6. Lelaki Serba Hitam

A Frozen Flower

Story by zhaErza

Naruto by Masashi Kishimoto

INFO:
Status Kekuasaan:
Maharani Kaguya > Maharaja Sasori = Maharaja Indra (pemimpin dari tiga kerajaan Dewa) > Kerajaan Uchiha > Kerajaan Hyuuga = Kerajaan Uzumaki = Kerajaan Sabaku

.

.

.

.

.

6. Lelaki Seba Hitam

Sang Bunga memutuskan pergi, bahkan setelah matahari mengeluarkan sinar jingga, ia masih belum bisa menemukan kesempatan untuk melarikan diri dari istana Hyuuga, hal ini tentu membuatnya nyaris gila. Untuk itu, Sakura tidak ingin berdekatan dengan Hinata sementara waktu, takut jika dirinya menjadikan gadis itu sebagai pelampiasan.

Oleh sebab itu, di sinilah ia, berjalan sendirian dengan para pengawal yang mengawasi dengan jarak aman agar tidak membuatnya terganggu, menuju taman belakang dan semakin jauh dari istana inti.

Suasana terlihat sepi, tenang seketika menghampiri diri. Suara jangkrik yang mulai mengerik membuat Sakura merasakan setengah bebannya terangkat.

Menghentikan langkah, ia mendapati seorang lelaki berambut kelam panjang dan tergerai indah yang duduk sendirian di rerumputan. Mengedipkan kelopak mata, Sakura menebak-nebak siapakah gerangan yang berada di tempat itu. Tidak mungkin Sasuke, karena sang lelaki memakai kimono pernikahan dengan jubah hitam, sedang sosok asing tersebut memakai kimono serba hitam dengan corak emas yang begitu indah.

Mendekati dengan hati-hati, ketika nyaris tujuh langkah lagi, Sakura terbelalak ketika melihat sosok misterius itu berubah menjadi puluhan gagak. Bulu kuduk Sakura langsung merinding, ia berjalan mundur dengan bergetar, kemudian dikejutkan dengan keadaan para pengawal yang tiba-tiba sudah tidak sadarkan diri. Kaki Sakura lemas, dan ia jatuh terduduk dengan mata yang menatap nanar.

Beberapa saat kemudian, tubuh Sakura yang terduduk di rerumputan pun dikelilingi gagak yang mengoak, hewan bertubuh serba hitam itu mengerumuni, kemudian muncullah seseorang di depan wajahnya. Sosok itu lantas mengacungkan sebilah pedang emas ke leher Sakura dan menyoroti dengan bola mata merah bersinar.

"Mengendap-endap, huh? Tidakkah itu terlihat berbahaya untuk keselamatanku?" suara pria misterius itu terdengar berat, tetapi tidak menakuti, walau begitu dingin dan kelam.

Bola mata Sakura yang membesar karena syok pun berkedip, kemudian ia melihat bibir sang lelaki tersenyum tipis.

"Apa yang dilakukan Pengantin Wanita di tempat seperti ini?"

Tentu saja, baju pernikahan yang dikenakan Sakura jelas memberi laki-laki itu informasi.

Sebilah pedang kembali disarungi, sosok itu berdiri dan mengulurkan tangan untuk membantu Sakura. Mendapati sang pria berubah menjadi lebih ramah, Sakura pun terdiam sejenak, kemudian dengan ragu ia menyambut uluran tersebut dan sekarang dibantu untuk menegakkan tubuh.

"Ma-maafkan aku," bisik Sakura dan masih menatap sang pria takut-takut, alis matanya berkerut ketika menyadari iris mata lelaki itu kini tiba-tiba menjadi hitam, padahal ia tadi sempat melihat bahwa mata tersebut adalah merah bak rubi.

"Seharusnya aku lah yang mengatakan hal demikian. Kau terlihat begitu syok Nona, kusarankan sebaiknya kau menenangkan diri dengan menikmati angin senja." Melangkah di depan sang gadis yang masih terdiam, kemudian terhenti sebentar dan menolehkan kepala menatap Sakura, melihat hal itu si gadis pun mengerti dan berjalan mengikuti di belakang.

Mereka duduk di depan sebuah padang bunga nan indah, angin senja bertiup menggugurkan beberapa kelopaknya.

"Begitu menenangkan, bukan?" tanya sang lelaki, dan ia melihat kepala berambut merah muda pendek yang sekarang digulung dan disisipkan bunga, kini mengangguk.

"Sangat menenangkan," ucap Sakura, terpesona dengan pemandangan yang tersaji, bunga-bunga nan indah dan juga cahaya senja.

"Aku adalah Itachi, maaf tadi mengangetkanmu, Nyonya Uchiha."

Sakura tertawa kecil, kalau dipikirkan lagi, yang tejadi barusan memang sangat mengerikan untuknya. Apalagi dengan tiba-tiba lelaki itu menghilang dan berubah menjadi gagak yang menakutkan. Sempat ia mengira bahwa Itachi adalah roh jahat penghuni tempat ini.

