10. Keturunan Dewa
A Frozen Flower
Story by zhaErza
Naruto by Masashi Kishimoto
INFO:
Status Kekuasaan:
Maharani Kaguya > Maharaja Sasori = Maharaja Indra (pemimpin dari tiga kerajaan Dewa) > Kerajaan Uchiha > Kerajaan Hyuuga = Kerajaan Uzumaki = Kerajaan Sabaku
.
.
.
Gemerincing lonceng angin yang tergantung, terdengar ketika dersik berembus dan mengantarkan kabar burung mengenai laki-laki yang ia benci. Percobaan pembunuhan gagal total, malahan akibat dari perbuatannya, Sakura malah mendapatkan sebuah ancaman. Namun, kali ini ia mencoba memikirkan berkali-kali untuk merealisasikan rencana tersebut, apalagi setelah mendengar suatu kabar, bahwa Sasuke bukanlah manusia biasa.
Uchiha adalah salah satu klan bangsawan keturunan Dewa yang memimpin kerajaan besar, dengan informasi itu maka dapat disimpulkan bahwa dirinya harus mempunyai rencana yang benar-benar matang untuk membunuh Sasuke.
Mulai dari sekarang, Sakura harus mencari tahu kemampuan dan kelemahan Sasuke. Namun, tidak mudah untuk menemukannya di perpustakaan kerajaan, yang ada hanyalah buku-buku tentang asal mula kerajaan dan cerita tentang para Dewa yang diturunkan ke bumi. Semua itu terjadi untuk membimbing manusia yang pada masanya benar-benar dalam keadaan begitu rusak dan suram.
Dahulu kala, pasangan Dewa dan Dewi diturunkan ke bumi. Mereka memilik nama samaran dan diberikan tubuh menyerupai manusia pada umumnya, kemampuan suci mereka pun dibatasi oleh Yang Mahakuasa. Kaguya dan suaminya, Ishiki dan istrinya dan Momoshiki dan istrinya, dari mereka masing-masing membangun tiga kerajaan Dewa.
Tiga pasangan Dewa dan Dewi kemudian memimpin kerajaan mereka masing-masing yang begitu berkembang dan maju, Kerajaan Langit, Kerajaan Matahari dan Bulan. Setelah itu, dari mereka lahirlah para anak-anak Dewa. Beberapa ratus tahun kemudian, anak cucu dari Dewa Hamura dan Hagoromo dinikahkah dengan manusia biasa hingga lahirlah para keturunan Dewa yang memiliki kekuatan fisik manusia setengah Dewa, sebenarnya pernikahan ini sangat dibenci oleh sebagian Dewa dan Dewi, tidak jarang pertarungan pun terjadi.
Beberapa abad berlalu dan para keturunan Dewa bukan lagi hal baru di dunia ini, dengan fisik yang di atas rata-rata, mereka tumbuh pesat hingga membuat kerajaan sendiri dan lahirlah Kerajaan Uchiha, Kerajaan Uzumaki, Kerajaan Hyuuga dan Kerajaan Sabaku.
Sakura menghela napasnya, merasa pusing sebab baru mengetahui informasi yang ia dapat dari buku yang dibaca. Ah, ada hal lain juga, bahwa belasan tahun lalu ketika istri Dewa Ishiki melahirkan anak bungsu mereka, terjadi sedikit permasalahan, sebab sang bungsu adalah satu-satunya Dewi yang tersisa.
Saat itu, Dewa Ishiki telah mengetahui takdir anak bungsunya dari Yang Mahakuasa, bahwa anaknya akan menikah dengan seorang laki-laki yang bukan berstatus Anak Dewa. Memberitahukan hal ini kepada dua kerajaan Dewa lainnya, tentu saja mereka tidak membiarkan hal demikian.
"Tidakkah kau berpikir ini hal yang benar-benar langka, permasalahan pernikahan bahkan dialami para Dewa yang turun ke bumi, Matsuri." Sakura tertawa kecil, ternyata garis keturunan benar-benar penting, bahkan bagi para Dewa. Mungkin hanya Raja dan Ratu dari Kerajaan Dewa Matahari yang tidak peduli dengan semua itu.
"Ah, hamba juga berpikiran demikian, Putri. Para keturunan Dewa dan Anak Dewa memanglah menjadi rebutan kerajaan lain. Namun, mereka tidak memiliki kesempatan lagi, sebab sang bungsu dari Kerajaan Dewa Matahari dikabarkan telah menikah dengan laki-laki yang bukan berasal dari Anak Dewa, seperti takdirnya."
