15. Keberadaan Gaara
Naruto © Masashi Kishimoto
.
.
.
Mencari sebuah belati yang berbahan dasar emas adalah hal yang ditugaskan Sakura kepada Dayang Matsuri, gadis yang masih berusia lima belas tahun itu terlihat resah karena tugas ini. Sebenarnya Matsuri lebih mengkhawatirkan niat majikannya yang ingin menggunakan senjata tersebut untuk hal yang sudah bisa ia tebak. Tentu saja, semua karena Sakura yang begitu membenci Pangeran Sasuke dan nyaris seluruh orang yang terlibat dalam penyerangan, dan sudah jelas bahwa sang putri telah merencanakan sesuatu untuk menghabisi sang Pangeran.
Mengerutkan alis, Matsuri kembali melamun, di dalam batin ia pun bermonolog. Bertanya-tanya, kenapa senjata yang digunakan haruslah berbahan dari emas? Ah, tiba-tiba ia teringat, bahwa beberapa kali Putri Sakura bertanya tentang kelemahan dari para Keturunan Dewa.
Keringat tiba-tiba mengalir begitu deras, jantungnya berdebar tidak terkendali karena menyadari hal ini.
"Apakah kelemahan para Keturunan Dewa adalah senjata yang terbuat dari emas?" tanya Matsuri berbisik.
Ia pernah mendengar, bahwasannya para pemimpin memiliki sebuah pedang yang terbuat dari emas. Putri Sakura pun pernah bercerita tentang suami beliau yang terbunuh di tangan Sasuke dengan dihujani anak panah, dan salah satu terbuat dari emas menusuk tepat di jantung lelaki itu.
Kuku-kuku Matsuri saling berkaitan, ia cemas bukan main. Baik terhadap Putri Sakura, maupun Pangeran Sasuke.
"Aku... haruskah memberitahukan hal ini kepada Pangeran?"
Baru saja mengatakan hal demikian, Matsuri disadarkan oleh salah seorang dayang senior. Wanita itu mengatakan bahwa Putri Sakura memanggilnya untuk bersegera datang ke istana Merak. Mengangguk patuh, Matsuri lantas dengan sigap menuju kediaman pribadi pasangan pengantin baru itu.
Ketika memasuki ruangan, ia melihat wajah yang begitu dingin dengan sorot kebencian menatap dirinya.
"Mohon ampun, Putri. Atas keterlambatan hamba." Matsuri bersujud.
Tidak ada jawaban, gadis yang berdiri di hadapannya langsung tanpa basa-basi menanyakan apakah Matsuri telah mendapatkan yang ia inginkan.
"Matsuri, jawab aku?"
"Mohon ampun, Putri. Belati yang terbuat dari emas tidak mudah dicari, hamba tidak tahu harus mendapatkannya dari mana. Jika yang berbahan baja, mungkin para pelayan memilikinya seperti waktu itu. Sekali lagi—"
Tamparan diberikan, Matsuri langsung terhenyak ketakutan, tubuhnya bergetar ketika mendengar bentakan Sakura. Sang majikan menjambak rambutnya yang tersanggul rapi dan menyuruh agar ia segera keluar dari ruangan ini. Sebelum mendapatkan yang diinginkan, Matsuri tidak diperkenankan untuk beristirahat di bilik pelayan.
Membenahi duduk setelah dihempaskan, Matsuri bersujud dan menganggukkan kepala patuh. Ia lantas memohon diri untuk mengerjakan hal yang tugaskan.
Sepeninggal Matsuri keluar dari ruangan, Sakura lantas mendudukkan diri di atas ranjang, napasnya terengah-engah karena tiba-tiba pusing menghadang. Embun lensa tercipta, sebab baru menyadari apa yang telah ia perbuat terhadap pelayannya itu.
Jantung Sakura sekarang berdetak kencang, ia gemetar karena memikirkan bahwa Matsuri pasti telah membencinya. Kenapa? Kenapa bisa seperti ini? Apa yang menyebabkan ia menjadi pribadi yang begitu kasar.
"Ini seperti bukan diriku," bisik Sakura, ia menunduk ketika tangisan semakin jelas terdengar.
Bunyi melengking tiba-tiba masuk ke telinga, kepalanya menjadi teramat pusing hingga Sakura nyaris ambruk karena merasakan nyeri.
Sakura!
Pupil emerald itu melebar, mendengar suara lelaki yang ia rindukan.
"Gaara? Apakah itu kau?"
Pusing di kepala semakin membuat Sakura kesusahan, telinga berdengung kembali dengan lengkingan suara tajam, dan ia pun hanya bisa menangis sambil berteriak.
"Gaara! Gaara!"
Para pelayan masuk karena mendengar suara Sakura, mereka mencoba menenangkan walau hal itu tidak mudah.
