27. Sakura dan Sasori
Malam hari telah menejalang, Sasuke berada di ruangan pribadinya dan tengah diobati Sakura. Berada di atas ranjang, sang gadis terlihat mengerutkan alis ketika menyalurkan sihir penyembuh, percikan cahaya dan kristar bertaburan di sekitar tubuh mereka, begitu indah. Menarik telapak tangan, Sakura pun mengatakan bahwa luka yang diderita sang Pangeran Uchiha karena pertarungan dengan Sasori telah pulih.
Laki-laki itu lantas menjatuhkan tubuhnya di ranjang untuk merileksasikan otot, kelopak mata sempat terpenjam sejenak, sebelum kembali terbuka untuk menatap Sakura yang tengah berjalan mengambil sebuah nampan. Teko teh dan juga sebuah gelas terbuat dari tembikar kini diletakkan di atas meja nakas.
"Walau aku telah menyembuhkan lukamu, tetapi tidak dengan tenagamu, Sasuke. Aku masih memakai tubuh manusia yang diberikan Gaara." Kekuatannya belum pulih sempurna, bertanda kutukan Gaara belum benar-benar lepas walau ia telah mengingat begitu banyak. Tentu tidak mudah baginya, apalagi dengan tubuh manusia yang dijadikan raga.
"Bagaimana caranya dia menggabungkan tubuh kalian?"
"Entahlah, itu semua adalah sihir terlarang yang ditemukannya saat bersekutu dengan iblis. Itu adalah satu-satunya alasan yang terpikirkan olehku, Sasuke."
Sakura memberikan teh tersebut, dan Sasuke menegakkan tubuh untuk duduk. Meniup-niup sebentar cairan kehijauan, ia pun menyesab dan menghela napas lembut.
"Ah, Sasuke. Jangan lupa, setelah ini kau akan berhadapan kembali dengan Kakandaku." Tertawa kecil dengan mencemooh, Sakura begitu takjub dengan kenekatan laki-laki yang telah menikahinya sejak kecil. "Kenapa kau tidak membicarakan baik-baik jika ingin meminta bantuannya?"
Menyerahkan gelas tembikar yang telah kosong kepada Sakura, Sasuke lantas tersenyum.
"Karena aku yakin beliau tidak akan tetarik untuk membantuku, daripada membereskan Gaara, Yang Mulia lebih menginginkan membawamu ke istana Matahari."
"Kakakku benar-benar mengerti aku, kau tahu itu." Untuk pertama kali, Sakura tertawa lepas karena melihat Sasuke yang memutar iris mata malas, puas karena telah membuat laki-laki itu merasa kesal.
Tangan Sakura berada di dekat mulut untuk menutupi tawa, ia pun terhenti seketika karena merasakan tangan Sasuke yang menyelipkan rambutnya ke belakang telinga Sakura. Terdiam sejenak, ia merasa canggung. Memikirkan ada angin apa dan kenapa Sasuke tiba-tiba melakukan hal semacam ini kepada dia.
"Kau masih tidak nyaman, Sakura?"
Gadis itu terlihat menghela napas, menyentuh tangan Sasuke yang berada di pipi dan menurunkan tangan itu.
"Aku bukan gadis kecil berusia dua belas lagi, Sasuke. Yang menganggap semua orang ketika tersenyum kepadaku, maka dia menyukaiku dan begitu pun sebaliknya. Mungkin, yang tidak berubah adalah aku tetap istrimu."
Terdiam sejenak, tiba-tiba Sakura mendengar suara kakaknya, yang berbicara dari telepati dan menginginkan agar ia lebih cepat menemui laki-laki itu seperti janjinya tadi. Menghela napas, Sakura pun mengatakan kepada Sasuke bahwa ia ingin menemui Sasori dan menemani selama beberapa saat.
"Oh, ya. Sebaiknya kau jangan berbuat macam-macam lagi kepada kakandaku, Sasuke. Aku rasa jika sekali lagi, dia benar-benar tidak akan mengampunimu."
Tersenyum sinis, Sakura berpamit diri. Ia kemudian menuju ruangan pribadi para tamu di istana Lembayun Senja, membuka pintu karena kakaknya telah tahu bahwa ia akan datang, Sakura menemukan Matsuri yang berada di sana dan sedang membasuh kaki Sasori.
"Putri Sakura," ucap Matsuri, kemudian berniat menyujudkan diri, tetapi tidak diindahkan oleh Sasori ataupun Sakura sendiri.
"Tidak apa, Matsuri. Lanjutkanlah pekerjaanmu."
Sakura sekarang mendekat.