"Sayang sekali, mereka sampai ingin berperang merebutkan Dewi terakhir yang masih lajang itu. Ah, tetapi bukankan Kerajaan Dewa Matahari memiliki seorang Maharaja yang belum menikah. Aku juga sempat mendengar bahwa Dewa dan Dewi, seperti Dewa Ishiki dan Dewa Momoshiki telah naik ke Nirvana karena melakukan kesalahan. Kesalahan macam apa? Sehingga anak-anak mereka lantas naik tahkta."
Menggelengkan kepala, Matsuri berpikir karena ia juga sebenarnya tidak terlalu tahu dengan Kerajaan Dewa.
"Yang hamba tahu, Maharaja muda Kerajaan Matahari memang baru naik tahkta beberapa tahun silam. Beliau adalah Maharaja Sasori Yang Agung, pemimpin tertinggi dari kerajaan keturunan Dewa. Namun, hamba sendiri, tidak mengetahui rupa beliau seperti apa."
"Mengenai keturunan Dewa, apakah kau tahu kelemahan mereka, Matsuri?"
Terdiam sejenak, Matsuri memohon maaf dan menggelengkan kepalanya. Matsuri memang tidak banyak tahu tentang para keturunan Dewa yang menjabat sebagai Raja di wilayah masing-masing. Dirinya hanyalah seorang gadis biasa yang diselamatkan Sasuke dan Neji ketika kedua laki-laki itu membantai pasukan musuh yang menyerang desa perbatasan.
***
Beberapa hari lalu, pasukan aliansi Kerajaan Hyuuga telah bertolak ke kerajaan mereka masing-masing. Sebelum pergi, Sakura juga diminta untuk mengiringi mereka sampai ke depan wilayah istana. Di sana, sang Ratu dari Kerajaan yang tidak ia ketahui nama marganya, kembali memeluk Sakura. Wanita itu adalah Mikoto, terlihat tersenyum sedih dan sekali lagi memberikan Sakura nasihat.
"Putri Sakura, kau mulai sekarang telah kuanggap sebagai anak perempuanku sendiri," ucap Mikoto dari balik cadarnya, sambil menahan air mata. "Kapan-kapan, berkunjunglah ke kerajaan kami bersama Pangeran Sasuke."
Telapak tangan Mikoto menyentuh wajah Sakura, gadis itu tersenyum sambil mengucapkan terima kasih, walau masih tidak terlalu mengerti kenapa Ratu Mikoto terlihat begitu menyayanginya. Di belakang sang Ratu, beberapa langkah, Itachi menatap mereka sambil tersenyum, kemudian menganggukkan kepala.
Putra Mahkota Itachi terlihat duduk di dalam kereta kuda, menyaksikan perpisahan antara ibunda dengan gadis yang baru saja dipersunting sang adik.
Beberapa saat berlalu, Sakura memutuskan untuk mendekati Itachi, berdiri di bawah jendela kereta kuda.
"Apakah Kakanda akan pergi tanpa menyelesaikan ceritanya?"
"Hmm, Sekuntum Bunga yang Membeku, beberapa orang mengetahui kisah itu. Kalau Putri Sakura mau, Anda bisa bertanya kepada Pangeran Sasuke nanti."
Sorot terkejut dijumpai Itachi pada wajah Sakura, kemudian laki-laki itu tersenyum dan menghela napasnya.
"Sakura, janganlah hanya melihat seseorang dari luarnya saja." Setelah mengatakan hal itu, Itachi kembali menampakkan senyuman yang begitu tulus. "Kami permisi."
Kereta kuda pun berjalan bergiliran membawa pasukan kerajaan.
Setelah kepergian mereka, Sakura berdiri lamat, ia menghela napasnya. Membalikkan kepala, ia melihat sesuatu yang tak asing. Sosok yang nyaris seperti yang ia kenal. Mencoba mendekati, tetapi sosok itu telah pergi dengan naik kereta kuda dan keluar dari pekarangan istana. Sakura terdiam dan mengambil napas, tahu bahwa dia adalah Raja Sabaku, laki-laki berusia paruh baya yang masih terlihat muda. Awalnya Sakura tidak terlalu memperhatikan karena ia terus-terusan terfokus kepada Sasuke dan keluarga Uchiha, tetapi sekarang ia sadar bahwa Raja Sabaku itu, memiliki fisik yang sangat mirip dengan Gaara.
