1. Kebahagiaan yang Nyaris Sempurna

Frozen Flower

Stroy © zhaErza

Naruto © Masashi Kishimoto

.

.

.

BAB I

Kebahagian yang Nyaris Sempurna

.

.

.

Awan hujan datang bergulung dari arah utara, angin dingin mulai bertiup, menerbangkan daun-daun yang gugur dan juga membelai rambut merah muda seorang gadis yang tengah berdiri menunggu sambil termenung menatap langit. Di sebelahnya, terlihat seorang pria berdiri, tersenyum karena memandangi paras indah dan menawan tersebut.

Napas pelan dikeluarkan, kelopak mata terpejam untuk beberapa saat karena menikmati suasana gerimis yang mulai membasahi bumi.

Kedua orang itu berada di gazebo, petang hari sambil menikmati teh dan camilan yang baru saja matang.

"Sungguh tak terasa waktu berjalan, ya, Gaara." Sakura berkata, kelopaknya terbuka menampilkan emerald nan indah, menatap sosok lelaki yang masih memandanginya.

"Ah, benar. Sedari kecil kita bersama, sekarang tanpa terasa orang yang begitu penting bagiku akan menjadi istriku beberapa hari lagi."

"Aku sangat bahagia, bersamamu di sini. Terima kasih, Gaara. Semenjak orang tuaku meninggal dunia, kau lah yang terus ada untukku. Aku begitu mencintaimu."

Senyuman merekah, gadis itu begitu mengangumi laki-laki yang berada di sisinya. Ia merasakan telapak tangannya tergenggam, dan tanpa menunggu lagi, Sakura pun membalasnya dengan sama erat.

Rasanya banyak yang terjadi selama tujuh belas tahun ini, tetapi sekarang hidupnya telah nyaris sempurna dalam kebahagiaan, sebab beberapa hari lagi adalah hari besarnya.

Setelah sejenak bersantai di waktu senja, Gaara dan Sakura memutuskan untuk masuk ke dalam rumah karena hujan menjadi lebih deras lagi, di sana orang tua Gaara memberikan handuk kepada mereka, dan Sakura yang membawa nampan pun diambil alih oleh pelayan.

"Tidak apa, Bu. Biar saya saja yang mengeringkan rambut."

"Ah, tidak masalah, Sakura, biar Ibu bantu." Wanita itu bernama Tsunade, mengambil alih handuk dan membantu Sakura untuk mengeringkan rambut.

Tsunade sejenak menanyakan bagaimana perasaan Sakura menjelang hari pernikahannya, tentu saja hal sedemikian membuat wajah sang gadis memanas, apalagi ia juga benar-benar tidak menyangka akan menikah secepat ini.

Wanita paruh baya itu mengerti, kemudian menjelaskan bahwa diusia seperti Sakura, pantaslah seorang gadis untuk menikah.

"Gaara adalah pemuda yang sangat baik, Nak."

Gadis itu dengan semangat menganggukkan kepala, kemudian terkejut dan merasa malu.

Hela napas dikeluarkan, persiapan sudah nyaris seratus persen, pakaian pernikahan pun telah selesai dijahit dan diantar, Sakura juga telah mencobanya, dan merasa begitu luar biasa. Shiromuku yang akan ia kenakan memiliki penutup kepala berhias kelopak ukiran bunga sakura, di pinggir dada disematkan pin dengan batu kristal bunga sakura yang sangat melambangkan dirinya.

Tentu saja, ia sangat tidak sabar memakainya lengkap dengan hiasan di wajah di hari besarnya nanti.

Upacara pemberkatan pernikahan akan dilangsungkan di kuil dan perayaannya akan dilakukan di aula desa, cukup meriah mengingat kedua orang tua Gaara adalah salah satu bangsawan di tempat ini.

"Selesai, rambutmu telah rapi kembali, Sakura."

"Terima kasih, Bu. Ini sangat membantu." Gadis itu berdiri kemudian menundukkan kepala dengan sopan.

"Ya, sekarang kita bersiap untuk makan malam, kembali lah ke kamarmu, Sakura. Nanti ketika hidangan telah disediakan, pelayan akan memanggilmu."

Gadis itu mengangguk dan sekali lagi mengucapkan terima kasih atas kebaikan orang tua dari calon suaminya ini.

Menuju kamarnya, Sakura yang baru saja melangkah masuk pun kembali tersenyum. Ia lantas menjatuhkan diri ke atas ranjang yang tersedia, menatap langit-langit kamar dan menerawang mengenai kisah hidupnya.

Masa kecilnya tidak terlalu ia ingat, bertemu dengan Gaara dan jatuh hati kepada lelaki itu, bahkan sekarang akhirnya mereka akan segera menikah.