"Sakura, panggil saja Sakura, Kakanda." Melihat sosok Itachi yang seperti jauh lebih tua dari dirinya, Sakura pun memberanikan diri untuk memanggil lelaki itu demikian.

Entah kenapa, Sakura melihat sorot mata hitam itu tiba-tiba berubah menghangat, menatap wajah Itachi dengan intens, membuat Sakura teringat dengan seseorang.

"Ah, tadi aku bertemu dengan seorang Raja dan Ratu berambut kelam, Raja memiliki wajah yang sangat mirip denganmu, Kakanda Itachi." Sakura mencoba mengingat-ingat, ia yakin bahwa fisik mereka memang mirip dengan lelaki yang duduk di sampingnya ini.

"Mereka adalah orang tuaku." Sang lelaki lantas menyahuti, memberikan informasi kepada gadis yang menemaninya duduk menatap senja di padang bunga dan ilalang.

Sontak saja Sakura membelalakkan matanya, angin berembus, menggoyangkan pohon dan menggugurkan daun, sementara rambut Sakura yang disanggul ikut tertiup, pun dengan Itachi.

Walau telah menebak-nebak, tetapi Sakura tetap tidak menyangka, bahwa lelaki yang dipanggilnya dengan sebutan kakak adalah anak dari Raja dan Ratu dari kerajaan aliansi. Dirinya merasa kikuk, sungguh sangat tidak sopan berbicara demikian dengan seorang Putra Mahkota. Tentu saja, dilihat dari gaya berpakaian seharusnya Sakura telah menyadari, tetapi ia malah tidak terlalu memperhatikan apa yang dikenakan lelaki itu.

Dengan tergagap, akhirnya Sakura mengucapkan permohonan maaf.

"Ah? Kalau begitu, ah, a-maafkan aku, Putra Mahkota Itachi." Sakura menundukkan kepala, berucap permintaan maaf karena merasa lancang.

Laki-laki itu tertawa kecil, melihat tingkah Sakura yang menurutnya lucu. Setelah beberapa saat, Itachi mengembuskan napas. Menatap bunga-bunga yang diembus angin dan mulai berguguran.

Untuk beberapa saat mereka terdiam, Itachi melirik sosok yang duduk di sampingnya, gadis itu tengah menundukkan kepala, terlihat begitu canggung karena kesalahan yang telah dibuat tadi.

"Tidak perlu sungkan, Sakura." Sebelah tangan Itachi menyentuh kepalanya, dengan pandangan yang hangat dan senyuman di bibir.

"Eh, terima kasih, Kakanda—ups, maaf, maksudnya, Putra Mahkota Itachi." Cengiran terlihat, entah kenapa sekarang Sakura merasa lega karena melihat senyuman tipis sosok di sebelahnya.

"Kau tidak pernah berubah," bisik Itachi begitu lirih seperti embusan angin, walau begitu sayup-sayup Sakura mendengar walau tidak terlalu jelas.

Gadis itu lantas menatapnya, bola mata itu membesar menyaksikan iris Itachi yang berubah merah. Ada sesuatu yang seperti ingin ditanya oleh Sakura, tentu tentang apa yang dikatakan Itachi tadi. Gadis itu terlihat memantapkan diri, kemudian Sakura mengatakan seperti apa yang ditangkap Itachi atas raut wajah Sakura. Namun, ia tidak menjawabnya dan malah tersenyum misterius.

.

.

.

Alis Sasuke mengerut ketika melihat kedatangan Putri Mahkota Hyuuga yang berjalan seorang diri tanpa kehadiran sang gadis yang telah sah menjadi istrinya. Mendekati Hinata, Sasuke melangkah dengan tangan yang bersidekap.

Mendapati sang lelaki yang telah berdiri di hadapan Hinata, gadis berambut indigo pun menundukkan kepala merasa bersalah, sebab membiarkan Sakura pergi walau tetap dengan penjagaan pengawal.

"Sa-Sakura membutuhkan waktu untuk sendiri, Pangeran." Suara Hinata seperti cicitan, takut-takut menatap Sasuke yang terlihat lebih dingin.

"Aku membiarkannya pergi, itu semua karena bersamamu, Putri Mahkota Hinata."

Mengembuskan napas, sekarang Sasuke memutuskan untuk mencari gadis itu. Jangan sampai Sakura membuat keributan di tengah keramaian seperti ini.

Setelah kepergian sang Pangeran, mendekatklah laki-laki yang berasal dari Kerajaan Uzumaki, Putra Mahkota Naruto menyunggingkan senyum karena telah berada di samping calon istrinya tanpa sepengetahuan gadis itu. Menatap Hinata yang beraut sedih, ia pun menyentuh bahu dan tersenyum kepada gadis yang akan dipersuntingnya.

Menggenggam tangan Hinata, membuat sang gadis tersadar dari rasa bersalahnya, ketika mengangkat wajah, yang ditemukan adalah Putra Mahkota Naruto yang seperti secerah mentari.