"Matsuri aku turut berduka atasnya, kita baru sempat berbicara sekarang karena beberapa saat tidak berjumpa. Apalagi setelah kepulangan kami, kakandaku memutuskan untuk bertarung dengan Pangeran Sasuke."
"Terima kasih, Putri. Hamba sangat terharu atas perhatian Putri."
Menghela napas, Sasori sekarang bersidekap, menatap menyelidiki Sakura yang sempat seperti menyalahkannya karena keadaan Matsuri. Namun, ini semua memang salah Sasori, ia yang tidak bisa mengendalikan emosi karena Sasuke sialan itu.
Berdeham untuk mencairkan suasana yang sunyi, lantas Sasori melihat Sakura menolehkan kepala kepadanya.
"Aku berniat mengambil Matsuri, Sakura."
"Eh?" baik Sakura ataupun Matsuri sekarang terkejut karena pernyataan sang Maharaja.
"Maksud Kakanda bagaimana?"
"Aku yang menyebabkan Matsuri kehilangan bayi yang dikandungnya, jadi aku ingin dia berada di istanaku untuk melayani Maharaja."
Terdiam sejenak, Sakura memutuskan untuk berpikir, sebab Matsuri adalah salah satu pelayan yang pernah dibawa Sasuke ke tempat ini. Sepertinya pun Matsuri tidak tahu harus berkata apa, mungkin gadis belia itu berpikir bahwa bukanlah kehendak dia untuk memutuskan semua ini.
"Matsuri, bagamana pendapatmu?"
Tersentak sebentar, Matsuri yang menunduk sejak tadi walau telah selesai membasuh kaki Sasori pun mengangkat kepala.
"Hamba mengikuti apa yang Pangeran Sasuke dan Pangeran Neji kehendaki, Putri. Mohon ampun, Yang Mulia." Gadis itu kembali ingin bersujud sebelum tangan Sasori kini memegangi lengan atas si pelayan. Mendengkus, ia pun mengatakan agar Matsuri jangan melakukan hal seperti tadi lagi.
Melihat untuk pertama kalinya sang kakak begitu memikirkan seseorang selain dirinya, membuat Sakura tersenyum.
"Matsuri, kau boleh mengistirahatkan diri sekarang."
"Terima kasih, Yang Mulia. Hamba memohon pamit kepada Yang Mulia dan Putri Sakura."
Sakura menganggukkan kepala, sedang Sasori masih menatap Matsuri sampai sang gadis keluar dari ruangan, kemudian menoleh sejenak kepadanya dan mengambil tangan Sakura untuk digenggam dengan menyatukan jari mereka.
"Rasanya begitu lama, hanya untuk bertemu kembali denganmu, Adinda."
Menaruh satu telapak lagi di punggung tangan Sasori yang menggenggam tangan Sakura, ia pun tersenyum.
"Senang bertemu denganmu kembali, Kakanda." Satu pelukan dihadiahkan, Sakura menjatuhkan kepala di atas pundah nan kokoh itu.
"Sekarang aku benar-benar bahagia, rasanya seperti terlepas dari penyiksaan."
Tertawa kecil, Sakura mengangkat kepalanya dan mengatakan bahwa sang kakak terlalu berlebihan, tetapi Sasori langsung menjelaskan bahwa bertemu dengan Sakura di saat dia tidak bisa mengingatnya adalah suatu ujian terberat.
Tiba-tiba suasana mendadak sunyi, Sakura menatap mata keemasan sang kakak.
"Putra Mahkota Itachi, tidak bisakah kakandaku melakukan sesuatu untuknya?"
Mata gadis itu mulai berkaca-kaca, membayangkan wajah Ratu Mikoto yang teramat lelah dan juga merasa bersalah.
"Jalan satu-satunya adalah membiarkan Itachi dalam keadaan demikian, Sakura. Sebab, setelah kau berhasil menghancurkan kutukan ini, aku akan langsung membunuh Gaara."
Mendengar hal itu, lantas saja Sakura terhenyak. Dirinya menatap sang kakak dan mencari tahu apakah Sasori hanya sedang asal bicara atau tidak, sebab pastilah lelaki itu tahu bagaimana perasaan Itachi dan juga Ratu Mikoto yang telah menganggapnya sebagai anak.
.
.
.
Duduk di taman dengan rembulan yang menjadi penerang, membuat Indra bisa menghela napas lega. Yang ia tahu bahwa sekarang sang Dewi terakhir sudah mengingat banyak hal tentang masa lalu. Perasaannya memang telah bertepuk sebelah tangan, walau dia menginginkan gadis itu tetap saja sekarang Sasuke lah yang telah menjadi suaminya.
Ia ingin mengunjung sang bunga, tetapi berpikir kembali hal apa yang ingin ia ketahui karena semua telah terlihat di tatapan mata Dewa ini.