"Kenapa Gaara bisa jatuh hati kepada seorang gadis biasa sepertiku ini?"

Bibirnya berucap, penasaran dengan hati sang lelaki. Bertanya-tanya apa yang dipandang Gaara dari sosoknya hingga pantas dicintai? Apa yang menyebabkan kedua orang tua Gaara begitu menerimanya di keluarga ini?

Entahlah, yang jelas Sakura sangat bersyukur bisa bertemu dengan seorang lelaki seperti Gaara.

Senyuman kembali menghiasi bibirnya, tidak sabar menunggu hari pernikahannya tiba.

.

.

.

Malam hari setelah hujan reda, Gaara berdiri di depan kolam ikan yang menampilkan koi berenang ke sana kemari. Namun, sorot mata sang lelaki sama sekali tidak menatap genangan air yang dipermukaannya ditumbuhi bunga teratai, malahan entah kenapa pandangannya terlihat kosong seperti tengah melamunkan sesuatu.

Sakura yang melangkah menuju ruang makan pun terhenti melihat sang pemuda yang tengah berdiri di sana, kemudian memutuskan untuk mendekat setelah memberikan anggukan kepada dua orang pelayan wanita yang mengikutinya dari belakang.

"Gaara? Apa yang kau lakukan di sini? Kita telah dipanggil untuk bersegera menyantap hidangan oleh kedua orang tuamu."

Lelaki itu tidak menoleh, tetapi menanggapi pertanyaan Sakura dengan dehaman. Beberapa saat terdiam, kepala sang pemuda pun menoleh, menatap Sakura yang masih berparas penasaran atas kehadiran Gaara di tempat ini tanpa seorang pun yang menemani.

"Baiklah, ayo pergi bersama."

Gadis itu mengangguk dan kemudian mengembangkan senyuman.

"Tapi, apa yang kau lakukan di tempat seperti ini?" sekali lagi Sakura bertanya, untuk menghilangkan rasa penasarannya terhadap lelaki yang akan segera mempersuntingnya.

Gaara hanya tersenyum, kemudian berkata dengan suara nyaris seperti bisikan.

"Aku hanya memeriksa situasi, Sakura."

Kening sang gadis bertambah berkerut, semakin kebingungan dengan apa yang dimaksud dari calon suaminya itu.

"Eh, maksudmu?"

Hela napas terdengar, Gaara tertawa kecil.

"Tidak perlu dipikirkan, ayo cepat agar kita tidak membuat mereka menunggu."

"Ah, baiklah."

.

.

.

Dua hari berselang, hari yang mereka tunggu pun tiba, Sakura kini tengah memakai shirumuku yang merupakan pakaian tradisional pernikahan, gaun itu begitu memesona ketika ia kenakan. Wajahnya sekarang tengah didandani, diberikan pemerah bibir yang begitu terlihat menawan, pipinya yang kemerahan alami tidak perlu diberikan apa pun lagi, sekarang mereka hanya mempertegas bayangan mata, diberikan aksen warna merah dan juga ukiran hiasan, kemudian ditempelkan permata.

Gadis itu terlihat begitu jelita, wajah Sakura sedari tadi tertunduk karena merasa malu, ia juga sangat salah tingkah ketika menjadi pusat perhatian.

Ibu dari Gaara kini mendatanginya, mengusap wajah Sakura dan mengangkat kepala gadis itu dengan menyentuh dagunya.

"Kau begitu cantik, Anakku."

Gadis itu tersenyum, matanya berkaca-kaca dan ia mengucapkan terima kasih karena diterima dengan baik oleh keluarga ini.

"Nah, sekarang ayo kita menuju kuil," ujarnya dan menggandeng tangan Sakura.

Mereka melangkah dan sekarang di sana tengah berdiri seorang lelaki berambut merah, menatapnya dengan senyuman di bibir, menjulurkan tangan dan diterima oleh Sakura hingga mereka sekarang tengah bergandengan.

Suasana mendadak menjadi hikmat, pendeta pun memulai pemberkatan untuk menyatukan muda dan mudi menjadi sepasang suami dan istri.

Janji suci diikat, mereka mengucapkannya bersamaan, menggenggam tangan hingga pendeta pun telah mengesahkan mereka menjadi pengantin baru.

Tepuk tangan terdengar nyaring, orang-orang ikut bahagia dengan hidup baru yang kini akan dijalani oleh Sakura dan Gaara, kini kedua orang itu berpandangan dan Gaara memberikan kecupan di dahi gadis yang telah dinikahinya.

.

.

.

Dalam kebahagian itu, di belahan bumi yang lain, seorang lelaki tersenyum dan menunggu waktu yang tepat untuk menjalankan aksinya. Sosok itu kemudian berdiri, telah menunggu waktu bertahun-tahun untuk mendapatkan kesempatan seperti ini. Baginya sangat sulit untuk mencari celah karena sang musuh begitu apik menyembunyikan keberadaan.

