20. Istana Merak

Naruto © Masashi Kishimoto

A Frozen Flower © zhaErza

.
.
.

Lima tahun terakhir, yang dilakukan seorang Maharaja adalah bersabar menunggu Yang Mahakuasa untuk memberikannya izin menggunakan salah satu berkah dari seorang Anak Dewa, tetapi sampai sekarang permintaan itu tidak diindahkan juga. Sasori tahu semua adalah ujian dari-Nya, untuk melihat seberapa pantas ia akan membimbing masyarakat sebagai seorang pemimpin tertinggi di tanah ini.

Penasihatnya telah mengetahui di mana keberadaan sang adik yang begitu ia kasihi, sayang di sayang Kabuto pun tetap berkilah bahwa Sasori harus menunggu perintah dari Yang Mahakuasa untuk menyampaikan petunjuk ini kepadanya.

Sudah bertahun-tahun, naas bagi Sasori ketika bertemu dengan Sakura nanti, bisa jadi gadis itu masih melupakan dirinya. Yang lebih parah, kemungkinan kahadirannya di hadapan Sakura malah akan membuat sang adik terjebak kembali di dalam kutukan.

Gaara. Karena seorang Keturunan Dewa, adiknya menjadi korban atas obsesi belaka. Tidak akan ia maafkan. Karena lelaki bungsu Sabaku yang terbuang itu pula hubungan dirinya dengan Itachi dan para Raja lain menjadi keruh, bahkan ia enggan untuk membantu sang Putra Mahkota yang mengalami nasib sama seperti Sakura.

Menghela napas, ia kembali memikirkan apakah benar jika dirinya menyembuhkan kutukan Itachi, Yang Mahakuasa akan memberi kesempatan menggunakan kesaktiannya untuk menemukan Sakura?

Tiba-tiba saja suara lantang dari barisan pengawal memecah lamunan Sasori, Kabuto datang ke hadapan dan langsung bersimpuh.

"Yang Mulia, hamba mendapatkan sebuah surat dari Pangeran Sasuke."

Laki-laki itu mengangkat kedua tangan sambil berlutut, menyerahkan ke hadapan Sasori, sebuah surat yang berada di atas baki berbantalan merah marun.

"Apa yang diinginkan laki-laki itu dariku," ucap Sasori tidak tertarik.

"Hamba tidak bermaksud memihak beliau, Yang Mulia. Hanya saja, hamba mendapatkan pesan bahwa surat tersebut adalah pengantar atas informasi dari keberadaan Dewi Sakura."

Terhenyak, Sasori lantas mengambil secepat kilat gulungan kertas yang dibalut tabung hitam berpita emas. Ia membukannya, mendapati bait tulisan berisikan informasi atas keberadaan Sakura.

"Ini adalah saat untuk Yang Mulia bertemu dengan Dewi."

Laki-laki itu langsung berdiri, menghilang dan menuju Kerajaan Hyuuga dengan secepat kilat, menyisakan desau angin di singgasananya. Berada di pusat istana, ia lantas menatap sekeliling, menuju ruangan sang Raja untuk mencari informasi yang lebih valid tentang keberadaan adik kesayangannya.

Tentu saja kedatangan Sasori membuat semua yang berada di sana terkesima dan langsung menyujudkan diri. Laki-laki itu tidak banyak bicara dan memandang setiap orang, bertujuan untuk menemukan Sasuke.

"Hiashi, apa yang kalian harapkan dengan menyembunyikan adindaku di istana ini? Apa kalian yakin Gaara tidak akan menemukannya? Apa kalian merasa sanggup bisa menghadapi laki-laki yang telah bersekutu dengan iblis?"

Suara menggelegar membuat semua orang terdiam ketakutan, belum lagi aura kuat yang membuat tubuh mereka bahkan tidak sanggup untuk berdiri atau mengangkat kepala.

Raja Hiashi menggelengkan kepala, dan memohon ampun. Sebelum mengatakan apa pun untuk menjelaskan, Sasori terlah pergi menuju istana Merak yang merupakan wilayah pribadi dari Sasuke.