Mendapat kabar bahwa Sakura kembali mengamuk, awalnya hanya Hinata yang menghampiri. Namun, semua yang terjadi berbeda dari apa yang ia bayangkan, sebab Sakura seperti tidak mau mendengar apa yang dikatakannya.
Meminta pengawal untuk memberitahukan ini kepada Raja, lelaki itu datang dan langsung menyadari ada yang janggal dari diri Sakura. Walau begitu, Hiashi tetap harus melakukan sesuatu agar Sakura bisa tenang untuk sekarang ini.
"Panggilkan tabib dan buat ramuan agar Putri tertidur." Itulah yang direncanakan Hiashi pada akhirnya.
Gadis itu masih dipegangi, menjerit-jeritkan nama lelaki yang sekarang entah berada di mana. Ketika tabib datang, Sakura dipaksa untuk menenggak cairan yang berada di dalam mangkuk tembikar. Setelah beberapa saat, dia pun perlahan tenang dan mulai terlelap.
Mereka yang berada di sana berangsur mulai mengucap syukur, walau entah bagaimana jika Sakura terbangun lagi nanti. Yang terpenting, sekarang gadis itu bisa tenang terlebih dahulu.
"Raja, apa yang terjadi sebenarnya?" tanya Hinata, mengutarakan apa yang ada di benak sejak tadi. Ia benar-benar khawatir dan juga sempat ketakutan karena perilaku tidak biasa dari Sakura. Entah kenapa, yang terngiang di kepala Hinata adalah rasa takut akan kehilangan gadis itu sekali lagi.
Hiashi yang mendengarkan pertanyaan anaknya, tidak lantas menjawab. Ia malah memberikan sebuah imbauan agar Putri Mahkota Hinata tidak menemui Putri Sakura untuk sementara waktu.
"Putri Mahkota, untuk beberapa hari ke depan, sebaiknya engkau jangan mengunjungi Istana Merak dahulu."
Hanya itu yang dikatakan Raja Hiashi, kemudian dia menyerukan agar pelayan dan tabib tetap di tempat untuk menjaga sang Putri.
Hiashi pun kembali ke istana pusat untuk menunggu Sasuke dari desa perbatasan setelah tiga hari pergi. Kemungkinan ia akan langsung mengirimkan salah satu prajurit kepercayaan untuk menyampaikan berita tentang keadaan Sakura.
Di dalam kamar, kini hanya tinggal Hinata dan para pelayan wanita, ia pun menatap Sakura yang tertidur, kemudian memutuskan untuk keluar dari ruangan. Untuk beberapa hari ke depan, ia tidak akan mengunjungi istana seperti permintaan ayahnya.
Hinata mengembuskan napas dengan perlahan karena dibelenggu kebingungan, menurutnya terlalu banyak yang disembunyikan sang ayah, kakak, apalagi Pangeran Sasuke, begitu pula dengan kekasihnya—Naruto.
Tentu saja Hinata berani menjamin, jika laki-laki itu berada di istana Hyuuga dan melihat keadaan Sakura yang demikian, pasti ketika Hinata bertanya kepada Naruto, maka dia juga tidak akan menjelaskan apa-apa kepadanya.
Terkadang, Hinata merasa semua ini sangat tidak adil, sebab hanya ia saja yang tidak terlalu banyak tahu tentang masalah yang terjadi dan berkaitan dengan mereka semua.
.
.
.
***
Turun dari kudanya dengan tergesa, Sasuke yang baru saja sampai di istana pusat langsung berlari untuk menemui Raja Hiashi. Ia telah mendapat kabar, bahwa gadis yang sudah dinikahinya sekarang dalam keadaan yang tidak sehat dan sangat memprihatinkan. Sasuke berpikir, mungkin semua ini karena tekanan yang ia berikan dan berimbas kepada kesehatan gadis itu.
Baru saja diizinkan masuk, ia telah melihat sang Raja berdiri dan bersegera mengajak ke ruangan khusus untuk berbicara empat mata.
"Duduklah, Pangeran."
"Terima kasih, Raja Hiashi."
Mereka saling tatap selama beberapa saat, seperti menyiapkan mental masing-masing sebelum membuka pembicaraan ini, dan sekarang Hiashi bisa melihat kekhawatiran yang jelas tercetak dari mata Sasuke.
"Sebelum diberikan ramuan penenang, Putri Sakura tadi melakukan suatu hal yang janggal," ucap Hiashi, lelaki itu berhenti sejenak untuk kembali menatap reaksi dari Sasuke.
Mengetahui bahwa Sasuke menunggu lanjutan dari perkataannya, Hiashi pun menjelaskan atas apa yang terjadi tadi.
"Putri Sakura berteriak-teriak sambil menangis, memanggil nama Gaara dan seperti mencari-cari keberadaan dirinya. Seperti sosok Gaara berada di sana atau sempat berhubungan dengan Putri Sakura."