Sekali lagi mengembuskan napas, ia berencana mengirimkan Toneri untuk memberikan hadiah kepada sang Dewi atas kembalinya ingatan gadi itu, juga sebuah undangan agar mereka datang berkunjung. Mungkin sebagai salah satu cara agar Kerajaan Matahari dan Kerajaan Bulan berbaikan lagi, mengingat mereka sering sekali bersitegang beberapa dekade ini.
Tersenyum sejenak, Indra sekarang memikirkan perasaan adik bungsunya, laki-laki itu telah merasakan sesuatu di hati walau terus dibantah dan ia telah melihat takdir tersebut. Maka dari itu, ia akan mengirim kembali Toneri ke Kerajaan Hyuuga, agar adiknya bisa menetapkan hati dan menerima takdir ini, atau malah mengabaikannya.
"Toneri masih terlalu bodoh dan polos," ucap Indra, mengetahui laki-laki yang disebutkan namanya telah berada di belakang punggung sang Maharaja yang tengah bersandar di tiang.
"Kakanda?" tentu saja Toneri bertanya-tanya, gerangan apa sampai Maharaja Indra mengatainya seperti demikian.
"Kau sudah datang, sekarang mendekatlah dan berikan secawan arak bulan ini kepada Dewi Sakura." Indra melemparkan sebuah botol terbuat dari kaca yang disumpal oleh ukiran kayu, besarnya hanya tiga jari dan panjangnya tidak lebih dari telapak tangan, sedang isinya pun hanya setengah dari keseluruhan.
Menatap sejenak botol arak tersebut, Toneri pun menyimpannya di balik jubah.
"Ah, ya. Katakan juga, lain kali mereka boleh mampir di istana kita. Aku mengundang mereka dengan sepenuh hati."
Bersimpuh mendengar hal itu, Toneri langsung saja mematuhi perintah kakaknya. Esok pagi ia akan mengunjungi Kerajaan Hyuuga kembali, walau sebenarnya enggan harus berada di tempat itu lagi, ia tidak bisa dengan mudah untuk menolak perintah sang kakak.
Mendapatkan perintah demikian, pergi ke kerajaan keturunan Dewa, tanpa disadari Toneri malah memikirkan pertemuan tidak menyenangkan dengan salah satu penghuni istana. Ya, gadis lancang yang berani mendebatnya. Mendecak, Toneri pun memilih untuk beranjak tidur. Menjatuhkan tubuh ke atas ranjang nan empuk dan hangat, kelopak mata terpenjam, tetapi malah wajah sosok tersebut yang terbayangkan, belum lagi perkataan yang benar-benar membuatnya jengah.
"Lagi-lagi, kenapa terpikir lagi?"
Padahal dahulu telah berhasil ia enyahkan, tetapi karena akan datang ke tempat itu lagi, hal ini kembali terulang. Apa jangan-jangan kakandannya sengaja, sebab sepengetahuan dia Dewa Indra telah mengetahui takdir dari hidup Toneri. Namun, ia berpikir kembali, kalau pun sengaja, untuk apa?
Ah, tiba-tiba ia mengingat bahwa dahulu pernah mengatakan sesuatu kepada Dewa Indra, bertanya kenapa lelaki itu masih juga memikirkan Dewi Sakura.
Mengerutkan alis, Toneri berpikir sejenak. Tidak, tidak mungkin, bukan? Takdir yang kakaknya maksud berkaitan dengan perasaan yang sekarang tengah menjerat sang Maharaja Indra? Tubuh Toneri tersentak, ia membangkitkan diri dan memilih untuk duduk. Ia lantas menyentuh kepala dan memejamkan mata sejenak karena tiba-tiba dirundung kecemasan.
Takdir yang akan membuka hatinya dan juga mengikatkan sebuah benang merah di jari kelingking Toneri.
"Apa yang dimaksud kakanda adalah aku akan jatuh hati kepada seseorang yang bukan merupakan Anak Dewa?"
Tentu saja, Dewi terakhir adalah Dewi Sakura dan ia tidak merasakan apa pun kepada gadis itu.
Sekarang ia benar-benar khawatir, dan tidak ingin takdir itu benar-benar terjadi kepada dirinya. Ini belum tentu terjadi bukan, bisa saja ia mengelakkan semua yang terencana.
.
.
.
Bersambung
Erza's note:
Hi, long time no see....
Akhirnya mutusin update fanfik yang udah lama terabaikan ini.
Semoga pada suka ya. Jangan lupa tinggalkan like dan komen, terima kasih.
Salam sayang dari istrinya Toji dan Nanami,
zhaErza
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top