang kedua tangan dan kaki tengah terikat, tetapi Sakura masih juga menunjukkan perlawanan walau tidak dengan berteriak atau mengumpat lagi. Gadis itu tetap diam, dan tidak mau menatap dirinya barang sedetikpun.

Mendudukkan tubuh itu agar sekarang mereka saling berhadapan, Sasuke pun menggerakkan kedua tangannya untuk membuka ikatan di kaki dan tangan Sakura. Bibirnya kemudian membentuk senyuman tipis karena menyaksikan sang gadis menggosok bagian yang merah akibat ikatan tali.

"Karena kau begitu luar biasa, maka aku akan memberimu kesempatan."

Sekarang barulah Sakura menolehkan kepala dan menatap wajah Sasuke dengan pandangan yang meminta penjelasan, alis itu mengerut dalam.

"Ayo kita buat permainan, coba bunuhlah aku dan kaburlah dari istana. Namun, jika kau gagal maka selanjutnya adalah tubuhmu."

.
.
.

Bersambung

Mungkin bertanya2 kalau karakter di A Frozen Flower tuh kok banyak.

Iya, ini tuh belum semuanya. Di sini semua karakter tuh saling berkesinambungan dan punya hubungan. Jadi gak hanya SasuSaku aja. Misal Saku ke Hinata, Hinata dengan Neji, Naruto, Saku ke Itachi, Itachi ke Gaara, saku ke ortu Itachi, Sasori ke Saku, Saso ke Itachi, Saso ke Matsuri, Toneri ke Hinata, Indra, dll.

Jadi emang sebanyak itu wkwkwk.

Maklum, aslinya novel sih bukan fanfik. kalau fanfik biasanya fokus ke couple aja, kalau novel bakal banyak karakter yang berkesinambungan. 

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top