25. Adik Tersayang

Apa yang terjadi? Pedang tidak bisa menembusnya. Tidak bisa! Tidak bisa! Batin Sakura menjerit. Ia menggeram karena kesal, tenaganya terkuras tetapi serangan ini tidak juga berhasil. Terengah-engah, ia menatap sosok Maharaja yang memandangnya dengan datar, sekali lagi Sakura mengayunkan pedang. Namun, senjata itu malah tertahan oleh genggaman tangan hingga membuat Sakura terpaku.

Mereka terdiam untuk beberapa saat, di belakang Sakura, Sasuke telah kembali berdiri setelah merasa lebih baik. Ia menatap kedua orang yang sebenarnya adalah saudara dan sekarang saling berhadapan, pedang emas digenggam Sasori, sementara istrinya itu terlihat mati kutu karena tidak bisa melakukan sesuatu lagi. Walau Sasuke tahu bahwa tidak mungkin Maharaja akan menyakiti Sakura.

Menyentuh tangan Sakura yang tengah menggenggam gagang pedang, Sasori menarik jemari adiknya agar melepaskan senjata tersebut, kemudian tangannya yang menggenggam mata pedang kini meleburkan senjata itu menjadi debu. Sasori menatap Sakura, sementara angin berembus hingga membuat debu menghilang dari telapak tangan sang lelaki.

Panik lantas menghantam diri, Sakura berpikir bahwa Sasori akan meleburkan tangannya karena telah lancang menyerang seorang Maharaja. Matilah dirinya sekarang.

"Lepaskan aku! Aku tidak akan memaafkanmu, jika kau berani membuat tanganku buntung!"

Mendengar hal itu, Sasuke langsung menaikkan sebelah alis. Tidak memahami jalan pikiran istrinya yang masih memberontak, bahkan hingga menjambak rambut merah Maharaja Sasori.

Menadapati hal demikian, Sasori tidak marah, tetapi malah tersenyum kecil. Ia lantas melepasakan genggaman tangan sang adik yang menjambak rambutnya dan menarik Sakura ke dalam rengkuhan. Menekan tubuh itu ke dalam pelukan semakin dalam, menempatkan dagu ke atas kepala adik yang sangat ia rindukan.

Merasakan sesuatu yang sama sekali tidak terlintas di pikiran Sakura, membuatnya terpaku sejenak. Ia kira laki-laki yang masih merengkuhnya ini akan murka, tetapi ia malah diberikan pelukan.

Apa yang terjadi sebenarnya?

Mencoba melepaskan diri sekali lagi, Sakura langsung kembali tenang karena mendengarkan permohonan sang Maharaja.

"Biarkan begini sebentar lagi, kumohon." Laki-laki itu berkata lirih, bagai desauan angin.

Setelah rengkuhan itu dilepas, Sakura lantas mamandang Sasori sambil mengerutkan alis.

"Apakah... kita memiliki hubungan di masa lalu?"

Menatap gadis itu dengan pandangan teramat merindu, Sasori mengembuskan napas sejenak.

"Sakura, kau adalah...." Sasori terdiam, ia tidak bisa mengatakan hal demikian, tatapan matanya lantas berpindah kepada Sasuke yang masih berdiri dan menyaksikan pertunjukan ini. "Kau adalah istri dari Sasuke, bukan?" tanya laki-laki itu dan lantas menghilang, hingga membuat Sakura kebingungan dan celangak-celinguk karena mencari keberadaan Sasori.

Tiba-tiba saja sang Maharaja telah berada di hadapan Sasuke, tersenyum manis, kemudian menarik kerah sang Pangeran.

"Sasuke, kau terlalu bernyali karena telah mempermainkan Dewa." Kerah baju ditarik hingga Sasuke nyaris tercekik, Sasori lalu membenturkan lututnya ke perut sang Pangeran hingga lelaki itu terbatuk darah.

Telapak Sasori berpindah dari kerah ke arah leher, mencekik Sasuke dan mengangkatnya dengan sebelah tangan hingga kaki sang Pangeran tidak berpijak ke tanah. Melihat hal itu, tentu saja Sakura langsung berlari mendekati dan berusaha menghentikan.

"Tidak! Lepaskan Sasuke!"

.

.

.

Kediaman Putri Mahkota di istana Dara, Matsuri sedang menyisir rambut dari anak perempuan tertua Raja Hyuuga. Gadis itu mengumandangkan alunan nada, mencoba menghibur Hinata dan juga dirinya. Pertemuan dengan Sasori membuat ia kembali mengingat tetang kejadian menyesakkan itu, memejamkan kelopak sebentar, ia pun tersenyum untuk menyemangati diri agar bisa keluar dari keterpurukan.