Laki-laki itu mendecak, mendapati seorang gadis pelayan tengah berdiri di depan pintu untuk menghalangi masuk. Sepertinya sosok itu tidak tahu bahwa dirinya adalah seorang Maharaja dari Kerajaan Dewa Matahari, memang sekarang sang gadis tengah memohon maaf atas ia yang tidak mengindahkan siapa pun masuk karena tugas yang telah diberikan.

"Aku telah cukup bersabar selama lima tahun ini, jadi menyingkirlah, Gadis Kecil."

Gadis itu berdiri sambil menundukkan kepala takut, menutupi bahu dan sebagian tubuh mungil dengan selendang cokelat bercorak bunga.

"Maafkan hamba, Tuan. Namun, Pangeran Sasuke memberikan hamba perintah demikian. Ini adalah hukuman bagi hamba karena berbuat kesalahan, itu sebabnya hamba tidak ingin mengecewakan Pangeran Sasuke dan Putri Sakura lagi. Mohon ampuni hamba," ucap Matsuri lirih, bola matanya terhenyak karena menatap tubuh laki-laki berambut merah bata yang sekarang mengeluarkan aura merah.

Matsuri mencengkeram selendang yang mulai berkibar-kibar karena angin tiba-tiba datang, alisnya mengerut dalam karena tidak mengerti dengan semua ini.

"Berapa lama Sakura sudah berada di tempat ini?"

"Su-sudah cukup lama, Tuan." Matsuri berucap lirih, merasa takut akan sosok yang sekarang menatapnya dengan mata emas bersinar.

"Kurang ajar! Minggir sekarang juga, akan kupatahkan tulang-tulang Sasuke."

Mendengar pernyataan itu, lantas Matsuri langsung maju dan berdiri di depan pintu untuk menghalangi kembali siapa pun yang mencoba masuk ke ruangan.

"Tidak, Tuan tidak boleh menyakiti Pangeran Sasuke. Kalau ada sesuatu yang terjadi, biarkan hamba saja yang menanggungnya."

"Aku hanya ingin masuk dan mematahkan lehernya, apa dia sekarang telah piawai menghilangkan aura keberadaannya. Si sialan itu!"

Bola mata Matsuri terbelalak, semakin ketakutan jika sosok tersebut tahu bahwa sebenarnya Sasuke tidak berada di sini. Bisa saja dia kembali mencari dan mencelakai sang Pangeran.

"Tidak, hamba mohon jangan! Biarkan hamba yang menanggungnya, hamba mohon, Tuan Muda."

Gadis itu berkaca-kaca, membayangkan Putri Sakura yang akan bersedih ketika tahu suaminya dilukai. Padahal pasangan pengantin itu baru saja berbaikan, tidak akan ia biarkan ada seseorang yang mencoba untuk mengacaukan momen yang telah terbentuk ini.

"Gadis Kecil, minggirlah karena aku tidak ingin melukaimu!" tanpa sadar, Sasori kesal bukan main melihat seorang manusia biasa yang begitu memiliki kekukuhan dalam memperjuangkan sesuatu, aura kuatnya membuat Matsuri terdorong paksa hingga pintu ruangan jebol dan menciptakan suara gaduh.

Matsuri merasakan tubuhnya tak berdaya karena terhempas kuat hingga punggungnya terbentur lantai, ia berkeringat dingin saat merasakan sengatan amat menyakitkan di perutnya yang berisikan janin berusia hampir tujuh bulan, meski begitu perutnya tidak terlihat terlalu buncit seperti seorang wanita hamil tua pada umumnya.

Mengerutkan alis, Sasori pun meredam emosi. Ia mengusap anak rambut dengan kelima jari dan menghela napas ketika mendengar suara rintihan gadis yang sekerang terluka karena ulahnya.

Cepat-cepat ia menghampiri, iris emas terbelalak ketika mendapati perut sang gadis berusia lima belas itu membuncit.

Pelayan ini tengah mengandung. Sasori lantas berjongkok dan menyangga tubuh Matsuri, ia membantu sang gadis dan menopangnya dengan memegangi punggung dengan sebelah tangan.