Gelengan kepala dilakukan, Sakura mengusap pelipis karena pusing lantas dirasakan. Pasti ini hanya pemikirannya belaka, merasa rindu dengan keberadaan sosok yang ia cinta, sampai berhalusinasi bahwa Raja Sabaku sangat mirip dengan Gaara. Lagi pula, Putri Mahkota Temari dan pangeran kedua Kerajaan Sabaku, sangat tidak mirip dengan suaminya.
.
.
.
***
Seorang lelaki mengehela napsa, di kerajaan para Dewa, Sasori duduk di singgasana. Ia menutup mata dan bertanya kenapa sekarang Yang Mahakuasa masih belum mengizinkan dirnya untuk membuka mata takdir, sebagai Anak Dewa, Sasori tentu memiliki segala kesaktian orang tuanya.
Para bawahan bersimpuh, bergetar karena merasakan aura kuat sang Maharaja yang perasaannya sedang tidak menentu. Entah sampai kapan dia harus bersabar, sudah lima tahun sejak ia kehilangan sang adik tercinta, lima tahun juga semenjak para Dewa naik ke Nirvana.
Satu-satunya informasi yang Sasori punya adalah bahwa sang adik telah dinikahi oleh si sialan itu.
"Bagaimana si sialan itu bisa menjadi adik sahabatku. Bagaimana bisa adik dan kakak bagai neraka dan surga?"
Dia tidak akan memaafkan, ketika saatnya tiba nanti, ia akan langsung melakukan sesuatu untuk memberi perhitungan.
"Apakah pencarian kalian masih belum menemukan hasil juga?"
Sasori menatap bawahannya, seorang laki-laki berusia lima ratus tahun dan adalah keturunan Dewa. Meski usianya sudah setua itu, raganya masihlah seperti lelaki dewasa.
"Mohon ampuni hamba, Yang Mulia Sasori. Hanya saja, untuk sekarang ini hamba akan kembali mengingatkan bahwa Yang Mahakuasa masih belum memberikan izin untuk bisa menemui adik dari Yang Mulia."
Kabuto terpaksa mengatakan hal demikian, sebab ia melihat rajanya terus-terusan gusar belakangan ini, mungkin Sasori menginginkan membuka kemampuan mata takdir untuk menemukan sang adik.
"Mendengar dari perkataanmu, sepertinya kau telah menemukan di mana keberadaan adindaku?"
"Ampuni hamba, Yang Mulia. Ketika waktunya tiba nanti, hamba akan menjelaskan segalanya." Laki-laki itu bersujud. "Hamba hanya menginginkan agar Yang Mulia tetap berada di sini dan tidak melakukan suatu kesalahan hingga harus kembali ke Nirvana seperti para Dewa."
Tarikan napas terdengar, benar yang dikatakan Kabuto, bahwa jika saja ia mengetahui keberadaan adiknya kelak, pasti ia tidak akan tinggal diam. Melanggar takdir dan tidak patuh terhadap Yang Mahakuasa, bisa membuatnya dikenai hukuman.
Sasori memijat pangkal hidung, kemudian menggunakan sebelah tangan untuk menyibak rambutnya yang merah gelap dan panjang.
"Takdir ini begitu kejam untuk diemban adindaku, Yang Mahakuasa. Namun, semua ini adalah ujian bagi kami semua, yang mulai melupakan bahwa dunia ini hanyalah kefanaan."
Menyandarkan tubuh di singgasana, Sasori mendongakkan kepala dan memejamkan mata. Sungguh suatu ironi ketika nanti ia diizinkan untuk bertemu sang adik, tetapi sosok itu malah melupakannya.
"Yang Mulia, Raja Fugaku beberapa saat lalu mengirimkan pesan. Apakah Yang Mulia berkenan memberikan mereka ruang untuk berkunjung ke istana Matahari?"
Diamnya sang Maharaja membuat Kabuto terus menundukkan kepala, kemudian ia kembali berbicara.
"Mungkin saja, jika membantu Putra Mahkota Itachi, Yang Mulia akan mendapatkan penglihatan tentang keadaan Dewi. Lagi pula, beliau adalah sahabat Anda."
Sasori masih tidak menanggapi, laki-laki itu malah menegakkan tubuh dan membuka kelopak mata, menyoroti sesuatu yang tiba-tiba telah berdiri di samping Kabuto yang masih bersimpuh.
"Apa yang kaulakukan di wilayahku, Toneri?"
Wujud dari nama yang disebutkan langsung menyempurnakan diri, sosok laki-laki berambut keperakan. Dia adalah pangeran dari kerajaan para Dewa, Kerajaan Bulan.
"Hormat saya, Maharaja Sasori."