Selesai melakukan pekerajaannya, Matsuri lantas berpindah tempat untuk mengambilkan sebuah cermin, diberikan benda itu kepada sang Putri Mahkota yang langsung melihat tatanan rambut dan berterima kasih setelah puas akan hasilnya.

"Matsuri, sebentar lagi aku akan mampir ke istana Merak. Apa kau mau ikut denganku? Pangeran Sasuke dan Putri Sakura sudah kembali pagi tadi."

Bola mata yang awalnya terlihat sedih sejak kehilangan yang menimpa sang gadis, pun mendadak terisi dengan binar cahaya. Matsuri mengangguk antusias, ia begitu merasa rindu atas ketidakhadiran Sakura selama beberapa pekan di istana ini.

Tersenyum simpul membalas Matsuri, mereka pun berdiri dan menuju istana Merak. Sambil melangkah, Hinata menceritakan bahwa kembalinya Pangeran dan Putri kali ini ke Kerajaan Uchiha dikarenakan untuk menjenguk Putra Mahkota Itachi yang tengah sakit. Padahal mereka hanya menginap beberapa hari di sana, tetapi karena memang jarak yang jauh, perjalanan pergi dan kembali memakan waktu hingga beberapa pekan.

Matsuri yang awalnya mendengarkan sang Putri Mahkota, tiba-tiba saja terpaku sejenak, merasakan sesuatu yang membuatnya gelisah.

"Eh, Matsuri, kenapa kau melamun?"

Gadis itu langsung terhenyak, kemudian meminta maaf atas kesembronoannya.

"Em, Putri Mahkota."

"Ya? Ada apa, Matsuri?"

"Sejam lalu, Maharaja Sasori datang, beliau bilang sedang ada urusan yang harus diselesaikan di tempat ini. Namun, perasaan hamba tidak mengenakkan, sebab dahulu Maharaja berniat memberi pelajaran kepada Pangaran Sasuke." Matsuri berkata takut-takut, ia memandang sungkan Hinata yang berhenti dan terpaku di hadapannya.

Bola mata Matsuri melebar, ketika melihah Hinata lantas berlari, mata gadis itu mulai terlihat serius, pelipisnya mengeluarkan urat, ingin melihat kondisi di istana Merak. Mendapati sosok Sasuke sedang dicekik Sasori dan tengah dilerai oleh Sakura.

"Kita harus cepat, Matsuri."

Berlari, sesampainya di taman istana Merak, langsung saja mereka mendapatkan pemandangan demikian rupa.

"Yang Mulia, hamba mohon hentikan." Hinata berusaha melerai, terbelalak ketika sadar dirinya tidak merasakan apa pun, padahal pria itu memiliki aura yang mengerikan.

"Y-yang Mulia." Matsuri yang baru saja tiba di tempat pun ikut terpaku, menatap sang Tuan yang tengah teramat menderita, ia mendengar suara jeritan Sakura yang berusaha menghentikan perbuatan Sasori atau permohonan Hinata yang menginginkan hal sama.

Hamba mohon, hentikan, Yang Mulia. Jangan sakiti Tuan hamba, biarlah hamba yang menggantikannya. Hamba mohon, hamba mohon.

Gadis itu jatuh berlutut, air matanya mengalir, benaknya terus mengucap permohonan kepada Maharaja Sasori.

"Demi Putri Sakura, hamba mohon," bisikan Matsuri lantas membuat kepala Sasori tertoleh ke samping.

Sejak tadi, sang Maharaja telah mendengar permohonan yang didiucapkan Matsuri walau hanya di dalam benak. Namun, ketika mendengar ucapan lirih gadis itu, apalagi menjelaskan semua ini demi Sakura, membuat Sasori sedikit terusik. Teriakan adiknya, Matsuri yang berlutut dan meneteskan air mata, lantas saja membuatnya bimbang. Telapak tangan yang mencekik Sasuke pun terlepas, menjatuhkan tubuh sang Pangeran.

Dilihatnya Sasuke yang terbatuk hebat, meraup napas sepuas-puasnya karena sejak tadi tercekik begitu kuat.

Sakura langsung menghampiri, menyakiskan memar biru yang menghiasi leher laki-laki yang telah menikahinya. Menyembuhkan kembali luka di tubuh Sasuke, Sakura lantas menatap tajam dengan air mata masih menggenang.

Hinata ikut berjongkok, menanyai bagaimana keadaan sang Pangeran Uchiha sekarang.

"Aku akan menyembuhkannya, Hinata." Sakura berucap.