"Na-Naruto," bisik Hinata, menatap sang kekasih dengan mata yang berkaca-kaca.

"Dia memanglah seperti itu, jadi tidak perlu diambil hati. Ah, satu lagi, sebaiknya kita hanya mengawasi dan serahkan semua ini kepada Sasuke, Hinata."

Naruto menghela napas, memikirkan bagaimana sikap Sasuke yang sedari dahulu memang begitu tegas, tetapi juga sangat bertanggung jawab. Namun, lelaki itu juga kadang bisa bercanda, walau sekarang benar-benar telah sangat jarang. Kalau saja lima tahun lalu tidak terjadi sesuatu yang begitu menyakitkan, mereka pasti akan berbahagia penuh canda dan tawa.

Mengangguk mengerti, sang gadis lantas tersenyum.

"Rasanya, semua menjadi serba salah, bukan?" tanya Naruto, menatap mata keperakan yang tatapannya cenderung lembut daripada milik Neji, berkedip dan memantulkan wajahnya.

Raut sedih kembali menghiasi wajah Hinata, begitu kejam takdir yang membelenggu keluarga mereka. Ini semua disebabkan oleh keegoisan yang tercipta, hingga pecahlah ikatan yang telah lama dibentuk. Lima tahun lalu, keruh suasana begitu terasa, kalau saja ada salah satu pihak yang mau mengalah, pasti semua ini tidak akan terjadi.

"Hinata, jika Sasuke dan Sakura memang berjodoh, apa pun yang akan terjadi pasti mereka akan tetap bersama. Itulah yang dikatakan Paman Penasihat dahulu, dan aku juga memercayainya. Hanya saja, pasti dia tidak akan membiarkan hal ini terjadi." Wajah Naruto berubah resah.

Yang ia tahu dari Hinata, Gaara telah dibunuh Sasuke sebelum membawa Sakura ke tempat ini. Namun, apakah benar semua itu telah terjadi? Bahkan, Sasuke pun tidak mengatakan apa-apa ketika menanyakan prihal ini. Dari sini ia tahu, bahwa mungkin saja Gaara belum terbunuh. Entah bagaimana nantinya jika laki-laki itu sampai menemukan Kerajaan Hyuuga yang telah disembunyikan dengan ilusi Uchiha karena akan menjadi tempat tinggal Sakura sesuai janji mereka dahulu, mungkin sekali lagi akan terjadi pertumpahan darah seperti lima tahun lalu.

"Aku percaya, Putra Mahkota Naruto." Khayal Naruto tersadarkan, ketika mendengar suara Hinata dan melihat senyuman gadis itu. Menghela napas, ia pun menunjukkan cengiran dengan gigi putihnya.

Menghela dalam, mereka menatap ke depan, dengan tangan saling menggenggam.

.

.

.

Sore hari di taman belakang, duduk berdua menikmati gemulai alam dan jauh dari keramaian istana. Kelopak Sakura tertutup, harum bunga begitu menenangkan, angin senja yang bertiup mesra dan suara jangkrik yang mulai mengerik, semua itu membuat beban Sakura terasa terangkat. Apalagi ia baru saja menemukan seseorang yang bisa dijadikan sebagai teman penghibur lara.

Ketika iris mata ia tampakkan, wajah Itachi lah yang tersaji dan sedang menatap hamparan padang bunga di hadapan mereka.

"Apakah... apakah sebelumnya kita pernah bertemu, Kakanda Itachi?"

Baru saja Sakura menanyakan sesuatu, dan hal itu tidak membuat Itachi berekspresi heran atau semacamnya, malahan sang lelaki menampilkan wajah datar dan tidak terlalu tertarik dengan pertanyaan sang gadis. Itachi lantas menghela napas sejenak, kemudian mengatakan sesuatu yang tidak berkaitan dengan pertanyaan dari Sakura.

"Sakura, maukah kau mendengar sebuah kisah dariku?"

Gadas itu menatap Itachi, tidak menyangka sang lelaki akan menceritakan sebuah kisah di sore nan indah seperti sekarang. Lelaki itu terlihat berdeham, kemudian kembali menatap diri Sakura. Pupil mata mereka saling menumbuk.

Kelopak mata berkedip, Sakura yang masih terteguh dengan pertanyaan-pertanyaaan yang berputar di kepala pun, mengangguk dengan ragu.

"Kisah sekuntum bunga yang membeku."

.
.
.
.
.

Bersambung

Haloooo.
Erza usahain cepat update setelah selesai edit, kalau gak mumet. Soalnya emang seribet itu editnya, alurnya juga harus disesuaikan dengan SasuSaku.
Jadi kasih dukungan berupa saran dan kritik ya.

Kalau misal lama up nantinya, berarti belum diedit dan masih mikirin alur A Frozen Flower. Soalnya alur asli Novel A Frozen Flower tuh karakter utama kebayang Neji dan Sakura, Villain Sasuke. 😆😆😆
Ok deh.
Selamat membaca.

Salam sayang dari istri Itachi
zhaErza

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top