Awalnya, Sasuke tidak mengerti kenapa Sakura yang berteriak-teriak dipermasalahkan sampai demikian rupa oleh Raja Hiashi, sebab selama berada di Istana Merak, gadis itu memang selalu mengamuk dan juga membuat ulah. Namun, sekarang Sasuke memahami inti dari percakapan dan masalah ini.
"Putri Sakura memanggil Pangeran Gaara?"
Alis Sasuke kembali mengerut, bertanya-tanya apa yang sebenarnya telah terjadi? Gaara memang belum mati karena terlebih dahulu berhasil melarikan diri, tetapi apakah benar lelaki itu bisa berhubungan dengan Sakura, walau mereka tak tahu dengan cara seperti apa. Sebab, yang mereka tahu, keturunan dari klan Sabaku tidak bisa melakukan kontak batin semacam telepati.
"Putri Sakura tidak akan melakukan hal semacam ini, bukan? Dia adalah sosok gadis keras kepala penuh perhitungan, walaupun sering kali begitu nekat." Sasuke menimpali, apalagi saat itu dirinya sedang berada di luar istana, Sakura tidak memiliki alasan untuk memancing kemarahannya, atau mungkin memang ada sesuatu yang telah terjadi.
Dengan raut cemas, Sasuke mengangkat sebelah tangan yang sekarang tengah mengeluarkan bola cahaya.
"Pangeran Sasuke, jangan bilang kau mau mencari tahu keberadaan Gaara? Dia bisa menemukan kerajaan ini."
"Tidak, Raja. Tidak demikian."
"Apa kau mau meminta bantuan Maharaja? Kondisi masing-masing dari kerajaan sekarang mulai memanas kembali, Pangeran Sasuke. Saat ini kita hanya sedang beruntung karena kemungkinan Maharaja Sasori masih belum mengetahui keberadaan adiknya. Jika bukan karena keinginan Maharaja terdahulu...." Hiashi tidak sanggup melanjutkan ucapannya, kalau saja dahulu mereka bisa menghentikan permasalahan yang terjadi.
"Saya sedang mencoba menghubungi Putra Mahkota Naruto, Raja."
Perlahan, wajah sang Putra Mahkota pun terlihat, mereka lantas mendengar suara Naruto yang bertanya karena tidak biasanya Sasuke menggunakan anugerah Dewa untuk berkomunikasi.
"Putra Mahkota, langsung saja. Apakah kau mendapatkan suatu firasat terhadap Putri Sakura?"
Lelaki berambut pirang terlihat berpikir sejenak, kelopak matanya sekarang tertutup, hiasan berupa ukiran unik di kelopak mata terlihat jelas mengeluarkan cahaya.
"Firasat ini tidak terlalu jelas entah mengarah orang Hyuuga, Uchiha atau Sakura. Namun, akan terjadi sesuatu yang buruk. Dan mengenai Gaara, dia sudah berada cukup dekat dengan Kerajaan Hyuuga. Sasuke, jagalah Sakura dengan segenap jiwa dan ragamu. Aku akan segera ke sana setelah menyelesaikan urusanku."
Bola cahaya langsung sirna, Sasuke menghela napasnya karena telah mengetahui kabar mengejutkan ini. Menyembunyikan Kerajaan Hyuuga dari Gaara sama saja berisiko, apalagi dirinya sama sekali tidak bisa menggunakan anugerah Dewa untuk melihat keberadaan lelaki itu, sebab jika ia melakukan maka Gaara akan langsung menemukan kerajaan ini.
Mengerutkan alis, sekarang Sasuke dan Hiashi harus dihadapkan dengan permasalahan yang semakin sulit.
.
.
.
***
Sasuke harus kembali meninggalkan Sakura untuk mengurus ketatanegaraan, ia menghela napas karena menjadi khawatir dengan firasat yang telah dilihat oleh Putra Mahkota Naruto. Suatu hal yang buruk akan segera terjadi dan dirinya tidak tahu entah apa itu, mungkin berhubungan dengan Gaara. Lelaki sialan itu pasti telah melakukan sesuatu kepada Sakura, kutukan yang diberikan pasti membuat mereka memiliki semacam tali yang mengikat.
Sakura juga terlihat begitu mencintai Gaara, si sialan itu telah bermain dengan sangat baik hingga bisa melakukan apa saja untuk mengelabui Sakura.
"Apa dia berusaha mengacaukan hati Sakura?"
Namun, bagaimana dia bisa sekuat itu? Sabaku tidak diberikan berkah tersebut, mereka hanyalah seorang pengutuk yang terhormat.
Mendecak, Sasuke pun keluar dari ruangan. Permasalahan ini semakin pelik, belum lagi dengan kehadiran Maharaja Sasori yang bisa kapan saja mengamuk kepada dirinya nanti.
.
.
.
.
.
Bersambung
Terima kasih sudah mengikuti A Frozen Flower, jangan lupa berikan komentar, kritik, saran, ulasan, curcol dan lain2.
Salam sayang dari istri Itachi,
zhaErza
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top