Sasori pergi, menuju arah Matsuri selagi Sakura mengobati Sasuke. Dalam benak ia mendecak karena tidak akan bisa memberikan pelajaran kepada laki-laki Uchiha itu karena keberadaan adik kesayangannya. Menatap Matsuri yang masih terduduk di tanah sambil menghapus air mata, Sasori lantas berjongkok.

Gadis itu tersentak sebentar ketika menyadari kehadirannya, kemudian menundukkan kepala dan berbisik terima kasih.

"Apa yang kaulakukan di sini? Aku menyuruhmu belajar di tempat para tabib dan untuk diperlakukan dengan layak. Kenapa kau memakai pakaian pelayan, Matsuri?"

Mendapati gadis itu hanya menundukkan kepala, Sasori lantas kembali berdiri. Menolehkan wajah, ia menatap Sasuke yang telah menegakkan tubuh bersama adiknya dan sang Putri Mahkota.

"Baiklah, mungkin kehadiran dan seranganku terlalu mendadak, Sasuke. Kalau begitu, bagaimana kalau kita bertarung satu lawan satu."

"Mohon ampun, Yang Mulia. Namun, pertaruangan ini tidaklah seimbang." Hinata memohon.

Wajah laki-laki itu datar dan tidak bisa ditebak sedang memikirkan hal apa.

"Jadi, peraturannya sederhana. Jika Sasuke kalah, maka Sakura akan ikut denganku," ucapan itu membuat nama gadis yang disebutkan terbelalak.

"Apa? Dengar, ya! Aku tidak peduli kau adalah Maharaja atau Dewa, yang jelas aku tidak akan terima jika dijadikan sebagai jaminan dari pertarungan bodoh kalian berdua!"

Tertawa kecil, Sasori membuat Sakura melotot seketika.

"Aku berikan keringanan, jika Sasuke berhasil memberiku pukulan sekali saja maka pertarungan berakhir dan dirinya menang." Seketika semuanya terdiam, Sasori pun mengembangkan senyuman tipis. "Namun, jika ingin semua ini berakhir dengan lapang dada, Sasuke bisa mencium kakiku sekarang juga."

Mengeraskan rahang, Sasuke kemudian menghela napasnya untuk mengendalikan emosi karena harga dirinya baru saja serasa diinjak-ijak. Alisnya berkerut, ia berpikir sejenak karena melawan seorang Dewa adalah hal yang tidak masuk akal bagi para keturunan Dewa, tetapi jika ia menolak bisa saja sekarang Sasori akan membawa Sakura kembali ke Kerajaan Matahari atau bahkan membuat dirinya cedera teramat parah.

Mereka baru saja memperbaiki penghalang kerajaan ini agar Gaara membutuhkan usaha kembali untuk mencarinya, dan jika ia sampai tidak sadarkan diri karena sekarat, jerih payah mereka untuk menyembunyikan kembali kerajaan akan berakhir.

"Namun, jika saya menang, saya ingin Yang Mulia mengabulkan satu permintaan."

Hanya satu pukulan, ada kemungkinan meski tidak banyak untuk bisa memenangkan pertarungan satu lawan satu ini.

Tersenyum, Sasori pun mengindahkan karena yakin Sasuke tidak akan bisa.

"Baiklah, katakan apa maumu?"

Terdiam sejenak, Sakura yang berada di samping Sasuke dan tengah memegangi lelaki itu agar tidak limbung karena baru saja disembuhkan, kini menatap dengan sorot bingung. Ingin tahu apa yang sebenarnya tengah dipikirkan suaminya. Memang bagi mereka tidak ada jalan lain, menerima pertarungan adalah yang terbaik, tetapi apa bisa Sasuke melakukan seperti apa yang diucapkan Maharaja?

Ia tahu, Sasuke pasti memiliki sebuah ide yang akan digunakan nanti di dalam pertarungan, entah itu ide kotor atau apa pun, mereka harus bisa memenangkan dan mengambil kesempatan emas ini. Sebenarnya, Sakura juga baru tahu bahwa beberapa pekan lalu ketika mereka berkunjung ke Kerajaan Uchiha, tiba-tiba saja Gaara datang ke istana Merak dan tidak menyangka bahwa Sasuke terlah mempersiapkan semua ini dengan melibatkan seorang Dewa.

Kalau dipikir-pikir, memang pantas bagi Sasori untuk murka.

"Saya ingin Yang Mulia berada dipihak kami untuk menjaga Putri Sakura, sewaktu-waktu Gaara pasti akan kembali."

.

.

.

Bersambung

 Akhirnya bisa update juga, wkwwkwk. Masih ngakak Sasori ngamuk gegara dipermainin Sasuke.

 Terima kasih semuanya yang udah baca dan komen.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top