Laki-laki itu menundukkan tubuh, kemudian tersenyum menatap sang pemimpin kerajaan.
"Sebaiknya ada sesuatu yang penting, Toneri."
Laki-laki itu berjalan dan memberikan sebuah surat yang dibalut dengan pita terbuat dari kain berbenang emas. Diberikannya benda itu, kemudian Toneri kembali memundurkan langkah.
Pupil Sasori menatap gulungan yang ada ditanganya, menghela napas dan menatap wajah datar Toneri, ia pun melepas pita dan memberikan benda itu kepada sang bawahan.
Surat itu berisikan informasi tentang keberadaan adiknya, alis merah gelap Sasori pun mengernyit karena membaca bait tulisan. Rahang pun mengeras karena merasa Maharaja Indra benar-benar keterlaluan. Hal sepenting ini, kenapa harus diwakilkan kepada Toneri yang merupakan bungsu?
"Apa dia sengaja mempermainkanku?"
Tangan Toneri yang bersedekap pun terlepas, laki-laki berambut keperakan itu menggelengkan kepala.
"Yang Mulia Indra harus mengurus beberapa kebijakan sebagai Maharaja muda, dan banyak yang harus dibenahi di wilayah kerajaan, maka mohon Maharaja Sasori memaklumi kakandaku." Menundukkan kepala memohon pengampunan, Toneri menarik napas karena memikirkan ikatan takdir yang terjadi ini.
Kedua orang tuanya telah naik ke Nirvana, dan sekarang pasangan Dewa yang tersisa adalah Dewi Kaguya dan suaminya. Yang bisa menjadi penengah dan akan bertindak ketika kakaknya Indra dan Sasori saling melayangkan ancaman. Mau bagaimanapun, keadaan memang menjadi pelik. Indra sejak dahulu menginginkan anak bunsu dari Kerajaan Dewa Matahari, apalagi kedua orang tua mereka sempat melakukan lamaran, walau hasilnya tidak diindahkah.
Sekarang, semua yang bersangkutan dan menimbulkan masalah telah dihukum oleh Yang Mahakuasa, walau begitu Indra tetap bersikukuh untuk mendapatkan sang Dewi.
.
.
.
.
***
Istana Dara adalah tempat tinggal dan wilayah pribadi milik Putri Mahkota Hinata, di sana gadis itu tengah duduk di dekat jendela sambil memainkan benang dengan jarum untuk menyulam. Jari-jarinya bergerak lincah, menciptakan satu demi satu kelopak bunga dan ukiran memesona.
Dari arah luar, teriakan pengawal terdengar, menyatakan bahwa Putri Sakura hadir untuk menyapa. Gadis itu lantas tersenyum, mengatakan kepada dayangnya untuk mempersilakan untuk masuk.
"Selamat sore, Putri Mahkota Hinata."
"Selamat sore, Putri Sakura. Duduklah di mana pun kau merasa nyaman, silakan."
Berjalan mendekat, Sakura memilih tempat di samping Hinata, mengintip aktivitas yang tengah dikerajakan gadis itu.
"Wah, itu indah sekali, Hinata."
"Ah, terima kasih. Bagaimana kabarmu, Sakura? Aku juga sudah beberapa hari tidak melihat Pangeran Sasuke dan Kak Neji." Menghentikan sulamannya, Hinata meletakkan jarum dan memandang Sakura yang terlihat menghela napas.
"Aku baik-baik saja. Hanya jika tentang mereka, aku sama sekali tak tahu. Aku juga tidak bertemu dengannya beberapa hari ini."
Mengerutkan alis, Hinata pun menuangkan teh kepada Sakura. Belum sempat Hinata membalas perkataan tersebut, Sakura telah kembali menimpali.
"Ah, aku ke sini bukan untuk membicarakannya. Aku hanya ingin bertanya, apakah kau tahu tentang kisah Sekuntum Bunga yang Membeku?"
Ekspresi Sakura berganti-ganti ketika mengatakan untaian kata itu, yang awalnya kesal karena membicarakan Sasuke, menjadi begitu penasaran ketika menanyakan kisah tersebut. Sementara itu, Hinata melebarkan pupil matanya yang perak, bertanya-tanya dari mana gerangan Sakura mengetahui kisah tersebut.
.
.
.
Bersambung
Inilah yang buat Erza males ngedit. Ribet banget waktu ubah nama2nya, cocokin ke sasusaku dan sejarah Dewa wkwkw.
Semoga suka, jangan lupa kasih kritik dan saran, ulasan, bucin dll.
Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top