"Kau terlalu ikut campur, Gadis Kecil." Suara Sasori berubah khawatir, menyaksikan darah teramat banyak mengalir membasahi paha si pelayan.

Ia mengeluarkan cahaya bak ratusan kristal dari sebelah telapak tangan, menggunakan sihir penyembuh untuk memulihkan tubuh sang pelayan.

Alis matanya berkerut, ketika tiba-tiba ia mendapatkan penglihatan dari Yang Mahakuasa. Menghela napas dan memejamkan kelopak sejenak, Sasori pun menghentikan penyembuhannya.

"Bayimu tidak bisa kuselamatkan, itu adalah takdir dari Yang Mahakuasa."

Untuk pertama kalinya, gadis itu itu mengeluarkan air mata, ia menangis sesegukan, memohon dengan lirih untuk bisa sekali saja bertemu dengan anaknya. Matsuri pun tidak sadarkan diri, rasa sakit dan kecewa memenuhi jiwa dan raga.

Sasori kini mengangkat tubuh Matsuri, menyisir ruangan dan sempat lupa dengan tujuannya untuk mencari Sasuke dan Sakura. Sialan, apa laki-laki itu tengah mengerjai? Namun, untuk sekarang, yang terpenting adalah menyelamatkan sang pelayan.

Keluar dari ruangan, Sasori langsung menatap para pengawal.

"Di mana kediaman para tabib istana?"

Semua orang yang menatapnya gemetar, tahu laki-laki itu bukanlah sosok manusia melainkan adalah Anak Dewa.

Beberapa pengawal menghadap, mengatakan bahwa mereka bisa membimbingnya untuk menuju kediaman tabib istana. Sasori pun mengikuti, tidak peduli darah Matsuri membasahi sebagian sutranya. Ia bersungguh-sungguh menyesali ini, tidak menyangka gadis yang terus keras kepala untuk tidak membiarkannya masuk ternyata tengah mengandung. Sasori heran, kenapa kehamilan yang berkisar tujuh bulan seperti ingin ditutupi?

"Aku benar-benar akan menghajar si sialan itu habis-habisan," gumamnya kesal.

Baru saja berjalan beberapa meter dari ruangan pribadi Sasuke, si gadis kembali terlihat gelisah. Sasori tahu, mungkin karena aura keberadaannya yang kuat. Maka dari itu, ia pun menghilangkan aurnya dan mendapati si pelayan bisa bernapas dengan normal. Untuk ukuran manusia biasa, gadis ini cukup peka, padahal ia sedari tadi telah menipskan hawa keberadaannya.

Tempat ini tidak telalu berubah, masih dihiasi dengan taman nan lebar dan juga kolam-kolam ikan. Dinamakan istana Merak, memang karen berkeliaran unggas dengan ekor yang menawan di taman belakang istana, mungkin hanya dibatasi dengan pagar tananam rambat nan tinggi agar tidak memasuki ruangan pribadi.

Baru saja beberapa meter melangkah, Sasori merasakan aura yang tak mungkin dilupakan. Tidak menyangka Kerajaan Hyuuga yang telah disembunyikan akhirnya bisa ditemukan juga oleh Gaara, laki-laki itu berada beberapa meter tidak jauh di hadapannya dengan aura kelam yang mematikan.

Untuk beberapa saat mereka hanya terdiam, para pengawal berjatuhan tak sadarkan diri karena merasakan tekanan aura nan gelap dari Gaara. Untuk melindungi Matsuri yang masih berada digendongannya, Sasori meniupkan napas yang berisi mantera ke mulut gadis itu, sehingga tubuh Matsuri terlindung dari kekelaman yang menyandera jiwa-jiwa manusia.

"Aku tak menyangka kau berani menampakkan dirimu di hadapanku, Gaara." Sasori tidak menatap laki-laki yang masih melayang di udara dengan aura yang membentuk sayap, ia hanya menyaksikan tubuh Matsuri yang perlahan bersinar karena perlindungannya.