Sosok itu lantas mendekati jendela, memiliki bantuan dari dua klan ternama lainnya, membuat kesempatan ini akhirnya bisa mereka dapatkan.

Sorot matanya yang merah kini menatap sebuah pedang terbuat dari emas yang tergantung di dinding kediamannya ini, akhirnya setelah sekian lama, senjata kesukaannya itu akan ia pergunakan kembali.

Ya, dirinya berjanji bahwa ketika ia bertemu dengan orang hina itu, ia akan segera menghunuskan pedangnya. Merobek dan memotong, bahkan menghilangkan nyawa si hina.

Beberapa pelayan lelaki berdatangan, masuk ke ruangannya dan membawakan baju zirah yang akan ia kenakan. Para pelayan memakaikan, pedang emas kini telah ia sisipkan di pinggang.

"Siapkan pasukan, sekaranglah saat yang tepat," ujarnya penuh keyakinan.

Sosok itu lantas keluar dari ruangan yang memiliki nama istana merak, kemudian menuju gerbang depan istana dengan menaiki kuda hitamnya.

"Neji, kau bisa menjelaskan di mana tempat si sialan itu bersembunyi lebih terperinci?"

Sang lelaki yang namanya diserukan pun menganggukkan kepala, kemudian mengatakan dengan terperinci apa yang ditemukan penglihatannya.

"Ya, sangat jauh dari istana ini, Pangeran."

"Dengan anugrahku, kuda-kuda akan lebih cepat daripada elang yang mengepakkan sayap dan meluncur untuk menyerang mangsa."

Seperti yang dikatakan sang Pangeran, lantas saja kuda-kuda memiliki kecepatan yang luar biasa, kalau seperti ini mereka akan sampai ketika malam tiba. Para pasukan yang dibawa mengeratkan pegangan kepada tali kekang mereka, menjaga diri agar tidak terjungkal ketika kehilangan keseimbangan.

Sang pemimpin yang berada di depan sana menunjukkan ekspresi keras, kemudian tersenyum karena sebentar lagi semua perbuatan yang dibuat si sialan itu akan segera ia balaskan. Sudah terlalu lama ia bersabar, maka dari itu sekarang adalah saatnya menunjukkan bahwa sosok tersebut akan segera mendapatkan ganjaran dari perbuatan hina itu.

Jika saja Maha Raja sampai tahu tentang keberadaan si sialan itu, maka saat itu juga sudah dipastikan kematian akan segera menghampiri dan tiada bagi orang hina tersebut untuk berkelit dan menjalankan rencana yang lain.

Namun, dirinya juga tidak akan menemukan kesempatan mendapatkan haknya, jika sang Maha Raja yang berkehendak. Di dalam batin, ia bersyukur Yang Mahakuasa memberikan kesempatan untuk dirinya dan melarang Maha Raja untuk membuka anugerah Dewa.

"Kita akan segera sampai!" Neji berteriak, memberitahu sang Pangeran yang berada di depannya.

Petang telah menghampiri, pasukan mereka memasuki hutan terakhir yang akan mempertemukan dengan tempat yang dituju.

Tapak kuda berlalu, melompati pohon tumbang dan menyeberangi sungai yang beriak menandakan tidak dalam.

Dalam gelap, sepasang mata merah menyala ketika telah menemukan pintu gerbang desa yang kini didobrak paksa. Mereka telah tiba, di tempat penghakiman.

"Semuanya menyebar, cari si sialan itu dan bunuh siapa saja yang menghalangi!" sang Pangeran berteriak, matanya membeliak, mencari-cari sosok yang begitu dibencinya.

"Ketemu, Pangeran. Di timur, aula desa," ujar Neji sambil menyaksikan sang Pangeran yang langsung menghentak tali kekang dan menuju tempat tersebut.

"Tidak akan kuampuni," bisiknya dengan mata merah menyala.

.

.

.

Bersambung

Erza Note:

Halooo semuanya, ada yang merindukan fanfic SasuSaku buatan Erza?

Hehehe Erza memutuskan untuk upload Frozen Flower jadi ff SS lohhh. Karena dari King Production sudah habis kontrak. Ini ff awalnya NejiSaku sih, wkwkw. Jadi agak susah ubahnya.

Huee itu karena Erza lagi kangen dengan SasuSaku nih.

Ah, ok. Di sini juga di awal ada sedikit Gaara Saku, sebenarnya agak bingung awalnya mau dibuat siapa yang cocok hueee. Syusyah eyyy.

Ok, jangan lupa ya kasih kesan dan pesan dan vote.

Terima kasihhhh.

Bạn đang đọc truyện trên: AzTruyen.Top