Tidak membalas perkataan dari sang Maharaja, Gaara malah mengerutkan alis. Tidak mengerti kenapa laki-laki yang adalah Dewa kini berada di tempat ini. Keluarga Sabaku memang tidak seperti Uzumaki yang memiliki firasat untuk mengetahui ketentuan di masa depan, atau seperti Hyuuga dan Uchiha yang bisa melihat apa saja, mereka hanyalah seorang pemantera yang luar biasa. Itu sebabnya dahulu ketika Gaara telah mendapatkan salah satu kesaktian milik para Dewa yaitu mata takdir, sudah cukup baginya untuk memendam rasa kepada Sakura tanpa melakukan sesuatu yang direncanakan, hanya saja tidak seperti Dewa, kekuatannya terlalu berbahaya jika sembarangan digunakan.

Gaara tahu, tidak ada kesempatan baginya untuk menikahi gadis itu, calon suami yang digadang adalah Itachi sebagai sulung jenius yang merupakan pewaris Raja. Namun, sialnya ketika ia telah berhasil melakukan segala rencana bahkan telah mendapatkan Sakura lima tahun silam, Sasori yang saat itu bertarung dengannya, malah memberikan pukulan yang berakibat sangat fatal. Kekuatan mata takdir para Dewa yang susah payah Gaara dapatkan disegel, hanya dengan sekali pukul saja.

Dan sekarang ia kembali berhadapan dengan laki-laki berusia sangat tua itu, jika Gaara tetap bertahan untuk melawan Sasori, ia akan segera dikirim ke neraka. Apalagi mengingat kutukan pada diri Sakura mulai memudar.

"Sungguh kebetulan bersua di tempat ini, Gaara. Jangan khawatir, sebab begitu aku mendapatkanmu, seluruh tulang-tulangmu akan remuk dalam sekali sentuh. Ah, iblis pun kelihatannya akan berpikir ulang untuk bertarung melawanku."

"Apakah kau telah begitu menerima Sasuke menjadi adik iparmu, Maharaja? Kalian bekerja sama untuk menekanku sekarang." Berhenti sejenak, ia tersenyum karena menatap seorang gadis di gendongan Sasori.

"Siapakah gerangan pelayan itu? Kau melindunginya seperti kau telah melihat takdir hidupnya. Apakah kalian akan memiliki benang merah yang saling mengikat kelingking seperti ini?"

Gaara menunjukkan jari kelingking berkuku hitam runcing, itu adalah penanda bahwa Sakura masih berada di bawah manteranya walau mulai mengabur. Mungkin yang bisa melihat hal itu memanglah para Dewa saja seperti Sasori dan Indra.

"Kau berpikir bisa selalu mengendalikan Sakura, dia adalah seorang Dewi dan tidak selemah yang kau kira. Jangan karena kau telah memberinya tubuh manusia dan ingatan palsu, kau bisa terus memperdayanya, Gaara."

Sasori perlahan mengeluarkan auranya, kemarahan tercetak jelas di wajah, walau begitu berkat mantera yang ia embuskan kepada Matsuri, si pelayan masih tertidur di dalam mimpi indah. Ia menghentikan waktu Matsuri sejenak, agar tidak terluka semakin parah karena pendarahan yang dialami. Ia meletakkan tubuh itu untuk bersandar di batang pohon, sesaat Sasori memandang perut yang berisikan janin yang telah meninggal dunia, rasa sesal kembali bersarang di dada.

Mengalihkan atensi kepada laki-laki yang akan dilawannya, Sasori pun menjauhi Matsuri. Rambut merah kini berkibar-kibar, matanya bersinar keemasan karena hawa keberadaannya dibangkitkan begitu luar biasa.

"Gaara! Sekali saja, sekali saja tangan ini menyentuhmu, kau akan mendapatkan keterpurukanmu!"

.
.
.
.

Bersambung

Akhirnya Gaara kena batunya. Sasori pun mengamuk.

Eh Sasori di sini fisiknya kayak gambar di bawah ini. 🥵🥵🥵😏💋💋
Itu bareng Matsuri, ini sebenarnya gambar yang Erza pesen ke artist, Original Character dari novel asli.

Maharaja Himalaya (Sasori) dan Apsari (Matsuri). 💓💓💓

Salam sayang dari istrinya Maharaja Himalaya,

zhaErza

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top